Connect with us

Opini

Tiga Hal Penyebab Defisit Transaksi Berjalan dan Jalan Keluarnya

Published

on

PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) mengumbar kekesalannya soal defisit transaksi berjalan dalam lima tahun pemerintahannya. Beliau menyampaikan kalimat yang cukup keras. “Kalau Halangi Saya Gigit ! demikian disampikan presiden Jokowi dalam pidato saat menghadiri kongres dan perayaan ulang tahun ke-8 Partai Nasional Demokrat.
Pertanyaannya memgapa terjadi defisit transaksi berjalan ? Apa penyebabnya? Siapa pelaku dalam kekuasaan yang memiliki andil besar dalam defisit ini?
Ada tiga penyebab utama secara ekonomi yakni :
1. Kerena indonesia kebanyakan impor akibat pelemahan dalam perdagangan, atau kalah telak dalam bersaing di bidang perdagangan. Hal ini mengakibatkan surplus perdagangan terus mengecil. Bahkan perdagangan Indonesia mencapai rekor terburuk pada tahun 2018 karena neraca perdagangan mengalami defisit untuk pertama kalinya dalam 10 tahun terakhir yakni minus USD 439 juta. Akibatnya neraca transaksi berjalan tahun 2018 defisit sangat besar yakni mencapai USD 30 miliar.
Padahal jaman dulu Indonesia mengalami surplus perdagangan yang besar. Misalnya tahun 2009 kita memperoleh surplus perdagangan senilai USD 32 miliar. Surplus perdagangan ini yang selalu menjadi penutup defisit yang lain.
2. Kerana ekonomi bersandar pada utang luar negeri dan utang dalam mata uang asing, yang mengakibatkan aliran keuntungan investasi asing dalam fortofolio utang mengalir ke luar negeri dengan sangat deras. Hal ini ditunjukkan oleh defisit pendapatan primer. Bahkan defisit pendapatan primer mencapai rekor tertinggi dalam 10 tahun terakhir yakni pada tahun 2017 yakni mencapai USD 32 miliar. Memang terkait neraca pendapatan primer kita belum pernah surplus. Namun belakangan defisitnya semakin besar. Artinya keuantungan yang ditransfer ke luar negeri dari investasi langsung dan investasi portofolio sangatlah besar. Defisit pendapatan primer adalah biang kerok utama defisit transaksi berjalan.
Mengapa terjadi, salah satunya adalah karena uang kabur dari Indonesia yang disebabkan Investasi swasta dan asing dalam investasi langsung engan melakukan reinvestasi di Indonesia atau enggan menempatkan keuntungannya dalam investasi baru atau menempatkan di bank bank dalam negeri. Namun keuntungan tersebut diangkut ke Negara dari mana investasi itu berasal atau ke negara lain. Indonesia menganut sistem devisa bebas, sehingga siapun bebas memindahkan uang hasil keuntungannya ke luar negeri. Ini berbeda dengan negara yang memberlalukan sistem devisa terkontrol, yang membatasi aliran keuntungan swasta dan asing ke luar negeri.
Ketiga, yakni penyebab secara politik? Para pengambil kebijakan ekonomi gagal dalam menjalankan roda perekonomian dengan baik terutama dalam satu dasawarsa terakhir. Banyak elemen Pemerintahan dan DPR ditenggarai dikendalikan oleh para importir. Pengambil keputusan dalam pemerintahan semakin tergantung pada utang, sehingga kebijakan pun dibuat untuk menghasilkan keuntungan sebesar besarnya bagi para rentenir pemberi utang. Sebagai contoh pemerintah Indonesia memberikan bunga atau imbal hasil yang sangat tinggi untuk mendapatkan utang dari penerbitan obligasi negara. Keuntungan ini yang ditransfer ke luar negeri. Hal yang paling telak lagi adalah para oligarki yang menjadi pemegang kebijakan adalah aktor aktor utama dalam eksploitasi kekayaan alam, batubara, nickel, sawit, yang keuntungan atas perdagangannya tidak tersimpan di dalam negeri.
Lalu bagaimana cara pemerintah Jokowi mengatasi masalah ini. Jika mengacu pada pokok pokok masalah di atas maka cara mengatasinya adalah ;
1. Mengurangi impor ; impor terbesar dalam impor belakangan datang dari impor barang barang industri dan migas. Indonesia harus mengurangi secara significant penggunaan barang barang impor. Dalam lima tahun terakhir pembangunan infrastruktur bersandar pada barang impor. Pada saat yang sama Indonesia harus mengurangi penggunaan jasa jasa asing yang juga memgalami defisit besar. Mencapai USD 7-9 miliar dolar setahun. Juga mengurangi impor pangan dan hasil pertanian yang juga sangat besar. Caranya adalah dengan membangun pertanian, membangun industri dan meningkatkan kemampuan dalam jasa jasa pengangkutan di dalam megeri. Langkah ini pasti sangat sulit karena kita tidak memiliki konsepsi dan perencanaan yang baik dalam pembangunan.
2. Membatasi aliran keuantungan perusahaan swasta dan asing dalam sektor ekploitasi sumber daya alam. Keuantungan dari perusahaan tambang batubara, tembaga, nickel adalah yang paling besar dalam ekploitasi kekayaan alam. Harus ada regulasi yang membatasi pelarian keuntungan hasil eksplitasi kekayaan alam agar dapat diempatkan dalam bank bank nasional dan di investasikan kembali di dalam negeri.
3. Mengurangi pemborosan dalam anggaran negara, agar pemerintah dapat mengurangi utang yang bersumber dari obligasi negara yang sebagian besar habis untuk pembiayaan rutin seperti gaji, perjalanan dinas, dan lain sebagainya. Dengan demikian maka pemerintah dapat mengurangi penerbitan surat utang. Sehingga pembayaran bunga utang tidak semakin besar dan membuat APBN jebol.
Sekarang ini utang telah menjadi sumber penerimaan utama APBN. Bunga utang obligasi negara Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di dunia. Ini memang membuat asing dan swasta berlomba lomba membeli obligasi surat utang negara Indonesia. Namun nanti akibatnya sangat fatal.
Bunga utang telah mengalahkan semua pengeluaran sektor produktif, mengalahkan subsidi, dan pengeluaran untuk rakyat lainnya. Jika tidak bisa dibayar maka aset aset negara bisa disita oleh pemberi utang. Sekarang bunga utang yang dibayarkan kepada asing adalah penyebab terbesar defisit transaksi berjalan.

Oleh : Salamudin Daeng
Ekonom dari Asosisi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)

Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opini

Dampak Politik Pengesahan RUU TNI

Published

on

By

Oleh : Oktavianus Alfianus Aha

Sejak disahkannya Rancangan Undang Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) pada 20 Maret 2025, gelombang kritik terus bermunculan dari berbagai kalangan. Ketakutan akan kembalinya Dwi Fungsi ABRI muncul kembali—mengingat masa lalu kelam ketika TNI menduduki hampir seluruh segmen pemerintahan di era Orde Baru.

Aksi penolakan terhadap RUU ini meletus di berbagai daerah, bahkan ketika masyarakat tengah bersiap menyambut Hari Raya Idul Fitri 2025. Mahasiswa dan masyarakat sipil menilai pengesahan RUU TNI sebagai bentuk pengingkaran terhadap semangat reformasi 1998—khususnya prinsip supremasi sipil dan upaya mengembalikan militer ke barak.

Kekecewaan publik pun meluas kepada para wakil rakyat di Senayan yang dinilai mengesahkan RUU ini secara terburu-buru, tanpa kajian akademis yang memadai dan tanpa proses yang transparan. RUU TNI membawa sejumlah dampak politik serius terhadap demokrasi Indonesia, yang dapat diuraikan dalam lima poin berikut:

RUU TNI memperluas peran militer dalam jabatan sipil dengan alasan “penugasan khusus”. Ini berpotensi membuka ruang politisasi militer yang selama ini dikunci oleh semangat reformasi. Saat prajurit aktif diberi legitimasi untuk menduduki jabatan di kementerian, lembaga pemerintah non-pertahanan, bahkan BUMN, maka batas antara militer dan politik menjadi kabur.

Peran militer dalam politik praktis bukan sekadar masalah norma, tapi juga menyangkut stabilitas jangka panjang demokrasi Indonesia. Militer yang terlalu dekat dengan pusat kekuasaan bisa memengaruhi proses pembuatan kebijakan, mengintimidasi lawan politik, dan menciptakan relasi kuasa yang timpang dalam birokrasi.

Salah satu pilar demokrasi adalah kontrol sipil terhadap militer melalui parlemen. Namun, dengan penguatan posisi TNI melalui RUU ini—terutama dalam hal anggaran dan kewenangan operasional—peran DPR sebagai pengawas menjadi lemah. Dalam banyak kasus, sidang-sidang terkait TNI dilakukan tertutup, sehingga akuntabilitas publik sulit dilakukan.

Partai politik pun kehilangan daya tawarnya dalam membentuk kebijakan strategis pertahanan. Bila dibiarkan, situasi ini menciptakan state within a state—TNI sebagai institusi yang berada di luar jangkauan kontrol sipil, namun punya pengaruh besar terhadap kebijakan nasional.

Netralitas TNI dalam kontestasi elektoral adalah prinsip utama dalam demokrasi modern. Namun, perluasan peran aktif militer dalam urusan sipil dan posisi strategis di lembaga pemerintahan bisa membuka celah keterlibatan militer dalam proses politik praktis, terutama pemilu.

Dalam situasi tertentu, militer bisa menjadi alat pengaman kekuasaan bagi rezim yang berkuasa. Misalnya, dengan memainkan peran dalam pengamanan pemilu, atau bahkan memengaruhi distribusi logistik dan stabilitas daerah. Jika ini terjadi, maka TNI tidak lagi dilihat sebagai pelindung bangsa, tapi sebagai alat politik.

RUU TNI berpotensi mendorong militer mengambil bagian langsung dalam sektor-sektor strategis sipil, termasuk pembangunan infrastruktur, ketahanan pangan, hingga pengendalian sosial. Keterlibatan ini meski terlihat efisien, namun mengorbankan prinsip partisipasi publik dan transparansi dalam kebijakan.

Militerisasi kebijakan publik menciptakan budaya top-down yang otoriter dan mengurangi ruang dialog antara negara dan rakyat. Pendekatan koersif yang melekat pada institusi militer tidak cocok dengan kebutuhan pembangunan yang inklusif dan demokratis. Ini adalah kemunduran dalam tata kelola negara modern.

Penguatan posisi militer di ruang publik berpotensi mempersempit ruang kebebasan sipil. Ketika militer diberi ruang untuk menafsirkan “ancaman nasional”, maka ekspresi kritis terhadap pemerintah atau kebijakan pertahanan bisa dianggap sebagai subversif. Hal ini akan berdampak langsung pada kebebasan pers, kebebasan akademik, dan kebebasan berpendapat.

Dalam sistem demokrasi, kritik adalah bagian dari kontrol sosial. Namun dengan meningkatnya peran TNI dalam kehidupan sipil, kemungkinan represif terhadap kelompok masyarakat yang dianggap “mengganggu stabilitas” menjadi lebih besar. Situasi ini akan menciptakan ketakutan dan membungkam aspirasi rakyat.

RUU TNI yang baru disahkan menjadi alarm keras bagi demokrasi Indonesia. Alih-alih memperkuat pertahanan negara, regulasi ini justru membuka pintu bagi militer untuk kembali menguasai ruang sipil, melemahkan lembaga demokrasi, dan mengancam hak-hak dasar warga negara. Ini bukan hanya soal militer dan sipil, tapi soal masa depan demokrasi yang sedang kita bangun bersama.

Continue Reading

Opini

Trump dan Jalan Pemulihan Keuangan Pemeritah AS; Nasib Indonesia Bagaimana?

Published

on

By

SEMUA statemen Donal Trump di awal membuat dunia terkejut. Segera setelah dilantik Trump mengeluarkan pernyataan dengan level kontoversi top of the top. Dia mengatakan keluar dari WHO, dia mengatakan tidak akan memajaki gaji lembur dan pengeluaran sosial security, termasuk kesehatan, pendidikan dan semua BPJS AS. Lalu dia mengatakan akan mengakhiri konflik Ukraina Russia dan melanjutkan gencatan senjata di Gaza. Sejauh saya baca terakhir Trump menugaskan Kennedy Junior untuk menginvestigasi vaksin dan mengusut tuntas kematin John F Kennedy.

Saya sebetulnya tidak kaget karena seluruh rencana AS di masa Trump dapat dipetakan secara mudah. AS pertama-tama harus memulihkan APBN Amerika Serikat yang sekarang jebol. Maka pengeluaran negara yang merupakan penipuan seperti pengeluaran untuk WHO harus dihentikan. WHO dituduh menipu rakyat AS, sebanyak 40 persen anggaran WHO diberikan oleh pemerintah AS, namun menurut Trump dipake menghancurkan AS.

Demikian juga rencana AS yang lain juga seluruhnya ditujukan untuk menghentikan penipuan APBN AS seperti termasuk isue LGBT. Trump mengumumkan bahwa pemerintahannya hanya mengakui dua jenis kelamin yakni laki laki dan perempuan, karena banyak gender akan membahayakan anggaran AS dan melemahkan ekonomi dan Industri AS. Demikian juga dengan penghentian perang Russia vs Ukraina serta perang Israel vs Palestina adalah dalam rangka menghemat belanja APBN AS. Selanjutnya AS akan menyadarkan pengeluaran yang besar untuk pembagunan pasca bencana alam yang tampaknya makin sering terjadi, untuk menggerakkan elonominya kembali.

Setelah rampung dengan masalah APBN, selanjutnya Trump bergerak masuk pada langkah kedua AS yakni memulihkan keuangan negara AS. Hal ini terlihat dari ketidak setujuan Trump pada transisi energi. Hal ini adalah pokok masalah keuangan bagi rezim petro dollar The Federal Reserve. Trump tetap ingin mengembalikan dollar sebagai mata uang tunggal dalam perdagangan global. Dolar tidak boleh digantikan dengan Cripto currency atau diigantikan atau disaingi oleh mata uang BRICS. Tentu saja transisi energi adalah ancaman bagi kekuasaan keuangan AS dan The Fed paca kegagalan Central Bank Digital Currency (CBDC).

Sanksi perdagangan akan diterapkan kepada China negara yang tidak mau menggunakan dolar AS sebagai alat tukar. Menutup jalur perdagangan Narkoba dan perdagangan illegal lainnya yang merusak ekonomi dan keuangan AS. Trump mengkampanyekan anti minuman keras, anti rokok, dan anti narkoba yang diketahuinya sebagai problem bagi Dollar.

Kebijakan Amerika Serikat di bawah Trump pasti akan berdampak pada Indonesia. Terutama pada aliran investasi AS melalui Singgapore mitra utama AS lainnya, dan perdagangan Indonesia dengan AS. Mengingat Indonesia telah mengambil posisi bergabung dengan BRICS dan akan membuat mata uang sendiri menandingi dollar AS. Dampak berikutnya adalah ekspor Indonesia ke AS akan jadi masalah.

Indonesia berada dalam sikap yang berbeda soal WHO karena Indonesia justru memberi bantuan kepada WHO untuk program kesehatan Indonesia dan vaksinasi. Indonesia juga akan menutup pembangkit batubara untuk komitmen transisi energi 2060. Indonesia berada pada jalur energi mahal terutama BBM solar dengan program sawitisasi solar, sementara Trump AS akan memangkas harga BBM hingga 50 persen dari harga sekarang untuk meningkatkan daya saing mereka.

Namun dampak negatif kebijakan AS dapat kita abaikan. Bagian terakhir statemen Donald Trump yang akan menginvestigasi kematian John F Kennedy adalah berita sangat besar bagi Indonesia. Investigasi adalah pintu masuk. Selanjutnya ini adalah berita tentang tatanan pengembalian harta amanah Indonesia yang digunakan secara manipulatif oleh elite global. Green Hilton Memorial Agreement kesepakatan yang jatuh tempo dan semua aset dikembalikan ke Indonesia. Untuk membangun Indonesia dan mungkin untuk penyerahan tanggung jawab kepada Indonesia untuk membangun kembali Jalur Gaza Palestina seperti yang dikatakan Trump. Wallahualam.()

Oleh: Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi AEPI

Continue Reading

Opini

Bisakah Presiden Prabowo Keluar dari Kemelut Darurat Keuangan 2025?

Published

on

By

SITUASI keuangan pemerintah saat ini memang sangat berat. Keadaan ini akibat menumpuknya utang terutama di era darurat covid 19. Tumpukan utang ini adalah akumulasi dari utang-utang sebelum covid 19 yang juga sudah sangat besar. Maka semua kebijakan keuangan dilakukan sepenuhnya untuk menjawab darurat keuangan negara.

Apa saja yang sudah dilakukan pemerintah dalam mengatasi darurat keuangan? 1) Memberlakukan tax amnesty namun gagal, 2) Memberlakukan UU darurat keuangan yakni UU Nomor 2 tahun 2020, namun justru menghasilkan kekacauan keuangan. 3) Menjual obligasi negara kepada BI di Pasar perdana justru menghasilkan utang jangka pendek yang menggunung.

BI sendiri telah memberi warning kepada pemerintah atau menagih. Utang jatuh tempo SRBI alias Sekuritas Rupiah Bank Indonesia mencapai 922,4 triliun rupiah selama 2025. Apabila tidak dikelola dengan baik oleh Bank Indonesia, dikhawatirkan besaran utang jatuh tempo tersebut akan berdampak negatif ke cadangan devisa.

BI harus segera mempersiapkan debt collector untuk menagih Kementerian Keuangan. Kalau tidak maka ini akan sulit bisa dibayar. Bahayanya hal ini akan meruntuhkan kepercayaan internasional kepada BI, atau lebih jauh BI akan ditaruh di bawah Kementerian Keuangan kembali?

Jalan lain bagi BI adalah berlomba dengan pemerintah menaik-naikkan suku bunga. BI menaikkan bunga SRBInya, pemerintah menaikkan bunga SBN atau SUN nya. Ini agar orang-orang mau membeli surat berharga BI dan pemerintah tersebut, dan ini akan menjadi persaingan yang gawat. Bagaimana bank-bank juga akan berlomba-lomba menempatkan uang mereka ke pada kedua pihak tersebut. Ini jelas kacau belau, rakyat makin kering, pinjaman online dengan bunga mencekik akan makin marak, perceraian marak, bunuh diri pun marak terlilit utang.

Pemerintahan pun sama. Walaupun sampai nangis bombai, Menteri Keuangan tidak akan sanggup membayar utang dan bunga utang tahun 2025 yakni bunga utang 552 triliun rupiah dan utang jatuh tempo covid 19 tadi. Memang waktu dapat duitnya Menteri Keuangan saat itu tertawa lebar. Bayangkan dengan UU darurat covid dia bisa leluasa mendapatkan uang dan leluasa berhutang.

Ini adalah kekuasaan yang sangat besar yang diberikan DPR saat itu. Saya pribadi mengirimkan surat resmi kepada Kementerian Keuangan pada bulan Juni 2020 untuk meminta Menkeu menjelaskan untuk apa saja uang covid 19 itu digunakan.

Bayangkan saja utang di masa covid 19 itu (2020-2022) luar biasa besar. Tahun 2020 Menkeu ambil utang 1.193 triliun rupiah, kemudian tahun 2021 Menkeu mengambil lagi utang 871 triliun rupiah, sementara untuk tahun 2022 sebanyak 591 triliun rupiah. UU darurat memperbolehkan pemerintah ambil utang di atas 3% dari GDP.

Namun yang lebih mantap lagi adalah Menkeu boleh menggunakan uang itu sesuka-sukanya, diberikan ke bank, ke swasta dan ke BUMN. Namun sekali lagi tidak ada pertanggung jawaban yang jelas sampai hari ini, bagaimana uang itu digunakan, dan siapa saja penerimanya?

Jadi bagaimana nasib APBN kalau harus berhenti, atau shut down di tahun 2025 ini? Indonesia memang tidak mengenal sistem goverment shut down, tapi Indonesia bisa menghadapi keadaan kere keriting dan bangkrut. Legitimasi pemerintahan ini dipertaruhkan.

Di bagian lain pemerintah diprovokasi melakukan pelanggaran UU seperti UU harmonisasi peraturan perpajakan, UU APBN, dan UU lainnya. Pemerintah terus menabung pelanggaran UU dan kesalahan. Lawan terus provokasi agar pelanggaran makin banyak, lalu apa rencana mereka nantinya kalau pelanggaran menumpuk? Waspadalah!!!

Oleh: Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi EAPI

Continue Reading
Advertisement

Trending