Connect with us

Opini

Memaknai HUT Kemerdekaan RI di Tengah Pandemi Covid-19

Published

on

Bagian Terakhir
Kehadiran Negara
Memastikan kehadiran negara merupakan suatu keharusan dalam  menentukan kelanjutan hidup dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).  Mengoptimalkan kehadiran negara dimulai dengan tindakan strategis di dua bidang kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Keberhasilannya akan sangat mempermudah usaha menegakkan wibawa negara di bidang lainnya. 

Pertama, bidang pembangunan nasional yang konsepnya dinyatakan dalam term ruang sosial, yang tidak membuat warga setempat hanya menjadi penonton, tetapi berperan aktif sebagai partisipan. Dalam konteks ini, terbuka peluang bagi negara untuk melakukan perannya sebagai tutor, tidak hanya sebagai pengabdi. Kedua,  bidang keamanan, baik yang menyangkut kehidupan rakyat sehari-hari dimanapun dan kapanpun, maupun yang terkait dengan keselamatan negara dan bangsa. Kehadiran negara menjadi urgen.

Pengendalian Covid-19 harus fokus terhadap upaya memutus rantai penularan faktor pencetusnya yaitu host, agent dan environment. Pemerintah berperan utama dalam pengendalian host melalui penyiapan vaksin dan obat virus corona. Hal ini merupakan wujud nyata tanggungjawab negara dalam melindungi rakyat. Pemerintah dalam hal ini melakukan upaya “Perang Semesta” dalam menghadapi pandemi ini.

Walaupun masih diperlukan peran pemerintah, tetapi dalam hal pengendalian agent dan environment sebagai pencetus penyebaran virus corona, peran dan partisipasi masyarakat sangat menentukan. Secara formal struktural, layanan pemerintahan berakhir di tingkat desa/kelurahan. Selebihnya pemerintah mempergunakan perpanjangan tangan otoritas masyarakat di tingkat RT dan RW, sehingga pelibatan masyarakat mutlak sangat diperlukan.

Pengendalian terhadap tiga faktor pencetus merebaknya virus corona harus dilakukan secara terintegrasi. Karena keterbatasan struktural, pemerintah harus melibatkan keikutsertaan masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam menterjemahkan serta meneruskan kebijakan pemerintah, dapat direpresentasikan melalui peran Organisasi Masyarakat (Ormas) dan Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) yang ada. Ormas dan OKP berperan sebagai penetrasi pengendalian faktor pencetus agent dan environment.

Pemutusan peran pencetus agent dan environment yang dilakukan oleh Ormas dan OKP dapat diimplementasikan dengan menerapkan strategi “Perang Gerilya”. Perang gerilya dilakukan secara insidentil tetapi langsung tertuju kepada sasaran, dalam hal ini adalah komunitas-komunitas Ormas dan OKP. 

Keteladanan dari para tokoh dan pimpinan Ormas dan OKP dalam menerapkan protokol kesehatan menghadapi Covid-19 didemonstrasikan secara berkala mulai dari level organisasi tertinggi sampai dengan level organisasi terendah. Langkah ini diperlukan karena rakyat Indonesia dengan 65% berlatar belakang pendidikan SMP ke bawah, lebih mengandalkan mata ketimbang logika dalam menerima suatu inovasi.

Pemerintah perlu mengintensifkan komunikasi publik dengan Ormas dan OKP. Diperlukan “Perwira-perwira Penghubung” untuk menjadi mata dan telinga terhadap semua upaya dan tantangan yang berkembang terkait kerja keras, kerja cerdas dan kerja tuntas penanggulangan Covid-19.

Sejarah membuktikan bahwa peran ormas dan pemuda sangat besar dan strategis dalam perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia. Kolaborasi antara tokoh-tokoh intelektual ormas dan tokoh-tokoh pemuda lah yang mendorong terjadinya pembacaan Proklamasi Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Bung Karno di Jalan Pengangsaan Timur nomor 56 Jakarta.

Negara Bangsa Siaga
Secara makro bangsa besar hampir selalu berpijak pada tiga modal yaitu modal ekonomi, modal sosial  dan modal manusia. Covid-19 telah menorehkan berbagai pelajaran berharga. Banyak dampak negatif yang ditimbulkan, tetapi tidak sedikit juga dampak positif berupa renungan dan pembelajaran yang bisa dipetik. Salah satu pelajaran yang dapat dituai adalah tidak tersedianya contingency plan dan exit strategi mengantisipasi dampak negatif bencana yang bersifat multidimensi. Banyak sektor terdampak covid yang belum maksimal tersentuh solusi penanganan komprehensif, termasuk sektor pendidikan.

Kita harus belajar dari berbagai negara yang relatif tegar dan cepat dalam mengendalikan cengkeraman Covid-19. Jepang misalnya, tidak terlalu gusar karena siaga budaya dan kebiasaan disiplin yang tinggi, mampu lebih tenang dalam mengendalikan Covid-19. Dua negara lain yakni Korea Selatan dan Taiwan yang secara teknis dalam keadaan siaga perang dengan Korea Utara dan Cina, juga dapat dijadikan referensi. Karena selalu dalam keadaan siaga, mengharuskan kedua negara ini selalu siap dengan skenario rencana cadangan jika sewaktu-waktu terjadi perang dengan segala konsekuensinya. Ketiga negara siaga tersebut terbukti menjadi negara makmur di Asia.

Indonesia harus bekerja keras menumbuhkembangkan modal dasar yang sudah menjadi konsensus bersama yaitu Bhinneka Tunggal Ika sebagai bentuk siaga kebangsaan kita di tengah pluralitas yang ada. Kerja keras, kerja cerdas dan kerja tuntas semakin dibutuhkan pada era otonomi daerah seperti sekarang ini. Jangan biarkan perasaan sedaerah, separtai politik, seuniversitas, seormas, sekementerian melebihi perasaan sebangsa dan setanah air Indonesia. Energi yang masih tersisa jangan bias dan terbuang hanya untuk perdebatan yang tidak urgen, karena bangsa dan negara sedang membutuhkan energi kolektif untuk dapat lebih cepat membawa Indonesia keluar dari ancaman dan dampak pandemi Covid-19.

Oleh: Dr.Ir. Ishak Tan, M.Si
Dosen Universitas Winaya Mukti; Mantan Sekjen Pimpinan Pusat Pemuda Panca Marga

Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opini

TRANSFORMASI SURIAH
Al-Jolani Tanggalkan Jejak Al-Qaeda

Published

on

By

 KETIKA pemberontak Khmer Rouge (Khmer Merah) memasuki Kota Phnom Penh (April 1975). Rakyat ketakutan. Pemandangan berbeda, saat Hayat Tahrir Al-Sham (HTS) memasuki Kota Damaskus. Rakyat bersorak-sorai. Gembira!

 Ketika Khemer Merah menduduki Phnom Penh, semua suprastruktur lenyap. Mulai dari PM Long Boret, hingga adik mantan Presiden Lon Nol, Lon Non (Mandagri). Keduanya dieksekusi, sesaat setelah Phnom Penh jatuh. Dua juta rakyat juga di-eksekusi kurun empat tahun.

  Lon Nol sendiri melarikan diri, sebelum Khmer Merah menduduki Ibukota. Pemimpin Khmer Merah, Kheu Samphan, Pol Pot, Ieng Sary, dan Son Sen sendirilah yang memerintahkan esksekusi tersebut. 

    Ketika Abu Mohammed Al-Jolani memastikan Presiden Bashar Al-Assad telah 'lari'. Jolani dan pasukannya memasuki Damaskus. Rakyat menyambutnya.

  Bak pahlawan, Al-Jolani yang mantan 'afiliator' Al-Qaeda, bahkan memberi statemen yang menyejukkan. "Tidak boleh ada yang menyakiti sesama anak bangsa". Penjara-penjara tahanan politik pun dibuka. Semua tahanan dibebaskan.

  Yang lebih mengejutkan. Julani meminta PM Mohammed Ghazi Al-Jalali (Rezim Bashar Al-Assad), membentuk Pemerintahan transisi. Kalimat itu diikuti dengan perintah. Tak ada yang boleh merusak fasilitas negara, karena itu milik negara.

  "Phrasa" Al- Sham (Hayat Tahrir Al-Sham/HTS), menyitir pada "Negeri Syam", dalam sejarah kenabian. Adalah satu bandar perdagangan ramai di masa lalu. Syam (Sham) merupakan sebutan untuk Suriah (Syria) yang penuh dengan makna "historical". 

    Terletak di sebelah Utara Kota Mekkah, dua kali Nabi Muhammad SAW, mengunjungi Kota ini. Saat berusia 12 tahun (583 Masehi), mengikuti Pamannya Abu Thalib berniaga. 

Memasuki usia 25 tahun (595 M), Muhammad kembali ke "Al-Sham", setelah dipercaya Saudagar kaya Siti Khadijah (Isterinya) memimpin misi dagang. 

 Selain Sham (Syam), satu bandar lagi di Selatan (Yaman), adalah tempat berniaga favorit di abad ke-6 hingga ke-18.

  Baik Suriah, maupun Yaman, kini adalah dua "Tanah" yang bergolak. Penuh dengan darah dan perseteruan. Kedua negara ini, tempat lahirnya organisasi-organisasi perlawanan fundamental. Yang dipicu oleh "devide et impera" negara-negara besar.

  Faktor Israel,  menjadi "sumbu" arus utama (mainstream), lahirnya Islam fundamental di Suriah dan Yaman. Pencaplokan (aneksasi) Dataran Tinggi Golan (wilayah Suriah) oleh Israel, dan keberadaan Palabuhan Eliat (milik Palestina yang direbut Israel) di ujung Teluk Aqaba (di tepi Laut Merah), menjadi perseteruan abadi.

 Kesemuanya menjadi sumbu abadi keributan di Timur Tengah. Tentu saja, faktor aneksasi Gaza dan Tepi Barat sebagai "panglimanya". Ketiga faktor tersebut harus di selesaikan, dan AS-Israel mesti punya "political will". Untuk mau duduk bersama dengan seluruh elemen Timur Tengah. Dalam hal ini Liga Arab dan PBB.

  Kini Suriah (Al-Sham) telah dibebaskan. Hampir seluruh Kota merayakannya. Tidak ada 'keseraman' ketakutan dan image pemberontak Islam menang, semua akan dilibas. 

  Kasih sayang dan kelembutan hati HTS terucap dalam beberapa 'phrasa' sang pemimpin HTS kepada pasukannya: "Anda adalah pelindung, dan ini adalah milik rakyat Suriah. Kalian harus tetap rendah diri dan merangkul,"Abu Mohammed Al-Jolani memberi perintah.

  Sejarah keluarga Assad, memang kelam. Pembantaian terhadap ribuan rakyat (1982) di Kota Hama, menjadi luka sejarah yang menganga. Kala itu, Ayah Bashar Al-Assad (Hafezh Al-Assad)  memadamkan pemberontakan Islam Sunny (Ikhwanul Muslimin).

  Pembersihan perlawanan yang dikomandoi oleh keluarga Assad, Jenderal Rifaat Al-Assad berlangsung Selama 27 hari. Perkiraan rakyat sipil yang dihabisi oleh Ayah Bashar Al-Assad (Hafezh Al-Assad), sekitar 40.000 orang. Sebagian besar rakyat sipil.

  Dalam kesejarahan Timur Tengah, serangan Pasukan Suriah terhadap pemberontakan di Kota Hama tersebut. Menjadi tindakan yang paling mematikan oleh Pemerintahan Arab mana pun terhadap rakyatnya sendiri.

 Al-Jolani sang pemimpin oposisi, di sambut bak pahlawan oleh rakyat Suriah. Tidak ada ketakutan. Tak ada kecemasan. 

Terlahir sebagai Ahmed Al-Sharaa, Abu Mohammed Al-Jolani memang telah lama menghapus dirinya dalam catatan kekerasan organisasi perlawanan Islam terhadap Barat, Al-Qaeda.

  Al-Jolani, ingin mengobati luka rakyat Suriah selama lebih dari 50 tahun (Hafezh Al-Assad dan Bashar Al-Assad) dengan kultur modern, perdamaian (Peace) dan diplomasi.

   Memutuskan hubungan dengan Al-Qaeda dan membubarkan sempalannya (Jabhat Al-Nusra), Al-Jolani membentuk poros perlawanan HTS. 

Langkah moderat inilah yang membuat rakyat Suriah mendukung pembebasan negerinya dari rezim otoritarian, Partai Baath, partainya Bashar Al-Assad. Lewat tangan Abu Mohammed Al-Jolani.

 Meminjam penyair pasohor Indonesia, WS Rendra (1935-2009). "Politik adalah cara menggulingkan kekuasaan. Untuk menikmati giliran berkuasa". Tentu Al-Jolani, tidak semata berkuasa untuk itu.

   Harapan kita, Suriah di tangan Al Jolani. Masuk ke era baru. Era kesejahteraan (prosperity), dan perdamaian (Peace). Sekaligus merangkul semua elemen, untuk membangun Suriah. Karena HTS, bukanlah Khmer Merah.()

Oleh: Sabpri Piliang, WARTAWAN SENIOR

Continue Reading

Opini

Indonesia Sangat Kecil Dibanding Ukuran Sebenarnya

Published

on

By

BUKAN hanya dalam peta dunia ukuran Indonesia sangat kecil, namun dalam hal keuangan dunia ukuran keuangannya juga sangat kecil, kecil sekali kalau mau dipertegas. Mengapa bisa demikian? Pasti ada yang melakukannya, pasti ada yang membuat negara Indonesia seperti ini. Membuat ukurannya sangat kecil sehingga bisa diremehkan dan direndahkan.

Saya mau kasih contoh yang paling nyata supaya jangan banyak berdebat tentang ukuran keuangan. Negara Indonesia pada tahun 2022 jika diukur dari belanja negara nilainya hanya sebesar Rp 3.096 triliun. Belanja ini merupakan penjumlahan dari pendapatan negara pajak dan non pajak ditambah dengan utang dan hibah. Jumlah belanja negara Ini sangat kecil dibandingkan dengan penerimaan seluruh BUMN pada tahun 2022 yang mencapai Rp 3.200 triliun. Aneh kan?

Mengapa belanja negara bisa kalah dengan pendapatan semua BUMN yang sebagian dimiliki oleh swasta dan sebagian dimiliki oleh negara. Padahal dari sisi apapun negara pastilah lebih besar, kekuasaan, kewenangan, aset, dan lain sebagainya. Namun faktanya tidak demikian. Negara Indonesia itu kecil sekali.

Lebih tragis lagi kalau dibandingkan dengan swasta nasional secara keseluruhan. Ukuran keuangan negara mungkin tidak sampai 10 persennya. Coba kita bandingkan dengan penerimaan satu sektor saja yakni pertambangan batubara. Ukuran penerimaan dan juga pengeluaran negara Indonesia kalah dengan penerimaan sektor batubara.

Misalnya tahun 2025 nanti 500 an lebih perusahaan batubara Indoneaia akan memproduksi batubara sekitar 1 (satu) miliar ton. Jika harga batubara 150 dollar per ton maka penerimanya dapat mencapai Rp 2.225 triliun. Bagaimana kalau harga batubara 250 – 300 dolar per ton seperti yang terjadi pada tahun tahun sebelumnya, maka penerimaan sektor batubara dapat mencapai 300 miliar dollar atau Rp 4.650 triliun. Ini baru sektor batubara, belum sektir tambang lainnya dan sektor perkebunan seperti sawit yang juga sangat besar.

Itulah mengapa sekarang dari sisi keuangan negara dan pemerintah hanyalah sub ordinat terkecil dari Indonesia. Sebaliknya sektor swasta sekarang mengambil alih kekuasaan keuangan Indonesia, mengendalikannya, mengaturnya, memberikan pinjaman atau utang kepada negara dan pemerintah Indonesia dan seterusnya. Jadi wajar kalau ada pandangan para ekonom yang mengatakan bahwa kekuasan Indonesia sekarang ada di tangan oligarki keuangan, bukan ditangan negara atau pemerintah. Pandangan ini benar adanya jika dilihat dari sisi penguasaan keuangan.

Padahal ukuran negara Indonesia ini besar sekali dari sisi wilayah. Presiden Prabowo pernah mengatakan bahwa seluruh Eropa barat digabung jadi satu belum sebanding dengan ukuran Indoneaia. Presiden Jokowi sebelumnya juga pernah mengatakan demikian. Bahwa perjalanannya mengelilingi Indonesia telah membuktikan Indonesia itu sangat luas, panjang dan juga lebar.

Kedua presiden ini tampaknya sejalan atau membenarkan pandangan para penganut teori bumi datar bahwa Indonesia ini bisa sepertiga dunia karena panjangnya bisa mencapai 6000 km lebih. Ukuran ini adalah sepertiga diameter bumi menurut penganut bumi bulat yakni 12.000 km.

Menurut penganut bumi datar peta Indonesia sengaja dikecil kecilkan supaya mengesankan bahwa Indonesia nusantara ini kecil, gampang dijajah, diinjak sekali aja langsung tenggelam.

Bahkan Pulau Jawa dalam peta dunia sekarang makin lama digambar makin setipis tusuk gigi. Padahal orang orang terdahulu menggambarkan Pulau Jawa sebagai Java La Grande, benua besar yang tidak bertepi, melebar ke arah selatan sampai ke antartika. Kalau berdaarkan peta modern Pulau Jawa tadinya sebesar tusuk sate, sekarang sebesar tusuk gigi.

Bersamaan dengan itu Indonesia keuangannya dibuat kecil dan terus mengecil seiring melemahnya kurs rupiah terhadap dollar. Dalam rupiah kesannya membesar, namun dalam dolar sangat tipis. Bagaimana mengatasi ini semua?

Oleh: Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi, Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI)

Pajak Cita Rasa Kolonial

MENINGKATKAN pajak itu bukan merupakan tujuan dari semua negara. Banyak negara tidak terlalu mengedepankan pajak untuk membangun ekonominya. China misalnya malah penerimaan pajaknya hanya 7,7 persen GDP. China malah memperbesar subsidi atau menolak mencabut subsidi dengan alasan negaranya bukan negara maju. Para akademisinya dikerahkan agar pemerintah tetap memiliki legitimasi kuat untuk tetap menjalankan subsidi termasuk subsidi energi dan pangan. Jadi Indonesia pun jangan terlalu memfokuskan diri untuk memperbesar pajak. Namun sebaliknya menggunakan instrumen pajak untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi bukan melemahkannya.

Karena berdasarkan pengalaman sistem pajak makin lama sudah pasti akan membuat pemerintah makin kering kerontang, tidak akan meningkat kapasitasnya. Namun sebaliknya sistem pajak akan membuat pengusaha makin timbun dan gemuk. Nah ada yang lebih bahaya lagi sistem pajak akan membuat aparat negara yang ditugasin memungut pajak akan bisa punya rekening gelap yang sangat besar jumlahnya. Ujungnya negara akan bergantung pada utang. Karena pajak membuat ekonomi negara melemah, hati dan perasaan masyarakat melemah, merasa dikuras oleh pemerintah.

Dalam sistem pajak Indonesia banyak sekali akal-akalannya, agar setoran ke negara kecil sekali. Ini pekerjaan gampang bagi pengusaha dan penguasa atau petugas pajak. Intinya akal-akalan ini adalah dengan memperbesar biaya biaya sehingga laba sebelum pajaknya makin kecil. Maka setelah itu bayar pajaknya bisa sangat kecil. Ditambah berbagai kecurangan utama seperti kecurangan jumlah produksi, kecurangan jumlah ekspor, dan lain sebagainya.

Jangankan pengusaha swasta BUMN saja bisa mengakali agar setoran pajak kepada negara kecil. Caranya memperbesar biaya yang basisnya kira kira. Coba periksa laporan Keuangan Pertamina misalnya. Biaya penyusutan Pertamina bisa mencapai 15 miliar dolar setahun, sementara aset pertamina hanya 91 miliar dollar. Jadi usia ekonomis semua aset pertamina hanya 6-7 tahun. Ini tidak mungkin. Bisa jadi ini untuk meningkatkan tagihan dana kompensasi dan dana subsidi kepada pemerintah. Jadi biaya penyusutan yang besar akan mengurangi pajak kepada negara. BUMN yang lain juga demikian. Jadi periksa yang teliti. Setelah itu simpulkan secara benar.

Apa bukti sejarah bahwa sistem pajak tidak akan membantu negara untuk bisa dapat uang banyak. Lihat saja tax rasio Indosia terhadap GDP makin lama makin kecil. Tahun 1981 tax revenue Indoneaia terhadap GDP 21 persen. Kalau sekarang GPD Indonesia sekarang 21 ribu triliun maka jika 21 persen adalah penerimaan negara, maka penerimaan negara sekarang bisa mencapai 4426 triliun. Sekarang pendapatan negara terhadap GDP hanya Rp.2443 triliun. Jadi negara tidak perlu utang lagi jika merancang APBN 2025.

Apa arti data ini bahwa sistem penerimaan negara yang direformasi sejak tahun 1998 justru menyebabkan penerimaan negara terhadap GDP makin menurun. Apa inti dari reformasi sistem penerimaan negara, yakni mengubah atau menyerahkan kekayaan negara kepada swasta, menyerahkan sumber daya alam untuk dikelola swasta, lalu negara memungut pajaknya atas hasil ekploitasi sumber daya alam tersebut.

Pengalaman sejarah bahwa Indonesia pernah mendapatkan banyak uang dari minyak. Minyak sendiri menggunakan sistem bagi hasil. Ini adalah sejarah yang penting untuk dijadikan pelajaran. Namun belakangan produksi migas menurun? Mengapa karena banyak sekali pajaknya dalam usaha minyak ini. Bahkan sekarang pajaknya melebar ke sana kemari, dari ekploitasi, ekploitasi sampai penjualan minyak. Semua diintip dengan pajak. Akhirnya penerimaan minyak kalah jauh dengan penerimaan cukai tembakau.

Selepas minyak sebetulnya Indonesia tidak kekurangan sumber yang lain, negara ini berada pada urutan terbatas sebagai penghasil komoditas. Nomor 1 eksportir batubara terbesar di dunia, eksportir sawit nomor satu terbesar di dunia, penghasil Nicle terbesar di dunia, perusahan emas dan tembaga terbesar di dunia ada di Indoneia. Apalagi sekarang era transisi energi Indonesia adalah pemilik panas bumi tersebar di dunia, gas alam, dan cadangan hutan serta bio massa terbesar di dunia. Apalagi dan banyak lagi. Semua ini tidak akan berhasil kalau negara mengandalkan atau bertumpu pada usaha menggenjot pajak. Apalagi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang langsung dikeruk dari rakyat. Itu akan sangat kontra produktif.

Hal yang lebih fundamental lagi terkait pajak adalah bahwa sistem pajak itu memiliki cita rasa kolonial. Pertama kali pajak sedesa desa diperkenalkan oleh Raffles Gubernur jenderal Inggris di Jawa 1811). Hasilnya ini menimbulkan pemberontakan Diponegoro yang merupakan akumulasi perlawanan terhadap pajak kolonial (1825-1830). Coba nonton film perlawanan Datuk Maringgih perang di Sumatera itu adalah perlawanan terhadap sistem pajak Belanda waktu itu. Jadi pajak ini memiliki cita rasa kolonial. Sejarah ini tidak terlupakan. Ada di lubuk hati bangsa Indonesia.

Oleh: Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi, Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI)

Continue Reading

Opini

KEKUASAAN SURIAH RUNTUH
“Gotcha” Klan Assad

Published

on

By

PRAGMATISME Abu Mohammed Al-Jolani, dan momentum penggulingan Presiden Bashar Al-Assad. Berada di ruang dan waktu yang tepat. Dalam bahasa 'slank'nya, "Gotcha". Kena!

 Terlepas dari "in group", atau "out group", terlepas dari (seperti biasa). Negara-negara "Barat" (AS dan sekutunya) akan selalu men-"stempel", gerakan pembebasan (kemerdekaan) berbau Islam. Sebagai organisasi "teroris".

Sekali ini tidak! Barat menonton! Barat tengah asyik menyaksikan, dan memang mengharapkan Assad runtuh. Tumbang, tanpa perlu meminta Israel ikut membom Damaskus (Ibukota), agar akselerasi kejatuhan Rezim Assad berlangsung lebih 'instant'. 

Keberhasilan salah satu faksi perlawanan Bashar Al-Assad, Hayat Tahrir Al-Sham (HTS) merebut kota-kota penting secara cepat (seminggu), mulai dari Idlib, Aleppo, dan kemarin Kota Hama, telah memberi sinyal. 

 Bashar Al-Asad segera tumbang. "Pintu rumah" Assad, dalam hitungan 1  hari ini akan diketuk. Atau pintu itu akan terbuka sendiri, dengan langkah gontai. Meninggalkan Suriah, pergi ke pengasingan?

 Tanda-tanda penguasa 24 tahun (sejak tahun 2000), tengah berada di gerbang akhir kekuasaan, nampak makin jelas.  Konsolidasi Hezbollah (Lebanon), dan "recovery" Iran setelah saling serang instalasi arsenal dengan Israel, membuat fokus keduanya terpecah. Hal itu ditambah lagi dengan konflik Rusia-Ukraina yang memasuki tahun ke-3. 

“Supporting” AS (dan sekutunya) kepada pemerintahan Zvonomyr Zelinsky (Ukraina) yang tak terbatas, menjadikan perang ini tidak mudah bagi Rusia. Rusia, seperti halnya Hezbollah dan Iran, tidak lagi sepenuhnya membantu Assad.

 Rezim Bashar Al-Assad yang sejak tahun 2011 terimbas "Musim Semi Arab" (Arab Spring) atau lebih dikenal sebagai "Revolusi Timur Tengah", terus menerus menghadapi pemberontakan dari sejumlah sampalan organisasi perlawanan Islam.

 Menilik negara-negara 'oposisi' AS di Timur Tengah, hanya Assad yang selamat dari keruntuhan akibat "Arab Spring". Salah satunya, Mohammar Khadafi (Libya), "close friend" dan sahabat kental yang selalu mendukung Assad, tumbang dan terbunuh. 

   Jauh sebelumnya (2006), karib seiya-sekata Partai Ba'ath Suriah di Irak (baca: Bashar Al-Assad), Saddam Hussein tewas di tiang gantungan. Harapan Assad untuk mempertahankan kekuasaan, tinggal pada kebaikan: Iran, Rusia, dan Hezbollah (Lebanon).

  Inilah momentum mengakhiri 'klan' Assad. Sikap keras rezim Assad, sejak kekuasaan sang Ayah (Hafezh Al-Assad/1971-2000) yang memberangus semua perlawanan Islam, termasuk Ikhwanul Muslimin (1982). Saatnya berakhir.

 Hezbollah yang biasanya cepat tanggap mem-"back up" Assad secara personel, kini terkunci di Lebanon. Kematian sebagian besar pemimpinnya, membuat Hezbollah lebih memilih konsolidasi untuk menghadapi Israel di babak baru. 

  Babak "wait and see", babak melihat apakah gencatan senjata dengan Israel saat ini, akan berumur panjang atau berumur pendek. Faktor eksternal Hezbollah, yaitu sikap Israel terhadap Hamas, akan menentukan konstelasi Timteng.

  'Report "The Guardian" dua menit lalu menyebutkan, Kota Damaskus (Ibukota Suriah), telah jatuh ke tangan pasukan tokoh garis keras yang kini menjadi pragmatis (Abu Mohammed Al-Jolani/HTS). 

 Kejatuhan Damaskus telah diduga. Ini setelah Kota Hama diduduki dan pasukan HTS masuk ke Kota Homs. Homs sebagai penyangga Damaskus, tak mampu lagi menahan laju Pasukan pemberontak. Bashar Al-Assad pun melarikan diri, belum diketahui kemana. 

  Hayat Tahrir Al-Sham (HTS) adalah gerilya Islam yang dibentuk oleh Al-Qaeda, yang kemudian memisahkan diri. Dalam perjalanannya, HTS sangat bermusuhan dan berseberangan dengan ISIS. HTS dengan tegas menolak bertasbih dengan ISIS.

 Bagaimana nasib Suriah pasca Bashar Al-Assad pergi? Apakah akan ada Pemerintahan Suriah di pengasingan? Perkembangan bergerak cepat. Kita tunggu.

Oleh: Sabpri Piliang, WARTAWAN SENIOR

Continue Reading
Advertisement

Trending