Connect with us

Nasional

Pentolan Teroris OPM Papua Alex Hamberi Dkk Menyerahkan Diri

Published

on

Papua, Hariansentana.com – Pentolan teroris OPM yang juga Gubernur Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB) bernama Alex Hamberi dan kawan kawan mendatangi Satgas Nemangkawi untuk menyatakan diri kembali setia pada NKRI.

Penyerahan diri ini dilakukan di kampung Sima, distrik Your, Nabire, Selasa (4/5/2021) malam. Dalam pernyataannya, Alex mengatakan, selama ini diangkat jadi Gubernur NRFPB di Kab. Nabire, Papua. Namun, atas kesadaran diri kembali ke NKRI karena menganggap langkah tersebut selama ini salah.

Alex mengajak serta 17 anggotanya untuk menyatakan diri kembali setia pada NKRI. Saat pertanyaan diri, mereka menggenggam erat bendera merah putih wujud kembalinya Alex dan kawan-kawan kepangkuan ibu pertiwi.

“Sehubungan kami pernah direkrut menjadi anggota NRFPB, bahkan kami ditunjuk sebagai Gubernur di Kabupaten Nabire Papua. Maka hari ini, saya Alex Hamberi (51) bersama seluruh saudara saya 17 orang simpatisan dengan sepenuh hati menyatakan diri kami berhenti dan keluar NFRPB serta kembali menjadi warga NKRI,” kata Alex dalam pernyataannya.

Hal itu pun disambut baik Kasatgas Humas Nemangkawi Kombes Pol Iqbal Al Qudussy. Ia menyampaikan terima kasih ke Alex Hamberi. “Turut syukur dan berterima kasih atas kembalinya Alex Hamberi ke NKRI, berharap agar diikuti oleh seluruh simpatisan NRFPB,” ujarnya.

Acara tersebut juga diikuti dan disaksikan, aparat TNI-Polri, Kepala suku Sarakwari Yerisiam Agus Rumatra, Kepala Suku Besar Yerisiam Ayub Kowoy, Kepala Kampung Sima Daniel Inggeruhi, dan tokoh agama Pendeta Yohanes Rarawi.

Ibukota

Ketua PN Kutai Barat dan Istrinya Dilaporkan Atas Dugaan Tipu Gelap dan TPPU

Published

on

Jakarta – Seorang wanita bernama Perawati menjadi korban dugaan tindak kejahatan yang diduga dilakukan oleh sepasang suami istri. Mirisnya pelaku merupakan seorang Ketua Pengadilan Negeri Kutai Barat, Handry Satrio (HS) dan istrinya bernama Larasati (L).

Atas kejadian yang dialami tersebut, maka Perawati (P) membuat laporan ke Polda Metro Jaya (PMJ) pada tanggal 3 Desember 2024 lalu. Dengan nomor Laporan Polisi STTLP/B/7346/XXI/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA

Korban melaporkan pasangan suami istri itu dengan dugaan tindak pidana penipuan dan atau penggelapan dan atau pencucian uang. Ronny P Manullang selaku kuasa hukum korban dan juga pelapor mengatakan kami melaporkan pelaku atas dugaan tindak pidana penipuan, penggelapan, dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang merugikan klien kami sebesar Rp 2,3 miliar.

“Diduga kuat, modus operandi yang digunakan oleh terlapor menyerupai skema ponzi, selain klien kami, patut diduga ada korban lain dalam investasi bodong ini yang juga mengalami kerugian yang sangat besar”,ujarnya melalui siaran pers, Minggu (20/4/2025).

Ronny pun menyesalkan pelaku yang HS yang tidak koperatif dalam proses penyelidikan di Polda Metro Jaya.”HS telah tiga kali mangkir dari panggilan penyidik dengan berbagai alasan, termasuk menggunakan jabatannya sebagai Ketua PN Kutai Barat sebagai tameng untuk menghindari panggilan dengan dalih kesibukan dan pentingnya kehadirannya di pengadilan”,tuturnya.

“Berdasarkan keterangan korban, peristiwa ini bermula ketika pada bulan Oktober tahun 2021 di Bekasi, korban dan suami ditawari investasi menggiurkan dalam bisnis bongkar muat batu bara yang diklaim milik mertua H.S Usaha tersebut juga dikelola pula oleh istrinya yang menduduki posisi direksi dalam perusahaan tersebut”, katanya.

Lebih lanjut Ronny menjelaskan abatan HS sebagai Ketua PN Kutai Barat semakin meyakinkan korban untuk menginvestasikan dananya sebesar Rp 2,3 miliar. Dalam perjanjian kontrak yang dibuat oleh kedua terlapor, korban dijanjikan keuntungan bulanan sebesar Rp 70 juta selama 12 bulan.

“Namun, setelah dana investasi diserahkan, janji keuntungan tersebut tidak pernah terealisasi, dan modal pokok pun tidak dikembalikan. Ironisnya, hingga saat ini, sudah tiga tahun berlalu sejak penandatanganan kontrak tersebut”, ucapnya.

Ronny menerangkan berbagai upaya telah dilakukan klien kami untuk meminta pengembalian dana investasinya, namun kedua terlapor selalu memberikan janji-janji palsu dan alasan yang tidak jelas. Fakta yang lebih mencengangkan terungkap bahwa bisnis bongkar muat batu bara yang dijanjikan oleh kedua terlapor ternyata fiktif.

“Perusahaan yang mereka klaim tidak pernah melakukan aktivitas bongkar muat batu bara sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian. Lebih lanjut, diduga kuat bahwa dana investasi korban justru digunakan untuk kepentingan pribadi dan gaya hidup mewah kedua terlapor”, paparnya.

Atas dasar rangkaian peristiwa tersebut,sambung Ronyy, klien kami mengambil langkah hukum dengan melaporkan HS (Ketua PN Kutai Barat) dan istrinya ke Polda Metro Jaya. Kami berharap agar aparat penegak hukum dalam hal ini Polda Metro Jaya dapat segera bertindak dan kedua terlapor dapat mempertanggungjawabkan perbuatan penipuan dan penggelapan yang telah menyebabkan kerugian besar bagi korban dan keluarganya.

“Selain ke Polda Metro Jaya kami juga telah melaporkan HS ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI (Bawas MA) pada tanggal 4 Desember 2024 lalu namun hingga saat ini tidak jelas tindak lanjutnya. Dalam waktu dekat kami akan melaporkan HS kepada Komisi Yudisial atas dugaan pelangggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim”, pungkasnya.

Continue Reading

Ibukota

Warga PIK Kecam Rencana Pembangunan GOR yang Robohkan Pagar Pembatas Perumahan

Published

on

Jakarta – Pembangunan Gedung Olahraga yang dilakukan oleh pihak pengembang di Pantai Indah Kapuk Jakarta Utara berakhir keributan dengan Warga Perumahan Katamaran Permai Trimaran Indah. Konflik terjadi akibat Pembangunan itu merobohkan pagar besi pembatas Komplek Rumah Warga.

Ketua LMK RW 11 Boentoro menjelaskan keributan terjadi saat warga yang sudah melakukan swadaya ingin memperbaiki pagar besi yang roboh akibat pembangunan.

“Namun mereka menolak perbaikan pagar tersebut dan sempat mengancam warga. Padahal pagar pembatas ini sudah berdiri selama 30 tahun sejak kami tinggal disini,” kata Boentoro dalam keterangannya.

Dia menjelaskan, sejak beberapa bulan lalu juga kami sudah menyampaikan kepada developer perihal pagar yang roboh karena pembangunan GOR.

Namun permintaan itu tidak diindahkan dan saat warga melakukan renovasi justru developer marah dan mengklaim jika pagar tersebut berdiri diatas tanah mereka.

“kami sempat meminta bukti perihal klaim tersebut kami juga meminta izin pembangunan terhadap GOR itu namun mereka juga tak bisa menunjukan,” tegasnya.

Lebih lanjut, Boentoro juga menuturkan developer juga sempat merusak pagar beton yang warga bangun pada Februari lalu. Dan atas perusakan tersebut warga juga sudah melaporkan developer yang bersangkutan.

“Ada video dan bukti jika mereka melakukan perusakan terhadap pagar yang warga dirikan. Bahkan kami juga sudah melaporkan perusakan tersebut ke Polres Jakut,” tegasnya.

Atas dasar itulah dirinya meminta pihak Pemkot Jakarta Utara dan BPN serta instansi terkait untuk membantu warga menyelesaikan permasalahan ini.

“Intinya kami tak ingin agar pembatas ini di bongkar. Karena pagar ini merupakan jaminan kenyamanan dan keamanan warga perumahan,” tutupnya.

Continue Reading

Daerah

Penyidik Polda Kalsel Diduga Intimidasi Seorang Wanita

Published

on

Jakarta – Komisaris Utama PT. Aditya Global Mining (PT. AGM) berinisal ATR diduga mendapatkan intimidasi oleh oknum penyidik dari Polda Kalimantan Selatan. Intimidasi itu dilakukan saat korban diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) investasi jual beli batu bara. Saat itu, ATR diketahui tengah mengandung bayi dan dalam keadaan diopname di Rumah Sakit swasta di bilangan Jakarta Selatan.

Ditelusuri lebih lanjut, oknum penyidik tersebut juga menghubungi ATR melalui sambungan telepon milik RAU pada saat itu ATR diketahui masih di Opname dan meminta kepada ATR memberikan rekening korannya dengan dalih, untuk menelusuri uang yang diduga hasil dari TPPU. Jika tidak memberikan, penyidik akan menjemput paksa ATR.

Faisal W. Wahid Putra selaku kuasa hukum ATR menilai, perbuatan yang dilakukan oknum penyidik tersebut telah melanggar Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 29 huruf b yang berbunyi; Dalam melaksanakan penyelidikan, Penyelidik dilarang: “b. melakukan intimidasi, ancaman, siksaan fisik, psikis ataupun seksual untuk
mendapatkan informasi, keterangan atau pengakuan”.

Oleh karenanya, Faisal melayangkan surat permohonan perlindungan hukum terkait dugaan kriminalisasi (malprosedur) dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap pelaku usaha investasi di Kalimantan Selatan yang ditujukan kepada kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

“Pemeriksaan ATR ini berawal dari permasalahan pengiriman batu bara antara PT. AGM kepada pembeli, yaitu, PT. Semesta Borneo Abadi (PT. SBA). Diketahui PT. AGM tidak dapat mencukupi permintaan PT. SBA, sehingga PT. SBA menyarankan untuk membeli batu bara yang sudah siap dari pihak lain yaitu penambang berinisial R dengan kondisi barang yang lebih bagus, namun harga lebih mahal yaitu Rp 13 milliar,” ujarnya di Jakarta, Rabu (16/4/2025).

Faisal menjelaskan dengan keadaan terdesak untuk memenuhi kontrak, Direktur Utama PT. AGM berinisial RAU menyetujui penawaran tersebut tanpa sepengetahuan ATR. Diketahui PT. SBA langsung membayarkan uang tersebut dan dikirim ke penambang sebesar Rp 12 miliar dan Rp. 1 miliar kepada pemilik IUP CV. BTP.

“Barulah ATR tahu setelah barang sudah terkirim dan pembayarannya sebesar Rp 13 M itu tidak sama sekali masuk ke PT MND,” ujar Faisal.

Setelahnya, PT. SBA kembali menawarkan kerja sama dengan PT. AGM dengan nilai kontrak yang sama yaitu, sebesar Rp 8 milliar. Jadi total nilai kontrak keselurahan sejumlah Rp 16 miliar. Karena sebelumnya PT. SBA sudah membayar Rp 13 miliar, jadi nilai kontrak yang harus dibayarkan tersisa kurang lebih Rp 3 miliar.

Setelah mencapai kesepakatan dengan RAU, PT. SBA memaksa meminta nomor rekening ATR dengan dalih sesama Bank agar bisa diterima langsung dan PT.SBA mengirimkan uang tersebut ke rekening pribadi milik ATR bukan rekening perusahaan. Kemudian ATR mengirimkan uang sejumlah Rp 3 milliar ke rekening PT. AGM dan PT. AGM mentrasferkan uang sejunlah Rp 2.3 Milliar dengan maksud mengembalikan pinjaman dana kepada PT. MND.

Seiring berjalannya waktu, PT. AGM tidak bisa kembali menambang, dikarenakan IUP CV. BTP dalam keadaan mati dan harus diperpanjang, yang notabene PT. SBA telah mengetahui hal tersebut. Sehingga PT. SBA mendesak PT. AGM untuk dikirimkan batu bara sebanyak 7.500 MT atau menuntut pengembalian dana sejumlah Rp 8.094.549.565.

Akibat dari permasalahan tersebut, PT SBA memberikan surat somasi I tertanggal 13 September 2024, yang pada pokoknya meminta PT. AGM sebagaimana dalam perjanjian Jual Beli Batubara No. 010/PJBBB/AGM-SBA/VII/2024, telah melakukan pembayaran Rp 16.162.500.000 dengan kesepakatan menyerahkan batu bara 15.000 MT.

Namun, Faizal menegaskan pada faktanya dalam perjanjian tersebut hanya menyebutkan kuantitas 7.500 MT, Non Spesifikasi GAR 56-58, dengan harga dasar batu bara Rp 1.040.000/MT dan pembayaran Rp 16.162.500.000 tidak diterima PT. AGM, pengiriman batu bara tahap pertama telah dilakukan dan dibayarkan bukan kepada PT. AGM, namun kepada penambang langsung.

Tak sampai disitu, pada tanggal 17 September 2024, PT. SBA kembali memberikan surat somasi II, yang pada pokoknya meminta kepada PT. AGM mengembalikan uang sejumlah Rp 8.094.549.565. Namun, Faisal menegaskan permintaan tersebut dinilai tak masuk akal.

Faisal menghubungi Kuasa Hukum PT. SBA inisial GFR, dimana GFR meminta pengembalian Rp 8 Milliar dimana Faisal mengatakan dari mana muncul nilai Rp 8 Milliar, lanjutnya GFR menyampaikan silakan menghubungi Penyidik.

“Bila PT. SBA meminta sejumlah uang sebesar Rp 8.094.549.565, hal tersebut dikonversikan dengan batu bara sebanyak 7.500 MT, sebagaimana dengan Perjanjian Jual beli Batubara No. 010/PJBBB/AGM-SBA/VII/2024 yang telah dibuat dengan catatan IUP-OP CV. BTP telah selesai diperpanjang,” tandasnya.

Akhirnya mediasi dilakukan dan mencapai kesepakatan bersama pada tanggal 30 September 2024 yang berisi:
a. Kesepakatan mengacu pada No. 010/PJBBB/AGM-SBA/VII/2024
b. Pengiriman batu bara harus dilaksanakan dalam waktu 30 hari
c. Tongkak pertama sebanyak 7.500 MT sudah dibayarkan Rp 13.086.470.
d. RAM sebagai penjamin dan diberikan prioritas dari hasil pekerjaan tambang

Faisal kembali menegaskan, bahwa permasalahan hukum antara PT. AGM dan PT. SBA adalah murni masalah keperdataan untuk memenuhi suatu prestasi, ketika IUP-OP CV. BTP telah selesai dilakukan perpanjangan, PT. AGM sebagai pemegang SPK dari CV. BTP dapat melakukan proses penambangan dan memenuhi kontrak batu bara sebanyak 7.500 MT.

Celakanya, kesepakatan bersama ini tidak membuahkan hasil, justru permasalahan ini semakin panjang dengan PT. SBA membuat laporan di Polda Kalimantan Selatan, dan RAU, ATR dan RAM sebagai pihak terlapor. RAU, ATR dan RAM telah diperiksa diperiksa sebagai saksi yang berujung penetapan tersangka terhadap RAU.

Saat dikonfirmasi wartawan, Kabareskrim Polri mengatakan, akan menindaklanjuti kasus tersebut.

Continue Reading
Advertisement

Trending