Connect with us

Opini

Membandingkan Capaian Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Vietnam dan Myanmar

Published

on

Tidak hanya The World Bank (WB) dan International Monetary Fund (IMF), namun juga The Asian Development Bank (ADB) telah mengeluarkan info (release) tentang akan cemerlangnya pertumbuhan beberapa negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Bahkan, dua negara Asean, yaitu Vietnam dan Myanmar yang lebih akhir terbebas dari konflik bersenjata di dalam negeri dibandingkan Indonesia diperkirakan akan mencapai pertumbuhan ekonomi 7-8% pada Tahun 2020.
Vietnam, hanya dalam tiga dekade mampu bertransformasi dari awalnya adalah salah satu negara termiskin di wilayah Asean, kemudian menjadi salah satu negara tersukses dalam mengelola pembangunan. Jika mencoba mengamati perjalanan sukses Vietnam ini, maka tak bisa dilepaskan dari dimulai pada akhir tahun 1980-an. Mereka mampu menggerakkan ekonomi tak hanya untuk memenuhi pasar dalam negeri, tetapi juga berorientasi untuk pasar kawasan dan dunia (global market). Strategi ini berhasil memacu pertumbuhan ekonomi hingga mencapai rata-rata 7,0 persen per tahun pada periode 1991 hingga 2010.

Strategi Pembangunan
Pada Tahun 1986, dalam sebuah Kongres Partai muncul sebundel strategi pembangunan ekonomi yang tak lazim jika merujuk teori Marxisme. Doi Moi, dalam bahasa Vietnam yang berarti pembaharuan, diperkenalkan sebagai sebuah semangat baru.
Doi Moi adalah juga merupakan sebuah konsepsi yang pada akhirnya dikenal sebagai sistem ekonomi pasar sosialis. Hal mana kebijakan tak jauh beda juga diterapkan oleh Deng Xiao Ping di Republik Rakyat China (RRC) pascakegagalan “Lompatan Jauh” ala Mao Ze Dong. Artinya, Vietnam yang berideologi komunis tidak melarang sepenuhnya, sebagaimana juga tidak membebaskan semuanya aktifitas pengelolaan modal swasta, bahkan dana asing berputar di negara tersebut. Demikian pula halnya dengan kebijakan RRC di era Deng yang kemudian dilanjutkan oleh Ziang Zemin dan Xi Jin Ping sampai saat ini.
Melalui konsepsi Doi Moi, Vietnam mendorong swasta membangun berbagai industri di negara tersebut dalam berbagai bidang dan terbuka untuk investasi asing secara terbatas. Vietnam kemudian melakukan pendekatan dan melakukan kerjasama ekonomi dengan negara-negara kapitalis Eropa, termasuk di Asia dengan Jepang, Korea Selatan, dan Singapura. Proses dan mekanisme perizinan investasi juga dibuat singkat dan ringkas, serta hanya membutuhkan pengesahan dari Gubernur.
Kawasan-kawasan industri baru tercipta, dan beragam insentif diberikan kepada investor manapun yang berminat mengembangkan industri di Vietnam. Melalui kebijakan inilah, perekonomian Vietnam yang hancur dan secara sosial politik sempat terbelah antara Utara dan Selatan melesat dengan cepat dibanding negara Asean lainnya. Selain itu, kebijakan pemihakan (affirmative policy) ekonomi diarahkan pada generasi korban perang saudara yang menyaksikan kehancuran kehidupan sosial-politik dan ekonomi masyarakat Vietnam. Salah seorang korban yang kemudian tumbuh dan berkembang menjadi pelaku ekonomi berskala besar pada masa berlangsungnya Doi Moi ini adalah Pham Nhat Vuong.
Masyarakat internasional pun menjadi saksi dan mencatat, bahwa Vietnam yang sebelumnya adalah negara terbelakang, maka selama 30 tahun perjalanan reformasi ekonomi Vietnam yang disebut “Doi Moi” dan telah dicanangkan pada Tahun 1986 dengan 90 persen penduduknya bekerja di sektor pertanian menjadi salah satu kekuatan ekonomi yang paling dinamis di Asia. Konsepsi Doi Moi bagi masyarakat Vietnam tidak hanya sebuah strategi pembangunan, namun memberikan semangat untuk membangun secara terencana dan terarah melalui skala prioritas (belajar pada pengalaman Indonesia melalui Bappenas), bahkan juga berkah tersendiri. Hasilnya adalah, pendapatan per kapita negara tersebut naik tajam dari US$ 471 dolar AS pada tahun 2001 (16 tahun setelah kebijakan Doi Moi dicanangkan), lalu meningkat menjadi US$ 2.300 dolar pada tahun 2015.
Dalam aspek “competitiveness”, peringkat Vietnam membaik menjadi urutan 56/140 pada Tahun 2015-2016, yang semula berada pada peringkat 77/104 pada Tahun 2004-2005. Secara umum, Vietnam telah berhasil menggunakan pendekatan baru dalam pembangunan, serta keluar dari isolasi politik dan ekonomi untuk mengembangkan hubungan luar negeri, memperluas integrasi internasional, memperdalam hubungan bilateral, regional dan multilateral.
Begitu juga halnya dengan Myanmar, setelah pesta demokrasi digelar pada Hari Minggu 8 Nopember 2015, tokoh oposisi Aung San Suu Kyi tak luput dalam sorotan media.
Peraih Nobel Kemanusiaan pada 1991 ini dinilai sebagai salah satu simbol penentang rezim pemerintahan junta militer dan tokoh yang selalu mengupayakan tumbuh dan berkembangnya demokrasi di negara Myanmar, kemudian terpilih menjadi Presiden
Perekonomian Myanmar juga berubah drastis dengan strategi pembangunan bertahap, selama 2 (dua) tahun terakhir pertumbuhan ekonominya berdasarkan laporan World Economic Monitor Trend adalah sebesar 6.8 % pada Tahun 2018. Pertumbuhan ekonomi Myanmar ini naik dibanding tahun sebelumnya yang hanya mencapai 5.9 % pada Tahun 2017.
Sektor energi, menjadi perhatian utama pemerintah, perusahaan Gobchai melihat potensi investasinya cukup besar di Myanmar karena negeri pimpinan Aung San Suu Kyi itu kekurangan pasokan energi., dan Proyek Pembangkit TTCL sendiri masih menunggu pengesahan dari Menteri Kelistrikan Myanmar untuk bisa dijanlankana di Myanmar sejak Tahun 2010 dengan nilai sejumlah US$18,1 Milyar. Selama April-Oktober 2017 saja, investasi Cina mencapai US$ 841,5 Juta, sementara negara-negara Uni Eropa hanya US$ 3,9 Milyar dan investasi USA hanya sejumlah US$133 juta saja.

Prioritas yang Salah
Lalu, bagaimana dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, apa hasil reformasi yang sudah berusia 21 tahun dan pembangunan 5 (lima) tahun terakhir, jawabannya hanya infrastruktur yang mentereng namun bersumber dari utang luar negeri. Pembangunan fisik infrastruktur di beberapa daerah memang tak bisa dibantah mengalami peningkatan cukup pesat. Artinya adalah, ibarat hidup mewah, tapi dibiayai oleh utang.
Disamping itu, pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai selama pemerintahan Presiden Joko Widodo pada periode 2014-2019 tak beranjak dari kisaran angka 4,7-5%. Hal mana, berbeda dengan era pemerintahan Presiden ke-2 RI almarhum Soeharto yang membuat Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dengan mendorong swasembada. Program ini mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga mencapai 10,92 persen pada Tahun 1970.
Kesalahan strategi pembangunan dan menetapkan skala prioritas pembangunan melalui pembangunan infrastruktur secara berlebihan atau massif dengan sumber dana berasal dari utang luar negeri akan membawa implikasi dana tersebut tertanam lama pada bangunan fisik. Sementara itu, iklim dan cuaca yang sedang ekstrem akan memperparah keadaan hasil infrastruktur yang telah terbangun apabila terkena bencana. Pembangunan infrastruktur memang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia dalam menggerakkan perekonomian antar wilayah. Namun, pembangunan infrastruktur jalan, jembatan dan yang lainnya tanpa perencanaan dan kajian yang komprehensif, akan membebani keuangan negara dalam jangka panjang.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak akan mengalami perubahan lima tahun mendatang (sampai Tahun 2024) apabila tidak terdapat perubahan strategi pembangunan dan skala prioritas. Justru Vietnam dan Myanmar yang telah “belajar” ke Indonesia lah yang akan menangguk hasil pertumbuhan ekonomi secara optimal, bahkan seperti yang pernah dicapai oleh pemerintahan Orde Baru pada Tahun 1970.
Sebagaimana halnya pertandingan sepakbola dalam sebuah kompetisi, apabila telah berkali-kali kalah dalam permainan, maka jika tak ada perubahan strategi akan mengalami kekalahan berikutnya. Demikian juga halnya dalam mengelola pembangunan negara dan bangsa, apabila pemerintahan Presiden Joko Widodo periode 2024-2029 tidak belajar pada kesalahan menetapkan strategi pembangunan dan skala prioritas serta tim ekonomi kabinet pada periode 2014-2019, maka tidak akan terjadi perubahan dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi yang sebesar 5 persen tersebut. Bahkan, Indonesia punya potensi menjadi negara tertinggal di kawasan Asean, dan bukan tidak mungkin akan dilampaui oleh negara lain, seperti Laos dan Kamboja.
Melalui ikhtisar pertandingan sepakbola yang hanya permainan itu, sudah tampak dan terbukti bahwa Indonesia semakin tidak mudah untuk mengalahkan lawannya negara-negara anggota Asean. Semoga fakta ini tak menjadi kenyataan dalam mengelola pembangunan ekonomi negara dan bangsa untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi bangsa yang diperkirakan secara pesimis oleh berbagai lembaga internasional tak bergerak dari 5 persen. Malu rasanya apabila bangsa lain yang belajar strategi pembangunan dan skala prioritas pada Indonesia, justru Indonesia sendiri yang sudah tidak memakainya lagi.

Oleh: Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi

Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opini

Promosi Lingkungan Untuk Proteksi Bencana

Published

on

By

DALAM kurun waktu beberapa bulan terakhir ini terjadi bencana lingkungan yang menyita banyak perhatian publik. Kekeringan dan kelangkaan air terjadi di berbagai wilayah Indonesia terutama di Pulau Jawa. Ironisnya di beberapa wilayah yang lain seperti di Aceh, yang terjadi justru banjir dan tanah longsor ditengah musim kemarau.

Dua bencana lingkungan yang juga banyak menarik perhatian publik yakni kualitas udara yang memburuk di Ibukota Negara Jakarta dan beberapa daerah penyangga di sekitarnya serta terbakarnya lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Sarimukti di Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat yang berfungsi menampung sampah regional di Bandung Raya.

Terjadinya berbagai bencana lingkungan ini berimbas pada menurunnya produktivitas, meningkatnya ancaman gangguan kesehatan, kerugian materil dan korban nyawa manusia sampai kepada kemungkinan terjadinya berbagai kondisi darurat. Selain karena faktor pencetus, terjadinya beberapa bencana lingkungan ini merupakan refleksi dari promosi, pengawasan serta kewirausahaan pengelolaan lingkungan hidup yang masih sangat lemah.

Kualitas lingkungan hidup berbanding lurus dengan kualitas hidup manusia. Lingkungan yang berkualitas akan mendukung kualitas dan produktivitas hidup manusia. Begitu juga sebaliknya. Potret kondisi lingkungan di tanah air kita akhir-akhir ini sedang dalam tekanan berat. Berbagai bencana alam yang terjadi silih berganti terutama dalam beberapa waktu terakhir ini, memberikan penegasan bahwa kualitas dan ketahanan lingkungan sedang dalam masalah besar.

Intensitas Promosi Lingkungan
Promosi lingkungan menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Masyarakat harus difahamkan secara lahir dan batin tentang pentingnya mempromosikan kualitas lingkungan hidup. Puncak dari promosi yang diharapkan adalah terbentuknya wawasan, pemahaman dan kesadaran bahwa setiap manusia merupakan khalifah atau wakil Tuhan di bumi yang bertugas untuk menjaga, memelihara, memperbaiki dan mengelola semua ciptaan Tuhan yang ada di bumi, termasuk lingkungan hidup. Bukan sebaliknya mengeksploitasinya secara semena-mena.

Promosi lingkungan hidup harus dimulai dari tingkatan Pendidikan Anak Usia Dini sampai dengan Pendidikan Strata Tertinggi di Perguruan Tinggi. Melalui Pendidikan diharapkan akan terbentuk kesadaran lingkungan yang paripurna di kalangan peserta didik serta kelak akan mewarnai proses pengambilan keputusan terkait pengelolaan lingkungan secara bijaksana. Promosi lingkungan pada tataran penyelenggaraan pendidikan dapat dilakukan melalui muatan kurikulum lingkungan, praktek dan replikasi lapang, dimana salah satu implementasinya dapat melalui penyelenggaraan Belajar/Kuliah Hijau.

Promosi lingkungan di level masyarakat dilakukan dengan menerapkan mekanisme reward and punishment. Disamping itu komitmen tentang keberlanjutan kegiatan promosi lingkungan harus bisa dipastikan. Melalui program seperti Rumah Inovasi Lingkungan diharapkan dapat menginspirasi masyarakat secara luas dalam membentuk kesadaran lingkungan yang permanen dan berkelanjutan.

Optimalisasi Pengawasan
Pengawasan pengelolaan lingkungan yang lemah akan berdampak terhadap penyimpangan penegakan disiplin dan ketaatan terhadap berbagai regulasi lingkungan. Regulasi yang bersifat administratif harus selalu disandingkan dengan kaidah-kaidah teknis yang bisa saling melengkapi. Pengawasan sebagai salah satu pilar manajemen moderen akan menjadi optimal jika diimplementasikan sesuai dengan kaidah dan filosofinya.

Filosofi pengawasan lingkungan yang hakiki adalah memposisikan pengawasan sebagai upaya sistematis untuk meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan. Dengan demikian kegiatan pengawasan merupakan upaya preventif untuk mencegah terjadinya penyimpangan yang mungkin terjadi baik karena suatu upaya rekayasa maupun sebaliknya. Pengawasan jangan dimaknai sebagai suatu cara untuk mencari-cari kesalahan.


Kewirausahaan Pengelolaan Lingkungan
Strategi pengelolaan lingkungan berpotensi diimplementasikan menggunakan pendekatan kewirausahaan. Inovasi, kreasi tanpa henti harus selalu mewarnai pengelolaan lingkungan hidup. Lingkungan hidup yang dikelola dengan seksama akan memberikan benefit ekologi, sosial dan juga benefit ekonomi.


Dunia yang semakin cepat berubah harus direspon dengan inovasi dan kreasi yang adaptif terhadap perubahan. Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sudah saatnya direvisi. Salah satu klausul yang perlu mendapat penekanan yaitu terkait sanksi terhadap petugas lingkungan yang melakukan pelanggaran. Petugas lingkungan yang melanggar harus dihukum dua kali lebih berat dibandingkan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh yang bukan petugas lingkungan. Melalui terobosan regulasi dimaksud diharapkan akan terbentuk opini bahwa mengelola lingkungan hidup dengan seksama mampu menghadirkan beragam manfaat, namun sanksi berat juga menanti bagi para pelanggarnya.()

Oleh: Dr. Ir. Ishak Tan, M.Si
Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti; Pegiat Lingkungan Hidup

Continue Reading

Opini

Subsidi Energi Kotor Menggila: Negeri Asap dan Debu Polusi Emisi

Published

on

By

AGENDA transisi energi tidak mungkin dihentikan. Melawannya berarti melawan hukum alam dan keingingan manusia mendapatkan lingkungan serta udara yamg sehat. Karena pada dasarnya manusia sedunia sudah penat dalam kepungan asap dan debu. Kota-kota di dunia telah ditutupi asap logam berat. Orang orang kaya yang hidup di kota-kota mulai panik, ternyata mereka tidak dapat membeli udara bersih dengan uangnya yang banyak tersebut.

Bagaimana energi kotor bisa sedemikian berkembang? Bahkan bukan di negara industri dan penghasil sumber primer energi kotor yakni minyak dan batubara. Karena negara mendukungnya dengan subsidi membuat rakyat tergantung, akhirnya subsidi menjadi bisnis yang melibatkan banyak pelaku usaha.

Di dalam APBN 2023 Jumlah penerima subsidi listrik 40,7 juta pelanggan, nilai subsidinya senilai 72,6 triliun. Separuh dari energi listrik dipasok oleh pembangkit kotor milik swasta atau IPP. Menghasilkan energi kotor listrik batubara sangat   diminati oleh swasta indonesia. Murah dan didukung subsidi negara serta untungnya gede. Karena ada PLN sebagai tukang bayar kepada swasta.

Bagaimana dukungan subsidi pemerintah atas bisnis energi kotor BBM? Lebih dashyat lagi! Jumlah penyaluran subsidi LPG 3 kg mencapai 8 juta kl pada tahun 2022. Ada perintah tertulis untuk melakukan subsidi tepat sasaran, namun ternyata tidak pernah dilaksanakan. Penentuan harga dan nilai subsidi LPG didasarkan pada contract price aramco/cp aramco dan nilai tukar rupiah terhadap USD.

Energi kotor lain yakni solar yang disubsidi mencapai 17 juta kilo liter pada tahun 2023. Jumlah yang cukup besar untuk kapasitas energi kotor yang disubsidi. Naik 2  juta KL dibandingkan tahun lalu entah mengapa?

Berdasarkan data APBN 2023 subsidi BBM tertentu dan LPG 3 kg pada tahun 2022 senilai 149,36 triliun rupiah. Selanjutnya nilai subsidi energi tahun 2023 senilai 211, 9 triliun rupiah. Adapun subsidi tetap solar senilai 1000 rupiah per liter. Subsidi energi kotor yang sangat menggila adalah subsidi LPG 3 kg.

Menurut informasi dalam APBN 2023 subsidi energi dialokaiskan senilai 211,9 triliun rupiah, terdiri atas BBM tertentu dan LPG senilai 139,4 triliun. Disebutkan bahwa subsid jenis BBM tertentu senilai 21,5 triliun dan subsidi LPG 3 kg senilai 117,8 triliun. Mantap sekali memang, energi kotor subsidi tapi menjadi ajang bisnis yang sangat menguntungkan bagi oligarki.

Jika subsidi listrik walaupun separuh kotor karena dihasilkan dengan batubara dan solar, namun jelas sasaran penerimanya 40 juta KK. Bahaya adalah subsidi LPG dan solar yang nilainya sangat besar, termasuk energi kotor yang tidak jelas penerimanya. Siapa mereka yang mendapat subsidi sebesar itu, tak mungkin orang miskin sebanyak itu.

Jadi bagaimana pemerintah keluar dari jeratan subsidi energi kotor ini. Rakyat sudah sangat tergantung, karena digantung oleh pemerintah sendiri dengan energi kotor tersebut.

Dilain pihak, orang-orang yang terlibat dalam bisnis subsidi energi kotor makin menggurita dan bahkan guritanya telah membelenggu dan menjerat APBN. Sehingga hampir-hampir masalah ini tidak ada jalan keluarnya lagi, dan untuk selamanya dalam lingkaran bisnis oligarki energi kotor.

Oleh: Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi AEPI

Continue Reading

Opini

78 Tahun Indonesia Merdeka dan Diplomasi Kehutanan

Published

on

By

TAHUN 2023 ini kemerdekaan Indonesia menginjak usia 78 tahun. Untuk sebuah negara yang memperoleh kemerdekaan dengan cara berjuang mengusir penjajah, pada setiap ulang tahun kemerdekaannya seyogianya diperingati dengan melakukan evaluasi dan revitalisasi mimpi Indonesia merdeka. Kemerdekaan bukan tujuan akhir, tetapi sebagai jembatan untuk mengantarkan Indonesia mewujudkan tujuan dibentuknya negara ini seperti yang telah diamanatkan di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Indonesia harus bekerja keras memelihara serta menumbuhkembangkan modal dasar yang sudah menjadi konsensus bersama yaitu Bhinneka Tunggal Ika sebagai bentuk siaga kebangsaan kita ditengah pluralitas yang ada. Kerja keras, kerja cerdas dan kerja tuntas semakin dibutuhkan pada era otonomi daerah seperti sekarang ini. Jangan biarkan perasaan se-daerah, se-partai politik, se-suku, se-ormas melebihi perasaan se-bangsa dan se-tanah air Indonesia.

Energi yang ada jangan bias dan terbuang hanya untuk perdebatan yang tidak urgen, karena bangsa dan negara sedang membutuhkan energi kolektif untuk dapat lebih cepat keluar dari berbagai permasalahan.
Ada tiga momentum yang menjadikan peringatan ulang tahun kemerdekaan Indonesia pada 2023 ini terasa lebih istimewa.

Tahun ini merupakan tahun dimana pemerintah menyatakan covid-19 berubah status dari pandemi menjadi endemi yang berdampak kepada pelonggaran berbagai pengetatan yang diberlakukan sebelumnya. Tahun 2023 juga menjadi tahun politik menjelang pemilu 2024 yang memberi dampak terjadinya hingar bingar politik. Sementara itu pada tahun ini Indonesia juga memimpin keketuaan organisasi Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).


Negara Bangsa Siaga
Pandemi covid-19 yang mendera Indonesia selama lebih kurang tiga tahun telah memberikan banyak pelajaran berharga kepada kita. Banyak dampak negatif yang ditimbulkan, tetapi tidak sedikit juga dampak positif berupa renungan dan pembelajaran yang bisa dipetik. Salah satu hikmah sebagai pelajaran yang dapat dituai adalah tidak tersedianya contingency plan dan exit strategi mengantisipasi dampak negatif bencana yang bersifat multidimensi.


Secara makro bangsa besar hampir selalu berpijak pada tiga modal yaitu modal ekonomi, modal sosial dan modal manusia. Sensitivitas negara harus tinggi untuk menyentuh persoalan-persoalan ril di masyarakat. Negara harus siaga terhadap berbagai ancaman yang berpotensi menimbulkan gesekan dan mengancam eksistensi keberagaman dan ketahanan bangsa.


Tahun politik seperti saat ini sampai tahun 2024 harus diwaspadai sekaligus dimaknai sebagai sebuah pesta demokrasi. Kita berharap wacana yang dilontarkan oleh Ketua MPR pada pidato pembukaan sidang tahunan MPR 16 Agustus 2023 di Jakarta tentang amandemen ke lima UUD 1945 harus serius diakomodir. Wacana untuk mengembalikan beberapa ketentuan krusial sebagai identitas Demokrasi Berkarasteristik Indonesia harus serius dicermati oleh semua elemen bangsa.

Akar budaya dan perjalanan sejarah bangsa ini serta keragaman yang ada jauh berbeda dengan yang ada dalam model demokrasi di bagian dunia yang lain. Kedewasaan dan kecerdasan dari seluruh elemen bangsa sangat diperlukan untuk menuntun kita memilih tokoh-tokoh yang mumpuni mulai dari DPRD di daerah dan DPR di pusat, Bupati, Walikota, Gubernur sampai Presiden yang akan menakhodai kapal besar yang bernama Indonesia. Semua kru kapal harus memiliki kompetensi dan kapabilitas terukur yang mampu membaca tanda-tanda zaman ditengah perkembangan ekonomi global yang masih belum menentu.

Diplomasi Kehutanan
Keketuaan Indonesia dalam organisasi Perkumpulan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada 78 tahun Indonesia merdeka berpotensi mendongkrak posisi tawar diplomasi Indonesia di Kawasan Asia Pasifik dan dunia. Momentum strategis ini seyogianya mampu dikelola dengan cerdas untuk memperkuat posisi tawar Indonesia di Kawasan ini.

Setelah isu global bergeser dari perang dingin menjadi isu pangan, energi, lingkungan hidup dan akses terhadap teknologi informasi, Indonesia menjadi buah bibir perbincangan di kawasan Asia Pasifik. Selain mampu mensejajarkan posisi sanding dengan tergabung sebagai salah satu negara dalam perkumpulan G 20, Indonesia juga memiliki posisi tawar yang kuat karena memiliki kekayaan sumber daya alam sebagai asset dan modal ekonomi untuk menuju negara dengan ekonomi terbesar ke lima di dunia pada tahun 2045.


Salah satu sumber daya alam yang mampu menopang posisi tawar Indonesia di tingkat global adalah kepemilikan Indonesia terhadap hutan hujan tropika terbesar ke tiga di dunia dan terluas di Asia Pasifik. Meskipun begitu, sumber daya hutan yang menutupi luas daratan Indonesia sebesar kurang lebih 60% hanya mampu memberikan kontribusi bagi pendapatan nasional kurang dari 1%.

Dalam konteks permasalahan lingkungan global, perubahan iklim memberikan kontribusi sebesar 51%. Artinya melalui penanganan isu dan masalah perubahan iklim secara seksama, dunia telah menangani lebih dari setengah masalah lingkungan global. Sementara itu eksistensi dan pengaruh hutan memberikan dampak yang sangat besar terhadap perubahan iklim.

Peluang untuk meningkatkan kontribusi kehutanan terhadap perolehan pendapatan nasional sangat terbuka lebar yang dapat dikreasi melalui diplomasi hijau terkait jasa lingkungan hutan di tingkat global serta strategi optimalisasi pemanfaatan hasil hutan bukan kayu di tingkat nasional.


Pertumbuhan ekonomi dunia yang saat ini bergeser dari Amerika dan Eropa ke Asia menjadi momentum strategis yang harus direspon untuk mengakselerasi capaian kontribusi kehutanan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Untuk tujuan strategis tersebut kita semua sangat mendambakan pada pemerintahan yang akan datang, kementerian yang mengurusi kehutanan seyogianya dinakhodai oleh seorang filosof kehutanan dengan kemampuan akademik, pengalaman lapangan dan rekam jejak yang paripurna serta memiliki relasi politik luas.()

Dr.Ir. Ishak Tan, M.Si
Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti; Alumni Diktannas Lemhanas.

Continue Reading
Advertisement

Trending