Connect with us

Ekonomi

Aptrindo Sebut Macet Penyebab Pungli Terhadap Sopir Truk Petikemas

Published

on

Jakarta, HarianSentana.com – Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan mengatakan, bahwa maraknya pungutan liar (Pungli) yang terjadi kepada para sopir truk petikemas, ketika proses bongkar muat barang di lingkungan Pelabuhan Tanjung Priok bermula ketika kemacetan terjadi di wilayah Tanjung Priok.
Hal ini disampaikan Tarigan dalam sebuah wawqncara yang dikutip, Senin (14/6/2021). “Ketika jalan macet truk tidak dapat bergerak, maka ketika itu datanglah segerombolan orang untuk memeras pengemudi kami. Baik itu memeras uangnya, handphonenya, bahkan mobil yang dalam keadaan hidup pun bisa dicabut baterinya,” kata Tarigan.
Menurut dia, hal ini sangat meresahkan, sebab terkadang pengemudi truk memang hanya seorang diri, dimana mereka membawa petikemas yang tujuannya ekspor.  “Jadi kita lihat akar masalahnya adalah jalan macet,” ungkapnya.
Selain itu, kata dia, halmlain juga menjadi penyebab adalah adanya depo yang menerima order pengangkutan barang, namun tidak sesuai dengan kemampuannya sehingga  menyebabkan antrian yang begitu panjang dan merugikan pengemudi.
“Mereka mengantri lama di jalanan, panas dan kemudian diperas juga sama preman. Inilah duduk persoalan yang sebenarnya dan ini sudah lama dibicarakan di Tanjung Priok. Bahkan dengan Kapolres Tanjung Priok sudah pernah dibicarakan hal itu,” cetusnya.
Menanggapi hal itu, Direktur Pusat Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria menilai, bahwa persoalan klasik yang terjadi di Tanjung Priok tidak selalu terjadi di area Pelabuhan, melainkan justru lebih banyak tindak kejahatan terjadi di luar Pelabuhan.
“Jadi pungli yang terjadi di wilayah Priok terkesan seakan dominan terjadi di dalam wilayah pelabuhan dan ini sangat bisa menyudutkan dan mencederai nama baik dan citra BUMN yang mengelola pelabuhan. “Penggunaan istilah Tanjung Priok dalam kasus pungli ini pun terkesan dan bisa dipahami publik itu adalah Pelabuhan Tanjung Priok. Padahal pungli terhadap truk dominan terjadi pada jalan raya menuju dan keluar Pelabuhan Tanjung Priok sebagaimana dinyatakan ketua umum Aptrindo,” papar Sofyano
Sementara itu, terkait isu pungli yang terjadi di dalam Pelabuhan, dan santer disebut melibatkan oknum petugas Gantry Crane dan operator Pelabuhan, Sofyano menyebut hal itu memang harus dipastikan tidak terjadi lagi.
Meskipun petugas dan operator gantry crane berdalih para sopir memberi sejumlah uang dengan sukarela, namun tetap saja hal itu mencoreng nama baik pengelola Pelabuhan dan hal ini harus dihentikan.
“Di sisi lain, pemberian uang kepada operator dalam wilayah Pelabuhan, apapun alasannya harus dihentikan dan ini bisa dianggap sebagai suap karena ini terjadi terkait tugas dari petugas BUMN yang mengelola Pelabuhan, dalam hal ini adalah petugas operator crane. Karenanya pemberi dan penerima suap bisa dikenakan sanksi hukum terkait suap,” tegasnya.
Tak hanya itu, kata dia, pihak pengelola Pelabuhan juga harus menyampaikan kepada pengguna jasa terkait standar operasional prosedur bongkar muat barang secara detil agar pengguna jasa menjadi paham dan tidak dijadikan celah bagi oknum petugas untuk mengeruk keuntungan pribadi.
“Terkait dengan pelayanan, pihak IPC perlu pula menetapkan dan menyampaikan ke pengguna jasa pelabuhan  berapa lama masa pelayanan pemuatan kontainer kepada truk yang sudah masuk jalur antrian . Ini yang harus diawasi ketat oleh manajemen IPC atau JICT,” pungkasnya.(s)
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ekonomi

Langgar Aturan, Warga Tolak Pembangunan SUTET Priok-Muara Tawar. Bakal Bawa ke Jalur Hukum

pembangunan sutet tg.priok muara tawas bermasalah

Published

on

Jakarta, hariansentana.com – WARGA keberatan dan menolak pembangunan SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) T.24 500 kV di Gg. Teladan IV, Kel.Tugu Selatan, Koja, Jakarta. Pasalnya, pembangunan SUTET tersebut dinilai melanggar ketentuan yang berlaku, tidak sesuai SOP dan diduga kuat ada “Permainan” oknum di lapangan.

Sebelumnya, diberitakan berbagai media (kompas dan ANTARA) tentang penolakan warga karena adanya pelanggaran prosedur dan atsu SOP pembangunan SUTET itu di beberapa titik jalur Priok-Muara Tawas.Melalui kuasa hukumnya, seorang warga yang terdampak pembangunan SUTET tersebut, Labuhan Ruku Parhusip, menolak pembangunan SUTET yang berjarak kurang dari 1 meter dari rumahnya.

Advokat dari Kantor Advokat “LEONARDO OMPU SUNGGU & Associates selaku kuasa hukum Labuan Ruku Parhusip telah melayangkan surat keberatan dan penolakan, setelah sebelumnya melayamgkan surat somasi.Dalam surat kepada Unit Induk Pembangunan (UIP) Jawa Bagian Barat dan ditujukan kepada Manager UPP (Unit Pelaksana Proyek) Jawa Bagian Barat 4, Eko Sukmawanto, JI. H. Adam Malik, Komp. PLN GI Petukangan, Pondok Aren, Tangerang Selatan.

Leonardo Ompu sunggu menguraikan berbagai alasan keberatan dan penolakan diantaranya; bahwa pembangunan SUTET tersebut melanggar Tata Ruang dan Zona Aman. Dalam surat itu juga disampaikan Keberatan dan penolakan Hasil Survei Tapak Tower T.24 Tugu Selatan yang dilakukan bersama BPN (Badan Pertanahan Negara) Jakut.

Adapun yang menjadi dasar dari keberatan dan penolakan itui adalah bahwa, pada pokoknya keberatan terhadap Hasil Survei Tapak Tower T.24 SUTET beserta lampiran-lampirannya.

Menurut Leonardo, terdapat ketidaksesuaian Data Survei dengan Kondisi Faktual, dimana dalam Peta/Denah Lokasi hasil survei, lokasi tanah dan bangunan milik Kliennya dalam peta ditunjukkan dengan nomor objek 01098 berada kurang dari ± 1 (satu) meter atau lebih tepatnya. adalah 97 cm dari Tapak Tower SUTET 500 kV (T.24), hasil survei menyebut lokasi sebagai “Gang Telaga IV”, padalah lokasi yang sebenarnya adalah Gang Teladan IV. serta menyatakan area di samping rumah milik kliennya sebagai “gang umum”, padahal merupakan tanah milik pribadi.

“Kesalahan ini melanggar Pasal 11 ayat (2) Peraturan Menteri ESDM No.13 tahun 2021 tentang Ruang Bebas Dan Jarak Bebas Minimum Jaringan Transmisi Tenaga Listrik Dan Kompensasi Atas Tanah, Bangunan, Dan/Atau Tanaman Yang Berada Di Bawah Ruang Bebas Jaringan Transmisi Tenaga Listrik, yang mewajibkan survei dilakukan secara akurat dan objektif sesuai kondisi nyata, serta melanggar Pasal 33 s.d Pasal 37, Peraturan Menteri ATR/BPN No.19 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan. Untuk Kepentingan Umum, yang menegaskan pentingnya validasi partisipatif dan keterbukaan proses pengukuran ulang,” terang Leonardo, Jumat (16/5/2025).

Terkait adanya dugaan Pelanggaran Terhadap Tata Ruang dan Zona Aman, kata Leonardo, hal itu juga didasari Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.777 tahun 2022 tentang Penetapan Lokasi untuk Pembangunan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 kV di Kota Administrasi Jakarta Utara dan Kota Administrasi Jakarta Timur. Bahwa penempatan infrastruktur bertegangan tinggi seperti SUTET harus memperhatikan kriteria jarak aman.

“Hal itu melanggar Pasal 11 ayat (2) Peraturan Menteri ESDM No.13 tahun 2021 tentang Ruang Bebas Dan Jarak Bebas Minimum Jaringan Transmisi Tenaga Listrik Dan Kompensasi Atas Tanah, Bangunan, Dan/Atau Tanaman Yang Berada Di Bawah Ruang Bebas Jaringan Transmisi Tenaga Listrik, yang mewajibkan survei dilakukan secara akurat dan objektif sesuai kondisi nyata, serta melanggar Pasal 33 s.d Pasal 37, Peraturan Menteri ATR/BPN No.19 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan. Untuk Kepentingan Umum, yang menegaskan pentingnya validasi partisipatif dan keterbukaan. proses pengukuran ulang,” tegasnya.

Lanjut Leonardo, kliennya pun tidak dilibatkan dalam Proses Inventarisasi dan Validasi.

“Klien kami awalnya menerima undangan sosialiasi, namun kemudian dikecualikan dari proses,” katanya.

Menutut dia, hasil survei dan pengambilan keputusan tanpa adanya forum klarifikasi bertentangan dengan; Pasal 13 ayat (1) Peraturan Menteri ESDM No.13 tahun 2021 mewajibkan keterlibatan masyarakat berdampak dan Pasal 9 s.d Pasal 12 UU No.2 tahun 2012 yang mengatur bahwa proses pengadaan tanah harus mencakup partisipasi warga yang memiliki hak dan terdampak.

“Juga Pasal 36 Peraturan Menteri ATR/BPN No.19 tahun 2021 pengukuran ulang harus diberitahukan dan disaksikan oleh warga terdampak,” ujar Leonardo.

Lebih lanjut dikatakan Leonardo, PLN haruslah memperhatikan hak Sosial dan Perlindungan terhadap kliennya dan warga sekitar.

“Klien kami sebagai warga yang terdampak langsung baik fisik dan psikologis seharusnya masuk dalam kategori penerima perlindungan dampak sosial, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No.62 Tahun 2018 tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan dalam Pengadaan Tanah, termasuk hak atas: Informasi yang transparan, Ruang pengaduan dan Kompensasi atau Relokasi jika terdampak langsung,” ujar dia.

Lagi kata Leonardo, berdasarkan Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan dan wajib diberlakukan berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 36 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia 0225:2011 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2011 (PUIL 2011) dan Standar Nasional Indonesia 0225:2011/Amd1:2013 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2011 (PUIL 2011) Amandemen 1 Sebagai Standar Wajib, berfungsi untuk menjamin keselamatan instalasi listrik serta perlindungan masyarakat dan lingkungan.

“Beberapa poin yang penting dari PUIL 2011 yang relevan: Jarak Bebas Minimum (Clearance). Pasal 7.9.1.2.3 PUIL 2011 berbunyi “Jarak minimum antara penghantar saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET) dengan bangunan hunian adalah 8 (delapan) meter secara horizontal dan 9 (sembilan) meter secara vertikal.” Artinya bahwa jarak minimum antara konduktor SUTET dengan bangunan permanen atau tempat hunian adalah minimal 8 (delapan) meter secara horizontal dan 9 (sembilan) meter secara vertikal,” jelasnya.

“Nah, ini jarak dari titik pancang SUTET dengan rumah klien kami kurang dari 1 meter,” sambungnya.

Kemudian, kata Leonardi, memperhatikan juga Zona Bebas (Right of Way/ROW), dalam proyek SUTET 500 kV, ROW yang disarankan adalah sekitar 20 (dua puluh) meter dari sumbu tower ke setiap sisi, jadi 40 (empat puluh) meter total (standar PLN dan rekomendasi Kementerian ESDM). Bangunan atau hunian yang berada di dalam zona ROW tersebut tidak diperbolehkan berdiri, kecuali dalam kondisi tertentu (misalnya jika dibebaskan atau diberi kompensasi).

“Bahwa Provek Tower SUTET 500 kV Priok Muara Tawar (T.24) ini termasuk kategori instalasi bertegangan sangat tinggi (Extra High Voltage Transmission). Jika dikaitkan kondisi yang terjadi di lokasi Proyek Tower SUTET 500 kV Priok Muara Tawar (T.24) dan jarak rumah Klien kami berada kurang dari ± 1 (satu) meter atau lebih tepatnya adalah 97 cm dari Struktur Tower SUTET 500 kV (T.24) dengan aturan PUIL 2011,” ungkapnya.

Oleh karena itu, Leonardo menilai bahwa.lokasi Rumah kliennya terlalu dekat dengan Tower SUTET T.24 yakni hanya berjarak 97 Cm dimana itu mengancam keselamatan jiwa kliennya.

“Tidak memenuhi standar minimum jarak aman horizontal (8-12 meter) Berpotensi melanggar ketentuan Pasal 7.9.1.2.3 PUIL 2011, yang bisa mengakibatkan resiko kejutan listrik, gangguan elektromagnetik, hingga keselamatan kebakaran,” jelasnya.

Oleh karenanya, tegas Leonardo, pihak PLN harus memasukkan rumah kliennya kedalam Wilayah Right of Way (ROW).

“Bangunan rumah milik Klien kami wajib dikosongkan dan Klien kami berhak untuk di Relokasi sesuai dengan prinsip keselamatan instalasi dan hak atas rasa aman sebagai warga Negara dan berhak mendapat kompensasi,” tegasnya.

Potensi Pelanggaran oleh Pelaksana Provek.Lagi menurut Leonardo, jika proyek tetap berjalan tanpa mengakomodasi kondisi itu maka dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap standar teknis ketenagalistrikan, khususnya. PUIL 2011 yang berpotensi memicu sanksi administrasi dan Pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 54 Undang-undang No.30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.

“Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, kami menyatakan dengan tegas bahwa:Klien kami berada dalam zona terlarang dan berbahaya secara teknis maupun regulatif untuk pendirian Tower SUTET 500 kV Priok Muara Tawar (T.24) dan berhak atas relokasi atau pembebasan lahan serta kompensasi,” tegasnya.

Karena, kata Leonardo, Pembangunan Tower SUTET 500 kV Priok Muara Tawar (T.24) dalam jarak tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap standar teknis, peraturan menteri, dan perundang-undangan yang berlaku.

“Kami mendesak agar pihak PT. PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan (UIP) Jawa Bagian Barat, Unit Pelaksana Proyek (UPP) Jawa Bagian Barat 4 agar menghentikan proses Pembangunan Tower SUTET 500 kV Priok Muara Tawar (T.24) dan melakukan klarifikasi ulang serta verifikasi lapangan bersama dengan melibatkan langsung pihak klien kami,” tandasnya.

Dugaan Kuat Ada Permainan Oknum

LapanganSementara, anak dari Ruku Parhusip. pemilik rumah terdampak, Dominggus Parhusip menilai, banyaknya pelanggaran yang dilakukan pihak pembangunan tapak SUTET T.24 di samping rumahnya yang menabrak ketentuan, kuat dugaan karena ada oknum lapangan yang mencari keuntungan pribadi lewat proyek pembangunan SUTET.

“Salahsatu contohnya, warga yang rumahnya dilewati proses pembangunan tiang pancang SUTET hanya mendapatkan kompensasi Rp. 200 rb per warga sementara di tempat lain (titik SUTET lainnya) saya dengar ada yang mendapat Rp. 500 rb. kok bisa beda?,” kata Dominggus.

Dia sendiri, aku Dominggus, tidak menerima uang kompensasi dampak debu tersebut, padahal proses pengerjaan SUTET lewat jalur rumahnya.

“Saya menolak saat disodori uang kompensasi 200 rb itu karena saya merasa tidak menyerahkan KK (Kartu Keluarga) tanda persetujuan,” ungkapnya.

“Padahal rumah saya terdampak langsung. tembok rumah kotor cipratan lumpur dan adukan semen, pagar rumah rusal dan sebagainya,” tambahnya.

Investigasi Lapangan

Memperoleh informasi banyaknya keluhan masyarakat di beberapa titik pembangunan tapak tower SUTET. hariansentana.com melakukan investigasi untuk melihat dan mencari informasi faktual di lapangan.

Dari penelusuran, didapati fakta bahwa benar ada uang kompensasi dampak debu pembangunan tapak tower SUTET. Namun jumlah nominal yang diterima warga terdampak berbeda-beda di titik tower satu dengan yang lainnya.

Di titik tower Tugu Selatan, warga terdampak menerima uang kompensasi Rp.200 ribu, pun di Gg. Maduratna, Kel. Rawa Badak Selatan menerima Rp. 200 ribu sekali saja, bukan tiap bulan. lain lagi dengan warga terdampak di Kebon Bawang dan Warakas, Tg.Priok. di sana warga terdampak menerima uang kompensasi debu Rp. 500 ribu /KK tiap bulan.

Bukan hanya soal perbedaan uang kompensasi dampak debu. di lokasi titik pancang tower juga tidak diketemukan papan proyek. di beberapa titik baru dipasang papan (bentuk spanduk) proyek setelah pondasi tapak tower selessi dibangun.

Kemudian, area pengerjaan mulai dari pengeboran tanah, bangun pondasi tower hingga pemasangan rangkai tiang SUTET hanya dipagari seng, itu pun tidak menyeluruh melingkari ruang area pembangunan tower SUTET). Dampaknya, banyak rumah warga yang tembok rumahnya kotor terkena noda lumpur hingga tembok dinding rumah retak.

Continue Reading

Ekonomi

Kepala NFA Arief Prasetyo Adi: Ketahanan Pangan Dimulai Dari Inovasi dan Keberagaman Produksi

Published

on

Purwakarta, Hariansentana.com – Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA), Arief Prasetyo Adi, menegaskan bahwa mewujudkan ketahanan pangan yang kokoh dan berkelanjutan bukan hanya soal ketersediaan pangan dalam jumlah besar. Lebih dari itu, dibutuhkan benih yang berkualitas, inovasi yang berkelanjutan, serta keberagaman produksi guna menghadirkan ragam pangan bergizi, terjangkau, dan berkesinambungan bagi seluruh masyarakat.

“Untuk membangun ekosistem pangan yang tangguh, kunci utamanya adalah benih yang baik dan berkualitas. Hal ini tentu perlu didukung oleh riset dan pengembangan (Research and Development), agar terus lahir inovasi yang relevan, terutama di tengah tantangan global seperti perubahan iklim,” ujar Arief dalam sambutannya pada peringatan 35 tahun PT East-West Seed Indonesia (EWINDO) di Purwakarta, Jawa Barat, Rabu (14/5/2025).

Arief menambahkan, penganekaragaman pangan harus dimulai dari sisi produksi. Ketersediaan benih hortikultura unggul dan adaptif menjadi fondasi penting untuk memperluas pilihan komoditas pangan yang bisa dikembangkan di berbagai wilayah. Inovasi dalam benih tak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga membuat hasil panen lebih tahan terhadap penyakit dan perubahan iklim, sekaligus memenuhi selera pasar.

“Selain intensifikasi dan ekstensifikasi, diversifikasi pangan juga harus terus kita dorong untuk menjamin keberlanjutan ketahanan pangan nasional. EWINDO berperan penting dalam menyediakan benih hortikultura yang dibutuhkan,” tuturnya.

Arief juga mendorong agar ke depan pengembangan benih tidak hanya difokuskan pada hortikultura, tetapi diperluas ke komoditas tanaman pangan lainnya. “Hal ini penting sebagai bagian dari upaya mencapai swasembada pangan dan juga tentunya untuk kesejahteraan petani, sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto,” tambahnya.

Menyadur data Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat Nilai Tukar Petani Hortikultura (NTPH) Indonesia terus menanjak. Per April 2025, NTPH berada di indeks 128,25 dan melebihi indeks NTPH tertinggi di tahun 2024. Indeks NTPH 2024 tertinggi tercatat di Juni dengan torehan 125,66.

Sementara itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy, dalam sambutannya menyampaikan bahwa pemerintahan Presiden Prabowo telah menetapkan lima prioritas pembangunan nasional, yaitu: Program Makan Bergizi Gratis, swasembada pangan, air, dan energi, peningkatan layanan kesehatan dan pendidikan, serta hilirisasi industri.

“Semua program ini memerlukan benih unggul—bukan sekadar baik, tapi terbaik. Swasembada pangan adalah prioritas nasional jangka pendek maupun panjang. Pertanian harus menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi, sekaligus menopang ekosistem ekonomi sirkular melalui praktik pertanian adaptif terhadap perubahan iklim dan pengembangan benih unggul yang berkelanjutan,” jelas Rachmat.

Lebih lanjut, Arief mengapresiasi peran sektor swasta yang telah menyediakan akses benih unggul, membangun pusat pembelajaran budidaya, serta mendorong praktik pertanian yang efisien dan ramah lingkungan. Menurutnya, langkah ini selaras dengan upaya diversifikasi produksi pangan dalam negeri—tidak hanya fokus pada beras, tetapi juga buah, sayuran, umbi, dan sumber karbohidrat lokal lainnya.

Dari sisi konsumsi, Arief menekankan pentingnya membentuk pola makan masyarakat yang lebih beragam, bergizi seimbang, dan aman. “Edukasi pangan dan literasi gizi harus ditingkatkan agar masyarakat memahami bahwa ketahanan pangan bukan hanya soal ketersediaan, tetapi juga keberagaman dan kecukupan gizi,” ujarnya.

“Ketahanan pangan adalah tanggung jawab bersama. Kita harus bergerak dari hulu ke hilir—dari laboratorium benih hingga meja makan. Dengan kolaborasi dan inovasi berkelanjutan, kita bisa membangun masa depan pangan Indonesia yang lebih sehat, mandiri, dan tangguh,” pungkas Arief.

Dalam kesempatan yang sama, Managing Director PT East West Seed Indonesia, Glenn Pardede, menegaskan komitmen perusahaannya dalam mendukung pertanian melalui benih hortikultura berkualitas.

“Hingga kini, kami telah memproduksi dan menjual sekitar 187 juta kemasan benih dari 296 varietas yang dikembangkan. Ini adalah hasil kerja keras lebih dari 900 karyawan kami, bersama para mitra, untuk memastikan benih sampai ke tangan para petani Indonesia,” ungkap Glenn.

Continue Reading

Ekonomi

Peta Jalan Pengembangan Tenaga Kerja Hijau Indonesia Langkah Strategis Masa Depan Berkelanjutan dan Inklusif

Published

on

JAKARTA, HARIANSENTANA.COM – Kementerian PPN/Bappenas dengan dukungan kerja sama pembangunan dari Pemerintah Jerman, Australia, dan Bank Dunia meluncurkan Peta Jalan Pengembangan Tenaga Kerja Hijau Indonesia dalam rangka Indonesia’s Green Jobs Conference (IGJC) 2025: Turning Vision Into Action.

Acara peluncuran peta jalan ini dihadiri Wakil Menteri PPN/Wakil Kepala Bappenas Febrian Alphyanto Ruddyard dan menegaskan peluncuran peta jalan ini merupakan bagian dari upaya kolektif untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045.

“Visi Indonesia Emas 2045 secara jelas telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024. Ini adalah bentuk komitmen bersama seluruh komponen bangsa untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju dan sejahtera,” jelas Wakil Menteri Febrian dalam sambutannya, Selasa (29/4).

Peta jalan ini dirancang sebagai panduan strategis dalam menyiapkan SDM untuk menghadapi tantangan transisi menuju ekonomi hijau. Dokumen ini menjadi acuan nasional dalam menyusun regulasi, program, dan investasi SDM secara terintegrasi dan inklusif.

Terdapat delapan sektor prioritas, mulai dari energi terbarukan hingga ekonomi sirkular yang dinilai memiliki potensi besar dalam mendukung transformasi ekonomi rendah karbon dan penciptaan pekerjaan hijau berkualitas. Pendekatan yang digunakan dalam peta jalan berfokus pada identifikasi tugas dan kompetensi yang berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan.

Hal ini memastikan pekerjaan hijau dapat dijabarkan menjadi kebutuhan keterampilan yang spesifik dan dapat dilatih secara sistematis.
Pada 2025, jumlah tenaga kerja hijau di Indonesia diperkirakan mencapai 4 juta orang atau 2,7 persen dari total tenaga kerja, dan dapat meningkat menjadi lebih dari 5,3 juta orang atau 3,14 persen pada 2029, dalam skenario pertumbuhan ekonomi tinggi.

Sementara itu, jumlah pekerjaan yang berpotensi menjadi hijau diproyeksikan mencapai 56 juta pada 2025 dan meningkat menjadi 72 juta pada 2029. Ini menunjukkan mayoritas tenaga kerja Indonesia memiliki potensi besar untuk bertransformasi menjadi tenaga kerja hijau, dengan dukungan teknologi, keterampilan, dan kebijakan pemerintah yang tepat. Meski begitu, proses transformasi ini juga menghadapi tantangan, seperti rendahnya partisipasi perempuan, tingginya proporsi pekerjaan informal, dan kesenjangan dalam pengupahan, serta perlindungan sosial.

Untuk itu, strategi jangka pendek dan menengah yang dirancang dalam peta jalan mencakup penyesuaian sistem pelatihan dan pendidikan vokasi agar sejalan dengan kebutuhan nyata pasar kerja hijau.

Peta jalan ini merupakan hasil kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan, termasuk Kementerian Ketenagakerjaan, kementerian/lembaga terkait lainnya, swasta, serikat pekerja, OMS, serta mitra pembangunan internasional seperti GIZ dan PROSPERA.

Peluncuran peta jalan ini juga menjadi bagian dari peringatan 50 tahun Kerja Sama Pembangunan Jerman di Indonesia. “Dukungan Pemerintah Jerman merupakan bagian dari upaya yang lebih luas untuk mendukung Indonesia dalam memajukan transisi yang adil, inklusif, dan berkelanjutan menuju ekonomi hijau.

Memajukan keterampilan tenaga kerja Indonesia menuju hijau menjadi salah satu faktor kunci,” jelas Duta Besar Jerman untuk Indonesia, ASEAN, dan Timor-Leste Ina Lepel.

Keberhasilan implementasi peta jalan bergantung pada sinergi dan kolaborasi multipihak meliputi pemerintah, swasta, akademisi, komunitas, hingga mitra pembangunan internasional. Melalui peta jalan ini, Indonesia menegaskan transformasi menuju ekonomi hijau harus ditempuh dengan menempatkan SDM sebagai pusat perubahan untuk mencapai tenaga kerja terampil, inklusif, dan siap menghadapi masa depan.

“Saya membayangkan dan bahkan bermimpi, bahwa dalam lima tahun ke depan, ketika seseorang ditanya ‘apa pekerjaan Anda?’, jawabannya tidak hanya soal gaji, tapi juga ‘seberapa hijau pekerjaan Anda?’ Mungkin itulah impian bersama kita: pekerjaan hijau sebagai ciri peradaban baru Indonesia,” pungkas Wakil Menteri Febrian.

Continue Reading
Advertisement

Trending