Seni Budaya
Padepokan Pencak Silat Garuda Paksi Lain Dulu Lain Sekarang
Jakarta, Hariansentana.com – Berawal sejak tahun 1973 guru besar yang bernama Manta Atmaja, SP memulai pengabdian terhadap kesenian Pencak Silat dengan nama Garuda Paksi Siliwangi.
Bermodal ilmu yang di peroleh dari masa nyantri kepada Raden Onto Amapuradirja dan beberapa Tokoh Spritualis di Tanah Pasundan, memberanikan diri untuk mengembangkan jurus pencak silat kepelosok Nusantara.
Saat itu beliau juga masih aktif dalam partisan Siliwangi atau PS , dengan segala keterbatad kondisi pada jaman tersebut dengan gigih beliau terus istiqomah dalam melestarikan budaya dan mengamalkan jurus-jurus pencak silat yang beliau peroleh selama ini.
Pada tahun 1980 an Baba Manta , panggilan akrab pria kelahiran (1958) bertemu 2 orang pemuda Usan Wahyudin dan Wandi pemuda berasal dari Jatiasih Kota Bekasi Jawa Barat.
Saat jaman sulit sekali mencari orang yang mau untuk nyantri atau berguru pencak silat di, jaman – jaman yang sulit telah mereka lalui.
mulai berlatih seni bela diri yang dari Gerakan-gerakan pencak silat dan latih Kepekaan batin itu merupakan kunci utama dari ajaran silat partisan siliwangi di ajarkan guru sepuh R.M Amapura Dirja.
Bermodal 46 Jurus , “Gerakan ini mulai di sebar luaskan dengan nama Padepokan Silat Garuda Paksi Siliwangi, gabungan rumusan dasar pikiran silaturahim. “
kata Baba Manta Pada Hariansentana.com. Rabu (20/9/2023)
Dimana arti nama tersebut adalah isi gagasan bernegara dan berbudaya serta tetap menjaga nilai silaturahim modal kita makluk sosial.
46 jurus tersebut menjadi jantung dari inti garuda paksi siliwangi dalam melakukan pengajaran pencak silat dimanapun berada.
Tahun berganti tahun, Ketiga guru ini terus mrnyebarkan kegiatan pelatihan pencak sikat sampai ke kampung-kampung hingga tersrbarlah padepokan padepokan di pelosok daerah terkhusus di Jawa Barat.
Karena keterbatasan kemampuan dan fasilitas padepokan silat garuda paksi siliwangi tidak dapat bersaing dengan para padepokan yang ada hingga saat ini.
Tahun 2023 padepokan silat garuda paksi siliwangi membuat revolusi baru perkembangan budaya silat selama ini tertidur lelap, sekarang alhamdulillah sudah punya murid puluhan
Dengan dasar hukum dan akte pendirian yayasan lahirlah wadah bernama, ” Garuda Paksi Indonesia”, wadah budaya silat untuk menaungi kegiatan-kegiatan sosial budaya di tengah masyarakat. “Jelasnya
Mengadopsi ajaran luhur guru sepuh RM Amapuradirja , semangat itu yang mendasari Garuda Paksi Indonesia dapat hidup kembali setalah sekian lama tertidur lelap.
Tanggal 01 Oktober 2023, di Jatiasih Kota Bekasi Garuda Paksi mengikrarkan janji terhadap para leluhur untuk terus melanjutkan perjuangan menyebarkan nilai nilai luhur berbangsa melalui budaya lokal.
Digawangi oleh guru besar Manta Atmaja, SP , Baba Guru Usan Wahyudin dan Baba Guru Wandi Garuda Paksi Indonesia siap menjadi wadah kegiatan berbasis budaya diseluruh penjuru nusantara.
Garuda Paksi Indonesia tergerak untuk mendaftarkan jurus silat Garuda Paksi ke warisan budaya tak benda WBTB unesco di tahun 2024. Sebagai wujud kecintaan kami terhadap budaya asli Pasundan / siliwangi untuk melanjutkan perjuangan para sesepuh atau pendahulu kita semua.(sutarno)
Seni Budaya
Pameran Foto “Toraja Tanah Leluhur: Tradisi Menantang Waktu” Sarat Makna ke-Indonesiaan
pameran foto toraja rumah para leluhur
Jakarta, hariansentana.com – PAMERAN Foto bertajuk “Toraja Tanah Leluhur: Tradisi Menantang Waktu” memiliki makna mendalam tentang ke-Indonesiaan kita. Indonesia yang terdiri dari Ratusan etnis dengan bahasa dan budaya lokalnya merupakan ciri khas tersendiri suatu bangsa. “Indonesia kaya akan budaya yang harus dipertahankan meski harus menantang waktu seiring perkembangan jaman,” kata fotografer Hasiholan Siahan, di gedung Institut Francis Indonesia (IFI) Jl. Wijaya I, Jakarta, Rabu (27/08/2025) malam.
Pameran foto yang dipajang dalam ruang galeri IFI Wijaya itu bukan sekadar karya visual, melainkan pintu menuju sebuah dunia: Toraja. Dunia di mana hidup dan mati berpelukan, di mana leluhur bukan sekadar kenangan, melainkan bagian dari keseharian.
Tajuk “Toraja, Rumah Para Leluhur: Tradisi yang Menantang Waktu” ini menghadirkan potret budaya Toraja dengan kedalaman yang jarang tersentuh. Setiap bidikan kamera menangkap denyut tradisi-dari kemegahan upacara Rambu Solo’, keheningan tau-tau yang berdiri gagah di tebing batu, hingga ritual Ma’nene yang membuat arwah dan keluarga kembali bersua.
“Toraja mengajarkan kita bahwa kematian bukanlah akhir, tetapi perjalanan pulang. Foto-foto ini adalah upaya untuk merekam pesan itu agar tak hilang di tengah zaman,” terang Olan, panggilan akrab Hasiholan Siahaan.
Menurut kurator pameran itu, foto-foto yang terpampang lebih dari sekadar dokumentasi, karya-karya ini menghadirkan rasa. Potret wajah-wajah tua yang penuh garis pengalaman, kerbau belang yang dihormati, anak-anak yang berlari di halaman tongkonan, semuanya menjadi jendela ke dalam jiwa masyarakat Toraja. Pengunjung bukan hanya melihat gambar, melainkan ikut menyelami filosofi Aluk To Dolo, kepercayaan leluhur yang menata kehidupan dan kematian.
Sementara, ketua pelaksana pameran lan Sutisna mengatakan, di era modern yang sering mengaburkan identitas, pameran ini menjadi pengingat bahwa budaya adalah jangkar. Toraja berdiri sebagai saksi bahwa kehidupan dan kematian, dapat disatukan lewat penghormatan pada leluhur.
Ibu Ester salah satu pengunjung pameran merasa kagum atas parneran foto yang menampilkan keindahan Budaya Tana Toraja ini.
“Pameran “Toraja, Rumah Para Leluhur: Tradisi yang Menantang Waktu ini bukan hanya sekadar visual, melainkan perjalanan batin Leluhur yang ditangkap sempurna melalui lensa fotografer, katanya.
Seakan sebuah undangan untuk berhenti sejenak, menatap foto-foto itu, dan mendengar bisikan leluhur yang berbicara lewat cahaya, tegasnya.Pameran digelar oleh Forsednibudpar dan Galeri Mata Nusantara (GMN) ini bertujuan untuk merawat kekayaan seni budaya bangsa Indonesia dan mewariskannya kepada generasi muda melalui data dan jejak rekam digital serta memperluasnya melalui pameran foto, diskusi budaya maupun buku dan sosial media.
Gratis dan terbuka untuk umum, acara berlangsung mulai 27 Agustus-7 September 2025. Tiga fotografer menampilkan 15 (Lima belas) karya foto dengan tema beragam, unik, menarik dan menggugah penonton.Selain itu diesok harinya Kamis, 28 Agustus pada pukul 15.00 WIB akan diisi dengan Diskusi Budaya dengan menghadirkan sejumlah narasumber yang mengupas Lunturanya Nilai Adat & Tradisi dimana upacara adat seperti Rambu Solo atau Ma’nene berpotensi ditinggalkan generasi muda karena dianggap rumit, mahal, dan memakan waktu.
Seni Budaya
Umat Konghucu se-Jabotabek Rayakan Sejit Kongco Kwan Kong
BOGOR, SENTANA – Kuil Ciu Lung Wang menggelar acara Sejit Kongco Kwan Kong atau Ulang Tahun Dewa. Dalam gelaran tersebut mereka menggelar acara selama 3 hari berturut sejak 17 Juli hingga 19 Juli.
Oka Jaya, Pengurus Kuil sekaligus panitia dalam acara itu mengatakan selama tiga hari pihaknya menggelar berbagai macam acara, mulai dari berdoa bersama hingga parade barongsai.
“Berdoa bersama, berbagi bantuan sosial dengan sesama dan juga masyarakat sekitar. Untuk hari ini kami menggelar ketrampilan ataupun parade barongsai,” kata Oka di lingkungan Kuil, Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Sabtu (19/7).
Oka menuturkan, selama dua hari selain diisi oleh hiburan kesenian betawi Gambang Keromong. Juga diadakan doa bersama dari Umat Konghucu serta Umat Buddha dari berbagai aliran.
“Diantara nya Majelis Rohaniwan Tridharma Indonesia ( MAPTRI ) dan Mahayana,” jelasnya.
Dalam doa bersama itu, Ketua Kuil, Gunta meminta kepada umat Konghucu di seluruh Indonesia untuk terus bersembahyang. Hal ini dilakukan agar nasib pribadi maupun bangsa kedepan bisa lebih baik.
“Berdoalah agar bisa merubah nasib dan keberuntungan. Doakan juga bagi negara Indonesia agar terus makmur dan sejahtera,”tegasnya.
Diketahui ada setidaknya 45 perkumpulan barongsai yang unjuk keterampilan dalam perayaan tersebut.
“Jumlah itu juga kami batasi yang disebabkan karena sebab keterbatasan tempat” tutupnya
Seni Budaya
Drama Musikal Genggam Tanganku
Kembali Dihadirkan Saat Ultah MPK
JAKARTA – Pementasan Drama Musikal Genggam Tanganku garapan siswa Tirtamarta BPK Penabur Pondok Indah yang sukses pada Januari lalu akan kembali digelar pada pertengahan Juni nanti.
Nantinya drama musikal garapan Sutradara Johanes Nur Sangkan akan ditampilkan untuk memeriahkan HUT Majelis Pendidikan Kristen (MPK)ke-75 di Jakarta.
Dalam kesempatan itu, Johanes mengatakan kenapa dirinya mengambil Tema Genggam Tanganku dan berlatar belakang kerajaan Majapahit saat masih dipimpin oleh Patih Gajahmada.
“Dimasa sekarang ini rasa gotong royong kebersamaan seolah pudar. Sehingga dengan Musikal ini bangkitkan rasa nasionalisme dan rasa kebersamaan,” kata Johanes.
Dia juga menuturkan, alasan mengambil latar belakang kerajaan Patih Gajah Mada dimana pada saat itu Patih Gajah Mada sangat dipandang dan dikenal oleh seluruh kerajaan se-Asia Tenggara.
Dalam kesempatan itu, Johanes juga menuturkan proses penggarapan drama yang dilakukan selama lima bulan sejak dimulai dari persiapan naskah, penggarapan musik lalu pemilihan karakter.
“Pemilihan karakter ini yang agak sulit ya, karena drama ini menggandeng semua civitas mulai dari TK, SD, SMP dan SMA. Belum lagi saat pelafalan dialog dialog yang agak panjang,” jelasnya.
Dilokasi yang sama, salah satu pemain drama musikal Brigita Sitompul menuturkan dirinya sempat terkejut saat mendapatkan peran utama sebagai Putri Tribuana Tungga Dewi.
“Awalnya kaget karena takut tak bisa memerankan, tapi karena dipercaya oleh sutradara akhirnya saya berikan yang terbaik,” jelasnya.
Sementara pemeran salah satu penari Megan Elisabeth Henderson menuturkan dirinya sangat bangga bisa bergabung dan menampilkan pertunjukan tari di drama musikal tersebut.
“saya senang bergabung dalam drama tersebut. Tapi orangtua saya tidak terlalu excited dan cenderung menganggap hal itu biasa,” katanya sedih yang disambut gelak tawa para jurnalis.ll
Priskatilla Hutabarat selaku pengurus sekolah Tirtamarta BPk Penabur mengatakan sekolahnya berkomitmen menjadi ekosistem pendidikan yang menumbuhkan dan merawat talenta seni dan budaya Indonesia di kalangan siswa.
Pihaknya melihat bahwa seni, seperti musik, tari, teater, hingga seni rupa, tak hanya pelengkap, namun juga bagian integral dari pendidikan karakter.
“Di sini kami juga memperkenalkan anak-anak berbagai macam kesenian tidak hanya modern namun juga tradisional. Seperti salah satu contohnya keunikan sekolah kami adalah kami memiliki Gamelan dan bahkan sudah menjadi salah satu ekstrakurikuler yang merupakan wujud nyata sekolah kami dalam melestarikan kebudayaan Indonesia,” jelasnya.
Diketahui drama musikal ini sukses digelar pada Januari lalu. Saat dilakukan penayangan di Taman Ismail Marzuki setidaknya ada 1800 penonton yang terbagi dalam dua sesi yakni 600 penonton di Sesi pertama dan 1200 penonton di Sesi kedua.
-
Nasional4 days agoMeski Dihadang Puluhan “Relawan” Jokowi, Mimbar Rakyat Adili Jokowi Makzulkan Gibran di Solo Sukses Besar
-
Peristiwa4 days agoDigarap sejak 2004, Tanah Yusak Subroto Diserobot Mafia Tanah
-
Polhukam5 days agoJaga Ruang Digital Tetap Kondusif, Cerminkan Semangat Sumpah Pemuda yang Sesungguhnya
-
Nasional4 days agoFestival Literasi Perpusnas 2025. “Literasi Untuk Inspirasi Indonesia

