Connect with us

Opini

Lawan Rencana Revisi Peraturan Sektor Minerba Pro Oligarki!

Published

on

Pemerintah diminta untuk segera membatalkan rencana Revisi Ke-6 PP No.23/2010 karena isinya bertentangan dengan amanat UUD 1945, melanggar UU Minerba No.4/2009, dan jelas merugikan keuangan negara, merampok hak rakyat, serta patut diduga sarat dengan dugaan TINDAK PIDANA KOSUPSI.

Selain itu, pemerintah juga dituntut untuk membatalkan rencana pembahasan RUU Revisi UU Minerba No.4/2009 dan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (CLK) sektor minerba yang isinya merujuk hasil Revisi Ke-6 PP No.23/2010. Jika rencana ini tetap dilanjutkan, maka rakyat perlu melawan, termasuk menuntut agar Presiden Jokowi diproses menuju pemakzulan sesuai Pasal 7 UUD 1945.

IRESS memandang bahwa draft revisi PP No.23/2010 bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 yang mengamanatkan agar sumber daya alam (SDA) dikuasai negara dan sesuai amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK), pengelolaannya harus dijalankan oleh BUMN dan BUMD. Tujuannya adalah agar negara mendapat manfaat dari pengelolaan SDA minerba bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Jika revisi PP No.23/2010 tetap terjadi, maka manfaat bagi kemakmuran rakyat berkurang dan pihak yang paling diuntungkan adalah para kontraktor tambang KK dan PKP2B, yang selama puluhan tahun telah menikmati keuntungan yang sangat besar dari kekayaan rakyat tersebut. Ketidakadilan ini harus dihentikan!

Sedikit kilas balik, Kementrian ESDM yang dimotori oleh Menteri Ignatius Jonan, pertama kali menggagas Revisi Ke-6 PP No.23/2010 pada November 2018 setelah gagal menuntaskan pembahasan RUU Revisi UU No.4/2009 pada April 2018. Karena besarnya penolakan LSM dan publik, Revisi Ke-6 PP No.23/2010 batal ditetapkan.

Setelah itu, DPR dan pemerintah – “last minute” – pada akhir September 2019 mencoba menyeludupkan RUU Revisi UU No.4/2009 pro-oligarki bersamaan dengan penetapan RUU KPK, RUU KUHP, RUU Pertanahan dan RUU Permasyarakatan untuk disahkan Presiden Jokowi. Karena penolakan para demonstran, terutama mahasiswa, pelajar STM dan masyarakat, akhirnya keempat RUU tersebut batal ditetapkan, kecuali UU KPK.

Setelah pelantikan Presiden dan DPR 2019-2024, RUU Revisi UU Minerba No.4/2009 kembali diintensifkan pemerintah, bersamaan dengan rencana Revisi Ke-6 PP No.23/2010 dan RUU Omnibus Law CLK. Rencana-rencana perubahan telah disinggung Presiden Jokowi pada pelantikan tanggal 20 Oktober 2019 dan oleh DPR pada penetapan 50 RUU Prolegnas Perirotas 2020 dalam Sidang Paripurna 22 Januari 2020.

Salah satu pernyataan Presiden yang patut dicatat, penetapan RUU Omnibus Law dan RUU Revisi UU Minerba penting dan mendesak ditetapkan guna menggalakkan investasi, memberi kepastian hukum dan percepatan pertumbuhan ekonomi. Namun dibalik itu, tampaknya tersembunyi agenda pro-oligarki.

Sesuai rencana Presiden dan DPR di atas, pemerintah di bawah koordinasi Menko Preekonomian Airlangga Hartarto secara khusus memberi kesempatan kepada pihak terkait membahas perpanjangan PKP2B (berbentuk izin usaha pertambangan khusus, IUPK) melalui “kluster kemudahan berusaha” dalam RUU Omnibus Law CLK.

Sejalan dengan rencana itu, pemerintah melalui Menteri ESDM Arifin Tasrif telah meminta agar ketentuan dalam RUU Omnibus Law CLK disesuaikan dengan Revisi Ke-6 PP No.23/2010. Permintaan Menteri ESDM Arifin ini disampaikan kepada Menko Perekonomian Airlangga pada 9 Desember 2019.

Kampanye Kementrian ESDM untuk memberlakukan Revisi Ke-6 PP No.23/2010 memang telah menjadi fokus pemerintah dalam 3 bulan terakhir. Ketentuan dalam PP telah ditetapkan lebih dulu, tidak peduli isinya bertentangan dengan konstitusi atau UU.

Terlihat Direktorat Jenderal Minerba KESDM terlalu bersemangat menjelaskan isi PP kepada DPR dan berbagai pihak, termasuk LSM, akademisi dan pegiat demokrasi tentang mendesak dan perlunya Revisi Ke-6 PP No.23/2010, tanpa memperdulikan apakah itu sudah sesuai dengan UUD 45 dan atau amanah MK tentang wajibnya melibatkan BUMN dalam pengelolaan SDA minerba.

Demi kepentingan oligarkis, segala upaya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Minerba, tidak peduli apakah itu merugikan negara dan rakyat, dan bertentangan dengan ketentuan UU No.21/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Dalam presentasi kepada sejumlah pakar, asosiasi profesi sektor pertambangan dan LSM, termasuk IRESS, pada 3 Februari 2020, Dirjen Minerba Bambang Gatot Ariyono menjelaskan pentingnya memberi perpanjangan operasi (berbentuk IUPK) kepada kontraktor PKP2B dan KK yang kontraknya akan berakhir beberapa tahun ke depan.

Terlihat seakan-akan Bambang Gatot menggiring peserta untuk menerima perpanjangan kontrak (berbentuk IUPK) PKP2B dengan menyatakan antara lain: 1) Perpanjangan PKP2B merupakan komitmen Pemerintah dan merupakan hak perusahaan; 2) IUPK perpanjangan PKP2B berbeda dengan IUPK dari WPN dalam hal izin, penerimaan negara, luas wilayah dan pengaturan; 3) luas wilayah yang akan diberikan kepada kontraktor PKP2B sesuai kondisi eksisting (RKSW) lebih bermanfaat dibanding luas wilayah diberikan maksimal 15.000 ha; 4) dana hasil produksi batubara (DHPB) yang diterima negara dari perpanjangan PKP2B akan lebih besar.

Argumentasi tersebut jelas melawan kehendak UUD 1945 serta tugas dan fungsi Pemerintah mengelola dan memanfaatkan SDA untuk kepentingan rakyat melalui BUMN. Presentasi Dirjen Minerba hanya menampilkan keunggulan pengelolaan oleh kontraktor PKP2B. Dirjen Minerba seakan akan ingin mengatakan bahwa negara akan mengalami rugi besar jika BUMN yang mengelola SDA minerba tersebut.

Padahal, justru dengan dikelola oleh BUMN, negara dan rakyat akan mendapat penerimaan terbesar! Terlihat sekali Pemerintrah berpihak kepada segelintir kontraktor PKP2B, namun pada saat yang sama nekat melanggar konstitusi, undang-undang dan hak rakyat, sekaligus pula intensif menyebar informasi yang berat sebelah dan cenderung mengandung kebohongan publik!

IRESS menyatakan di samping melanggar Pasal 33 UUD 1945, Revisi Ke-6 PP No.23/2010 juga bertentangan dengan sejumlah ketentuan UU Minerba No.4/2009, yakni Pasal 83, Pasal 169 dan Pasal 171. UU Minerba tidak mengenal adanya perpanjangan KK/PKP2B. Pemerintah berargumentasi bahwa hak perpanjangan otomatis kepada kontraktor PKP2B dengan merujuk pada Pasal 47, 169 dan 171 UU Minerba No.4/2009, Pasal 30 Amandemen PKP2B, Pasal 112 PP No.23/2010 dan Pasal 112 PP No.77/2014.

Pemerintah sepertinya juga sedang “mengakali” penggunaan kata “dapat” pada ketentuan Pasal 47 UU Minerba. UU Minerba justru memberikan ruang besar kepada BUMN untuk mengelola lahan lahan bekas KK/PKP2B yang habis masa berlakunya.

Karenanya jika yang dijadikan rujukan lain adalah PP No.23/2010 dan PP No.77/2014, karena posisinya yang lebih rendah dibanding UU Minerba No.4/2009 (sesuai tata urutan perundang-undangan Pasal 7 UU No.12/2011) maka dasar hukum tersebut otomatis batal demi hukum.

Hasil kajian atas notulen pembahasan dan diskusi pembentukan UU Minerba No.4/2009 pada periode 2005-2009 oleh pemerintah dan DPR yang tersimpan di Sekretariat DPR (memori van van tooeghlifhting),serta hasil diskusi dengan sejumlah mantan pejabat yang ikut pembentukan UU Minerba, ditemukan bahwa kontrak PKP2B yang dihormati hanya berlaku untuk 30 tahun. Hal ini tidak termasuk perpanjangan untuk 2 kali 10 tahun. Oleh sebab itu, RKAB yang berlaku juga hanya untuk 30 tahun, bukan 50 tahun.

Setelah berakhirnya masa berlaku suatu kontrak (KK atau PKP2B), pemerintah mempunyai wewenang penuh untuk tidak memperpanjang kontrak. Seluruh wilayah kerja (WK) tambang yang tadinya dikelola kontraktor harus dikembalikan kepada negara. Negara berkuasa penuh atas WK tambang, yang kemudian berubah menjadi wilayah pencadangan negara (WPN).

Pengelolaan lebih lanjut atas WPN diproses melalui tender dan persetujuan DPR. Namun, sesuai amanat konstitusi dan kepentingan strategis negara, dan terutama guna menjamin ketahanan energi nasional, maka sudah seharusnya pengelolaan dan pemanfaatan atas WPN tersebut dilakukan oleh BUMN.

Pengelolaan WPN hasil dari PKP2B yang kontraknya berakhir harus dilakukan oleh BUMN khusus yang 100% sahamnya milik negara, dan dapat digabungkan menjadi salah satu anggota Holding BUMN Tambang. Dengan demikian, pasokan energi batubara untuk kebutuhan dalam negeri, termasuk bagi PLN dan sektor industri akan lebih terjamin, dapat diatur pemerintah untuk bertarif khusus dan berkelanjutan, serta bebas potensi penyelewengan dan praktik-praktik tidak prudent yang rawan terjadi seperti terduga selama ini.

Oleh sebab itu, kami memandang upaya perpanjangan PKP2B tersebut melanggar konstitusi, UU dan kebijakan dasar yang diambil saat pembentukan UU Minerba No.4/2009. *Karenanya upaya memberi hak perpanjangan kontrak (izin) kepada kontraktor PKP2B melalui Revisi Ke-6 PP No.23/2010, termasuk juga melalui rencana Revisi UU Minerba dan UU Omnibus Law CLK harus dihentikan.* Pemaksaan kehendak dengan mencarikan alasan legal untuk mengakomodasi kepentingan oligarki hanya akan menambah deretan pemberlakuan aturan illegal, inskonstitusional dan mengusik rasa keadilan rakyat.

IRESS juga mengingatkan Presiden Jokowi untuk mematuhi amanat konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta konsisten dengan visi-misi Nawacita dan Trisakti. Tidak seharusnya visi-misi hanya dijadikan slogan saat berkampanye untuk meraih dukungan publik, namun setelah berkuasa, menjadi slogan kosong yang nihil manfaat dalam praktek, akibat sikap yang pragmatis oportunis dan pro-oligarki. Pemerintah harus menjamin dan membersihkan diri dari para genderuwo yang bergentayangan untuk merekayasa perubahan peraturan di sektor minerba guna meraih rente dan keuntungan sempit para oknum oligarki.

IRESS sangat yakin bahwa rencana revisi PP No.23/2010 sarat dengan prilaku moral hazard dan dugaan KKN oleh oknum-oknum penguasa dan pengusaha, sehingga berpotensi merugikan negara ratusan triliun rupiah.

Rente yang beredar mungkin saja telah digunakan untuk kepentingan logistik Pemilu dan Pilpres 2019, sehingga perlu segera mendapat kompensasi. Oleh sebab itu, IRESS mengajak seluruh kalangan masyarakat untuk melakukan perlawanan yang berkesinambungan! Kita RAKYAT INDONESIA bukanlah para sontoloyo yang akan diam jika terus ditipu dan dizolimi!

SDA minerba adalah kekayaan negara yang menjadi milik rakyat, bukan milik pemerintah. Praktek pengelolaan SDA yang tidak adil selama ini, yang telah menciptakan kesenjangan kaya-miskin yang sangat lebar, indeks Gini sekitar 0,40, dan hal ini harus segera diakhiri. Jika revisi PP No.23/2010, Revisi UU Minerba N0.4/2009 dan RUU Omnibus Law CLK yang pro-oligarki tetap dilanjutkan, maka pelanggaran konstitusi dan ketidakadilan akan terus berlangsung, sehingga manfaat terbesar SDA milik negara akan jauh dari cita-cita untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

*IRESS memandang upaya perpanjangan PKP2B melalui revisi berbagai peraturan tersebut di atas adalah niat yang sadar untuk melakukan perbuatan melanggar hukum dan sarat dugaan Tindak Pidana Korupsi.* IRESS juga menghimbau seluruh kalangan masyarakat untuk melakukan segenap daya dan upaya agar rencana revisi berbagai peraturan di atas tidak akan pernah terjadi.

Partai-partai yang ada, terutama yang menjadi oposisi pemerintah atau pun yang tergabung dalam pemerintahan sudah sepantasnya pula melakukan langkah konkrit untuk membatalkan rencana tersebut. Mari bergabung bersama LSM dan aktivis pegiat demokrasi untuk menegakkan amanat konstitusi dan menjamin pengelolaan SDA secara konstitusional bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat!

Oleh: Marwan Batubara
Direktur Eksekutif IRESS

Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opini

BRICS!! Siapa Pemegang Amanah, Indonesia atau Petro Dollar?

Published

on

By

KTT BRICS 2024 yang berlangsung pada tanggal 22-24 Oktober di Kazan, Rusia. Negara-negara BRICS akan membuat terobosan baru yakni penciptaan mata uang yang kemungkinan akan “didukung emas”, sebagai alternatif terhadap dolar AS. Ini dipandang sebagai usaha kemandirian oleh negara anggota BRICS. Karena uang merupakan faktor kunci dominasi AS terhadap seluruh Dunia. Namun Rusia dan China telah berhadapan dengan AS dalam perang ekonomi.

Kita ketahui sistem saat ini didominasi oleh dolar AS, yang menyumbang sekitar 90 persen dari seluruh perdagangan mata uang. Sampai saat ini, hampir 100 persen perdagangan minyak dilakukan dalam dolar AS; namun, pada tahun 2023, seperlima perdagangan minyak dilaporkan dilakukan menggunakan mata uang non-dolar AS. Ada pergeseran, dimulai dari minyak. Kembali ke pergeseran awal dari Bretton Woods system yakni mulai dari minyak, yang melahirkan Petro Dollar. Suatu sistem uang kertas printing dengan padananan komoditas minyak.

Benarkah demikian? Benarkah China dan Rusia akan mengakhiri petro dollar? China adalah pembeli terbesar surat utang AS yang berarti mereka memiliki cadangan devisa terbesar dalam US Dollar. Russia sendiri masih memperdagangkan minyak mereka dengan dollar AS. Jadi dimana letak konflik fundamental BRICS dengan dollar AS? berdasarkan data keuangan China dan Rusia bagian dari petro dollar system, mereka mencoba bertahan dengan posisi berhadapan dengan Amerika Serikat di depan publik. Sistem petro dollar bekerja dengan cara seperti itu yakni ada persaingan, ada konflik dan pertentangan, perang jika perlu.

Namun apa yang terjadi dengan petro dollar? Sistem ini tengah sekarat. The Fed sudah tidak lagi memegang atoritas dalam memprinting uang. Selama ini uang diprint begitu saja, lalu diutangkan kepada Pemerintah AS, selanjutnya Pemerintah AS mengutangkan uang kertas tersebut ke seluruh negara di dunia. AS adalah korban terarah dari sistem ini. Nah sekarang The Fed tidak bisa lagi print uang. AS terpaksa harus menaikkan suku bunga untuk mendapatkan aliran uang dari luar membeli obligasi pemerintah AS. Utang tapi tidak lagi pada The Fed.

Lalu siapa yang akan memprinting uang bermodalkan kertas dan tinta ini? Benarkah usaha BRICS membuat mata uang bersama adalah legitimate? Uang printing yang akan dijadikan sebagai alat pertukaran perdagangan diantara anggota anggotanya? Ini memang terlihat berbeda dengan dollar namun secara substansi sama, yakni uang kertas printing yang padananannya menggunakan instrumen lama, cara lama.

Apa itu? Masih minyak dan gas ternyata. Jika Rusia yang printing maka namanya petro Rubble, Jika China yang printing namanya Petro Yuan. Bagaimana nilainya akan dibentuk? Sama dengan petro dollar, yakni propaganda krisis, perang adalah cara dari alat tukar ini akan dapat bekerja. Tanpa minyak, tanpa perang, tanpa ketidakpastian, tanpa kekhawatiran, maka uang itu tidak akan bernilai. Ini adalah uang yang sama. Uang yang dibuat sihir dan propaganda ketakutan.

Secara kasat mata China dan Rusia bagian dari petro dollar system, mereka mencoba bertahan dengan posisi berhadapan dengan Amerika Serikat di depan publik. Sistem petro dollar bekerja dengan cara seperti itu. Lalu bagaimana BRICS? Mereka hendak membuat mata uang bersama. Uang printing yang akan dijadikan sebagai alat pertukaran perdagangan diantara anggota anggotanya. Ini memang terlihat berbeda dengan dollar namun secara substansi sama, yakni uang yang padananannya menggunakan instumen lama. Padahal dengan siapa sebenarnya mereka berhadapan sekarang? Yakni dengan digitalisasi yang melahirkan cripto currency, dan dengan climate change yang melahirkan green currency. Siapa yang akan menang? Wallahualam.

Baik BRICS currency maupun US Dollar currency keduanya adalah dua sisi currency petro dollar dihidupkan dari krisis minyak, propaganda perang, krisis, unbalance, ketidakpastian, kesemuanya adalah cara dari alat tukar ini akan dapat bekerja. Tanpa minyak, tanpa perang, tanpa ketidakpastian, tanpa kekuatiran, maka uang keras itu tidak akan bernilai. Ini adalah uang yang sama. Uang yang dibuat dengan cara tertutup di ruang gelap, dibuat bernilai dengan sihir dan propaganda.

Padahal uang itu amanah, uang memegang fungsi kemanusiaan paling tinggi. Uang yang tidak berdiri di atas amanahnya akan dimusnahkan. Ingat uang tidak amanah ditengelamkan bersama pemiliknya Qorun dan tak ada yang menemukannya sampai sekarang. Amanah sendiri tetap terjaga, historis dan murni. Jelas asal usulnya dan terjaga kemurnianya. Jika ada yang keluar dari amanah maka dia akan musnah. Sirno ilang kertaling bumi.()

Oleh : Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi, Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI)

Continue Reading

Opini

Capai Pertumbuhan 8 Persen, Prabowo Gibran Butuh APBN 7000 Triliun Rupiah

Published

on

By

INTERNATIONAL Monetary Fund atau IMF yang merupakan organisasi internasional yang menangani masalah kebijakan keuangan sebelumnya menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan berada pada angka 5 persen dalam periode 2024-2029, dan rancangan kabinet Merah Putih memang masih mengambil posisi aman pertumbuhan 5 persen.

Namun Presiden Prabowo Subiyanto dan wakilnya Gibran Rakabuming Raka telah bertekad untuk mencapai pertumbuhan double digit, atau setidaknya 8 persen dalam masa pemerintahannya. Hanya saja angka itu akan sulit didapat jika kondisi yang sebenarnya dalam ekonomi indonesia terutama masalah paling puncak adalah masalah keuangan tidak terselesaikan.

Keuangan itu adalah masalah kunci yang tidak ada satu pihak pun yang kredibel membongkar masalah tersebut sampai saat ini. Apa itu? yakni jumlah uang yang dimiliki oleh negara memang sangat sedikit untuk dapat menggerakkan ekonomi. Akibatnya negara tidak memiliki kemampuan ekspansi sedikitpun untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi meskipun cuma tambahan satu persen saja.

Sementara untuk mencapai pertumbuhan 8 persen dari keadaan sekarang yang hanya tumbuh 5 persen, maka diperlukan tambahan kapasitas ekonomi dua kali lipat. Kalau tidak bertambah 2 kali lipat maka pertumbuhan 8 persen itu tidak bisa menjadi mimpi, bahkan menjadi khayalan siang bolong pun tidak bisa!

Apa saja yang harus ditambah? Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang oleh konsumsi maka harus ada tambahan uang yang dipegang oleh rata rata masyarakat 2 kali lipat dari rata rata yang dipegang sekarang. Jika APBN adalah instrumen utama penggerak ekonomi maka nilai APBN harus bertambah 2 kali lipat dari nilai yang ada sekarang.

Berapa Uang Negara
Uang yang diterbitkan secara resmi oleh negara melalui otoritas penerbitan uang negara tergambar dalam jumlah uang kartal. Nilainya sangat kecil, jauh dari jumlah yang diperlukan bagi sirkulasi ekonomi secara kuat.

Menurut data terbaru yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengambil data dari Bank Indonesia (BI) jumlah uang kartal atau uang yang sebenarnya dicetak oleh negara Republik Indonesia (RI) adalah sebesar 954,4 triliun rupiah. Jumlah yang sangat kecil dibandingkan ukuran kapasitas yang dimiliki bangsa Indonesia.

Mengapa dikatakan kecil? Jumlah penduduk Indonesia seluruh nya adalah 270 juta jiwa. Jika jumlah uang yang dibuat negara dibagikan dengan jumlah penduduk Indonesia maka setiap orang hanya memegang uang 3,5 juta rupiah per tahun atau hanya 9.800 rupiah per hari. Jumlah sebesar itu hanya setengah USD atau kurang dari 2 dollar Purchasing Power Parity (PPP). Ini berarti jika diukur berdasarkan uang yang dipegang tersebut maka seluruh rakyat Indonesia itu termasuk dalam kategori kemiskinan absolut.

APBN Harus Riel
Data Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa total belanja negara tahun 2025 mencapai sebesar Rp 3.621,3 triliun, termasuk sebesar Rp 1.541,4 triliun belanja non-K/L pada belanja pemerintah pusat. Defisit APBN 2025 ditetapkan sebesar 2,53 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau sebesar Rp 616,2 triliun.

Nilai APBN tersebut di atas bagi kebanyakan orang awam Indonesia mungkin kelihatanya sangar besar. Tapi benarkah ada uang APBN sebanyak itu? Benarkah uang itu nyata yang bisa diedarkan kepada masyarakat dan menjadi alat untuk belanja? Tentu saja uang itu tidak ada sebesar itu. Karena itu hanyalah rencana belanja yang belum tentu ada uangnya.

Jadi dengan demikian maka ada dua masalah dalam APBN Indonesia, yakni pertama jumlah uang yang dirancang senilai 3.261,3 triliun rupiah itu tidak nyata atau tidak pernah ada uang sebesar itu yang bisa berbedar ke dalam masyarakat melalui belanja publik atau melalui belanja pemerintah. Karena itu cuma angka-angka atau rencana-rencana. Kedua, jumlah yang direncanakan sebesar 3.261,3 triliun rupiah adalah rancangan pertumbuhan 5 persen. Artinya bahwa rancangan itu sendiri tidak mencukupi jika menghayalkan pertumbuhan 8 persen.

Dari Mana Uangnya?
Ada rencana utang pemerintah ditambah sebesar 616,2 triliun rupiah. Tapi sekali lagi itu kecil dan sulit didapatkan dalam keadaan sekarang. Kecuali bunga surat utang negara dinaikkan lagi. Berarti akan semakin jauh lebih tinggi di atas bunga rata-rata perbankan. Jadi Bunga SUN berada di atas bunga bank. Maka makin kurus kering ekonomi karena disedot APBN. Seharusnya APBN menjadi instrumen penggerak ekonomi, malah menjadi mesin sedot vacuum cleaner. Jadi malah kontra produktif.

Cara lain dengan menaikkan pajak juga akan kontra produktif. Mengapa? karena pertumbuhan ekonomi 8 persen akan ditopang oleh peningkatan konsumsi. Tidak masuk akal meningkatkan konsumsi dengan menaikkan pajak. Masyakat sudah berhadapan dengan bunga bank yang mencekik akibat SUN, lalu dipungutin pajak tinggi, sudah diburu, dipepet, dijepit pula. Kere.

Cara mendapatkan uang 7000-8000 triliun rupiah itu gampang gampang susah. Pemerintah hanya perlu merenungi bagaimana keadaan ini bisa terjadi, lalu membuka pikiran lebih luas dari biasanya, lalu bayangkan setelah itu presiden Prabowo punya niat baik untuk membuat nol kemiskinan, mengadakan 3 juta rumah dan membuat jutaan pekerjaan buat rakyat. Jika semua itu dilandasi oleh untuk menjalankan Amanat Penderitaan Rakyat, maka uang 7.000 sampai 8.000 triliun rupiah adalah Amanah yang akan diterima Indonesia. In syaa Allah.()

Oleh : Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi, Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI)

Continue Reading

Opini

Maung Menjebol Mitos Industrialisasi Nasional

Published

on

By

BUKAN hanya dalam dunia kebudayaan, di dalam ekonomi juga ada mitos. Prasangka banyak analis tentang industri nasional ternyata sangat berat yakni bahwa Indonesia tidak mungkin dan lebih jauh tidak akan bisa menjadi negara industri.

Mitos ini didasari atas pemikiran bahwa negara ini telah ditempatkan secara mendalam sebagai penyedia bahan mentah dan selanjutnya sebagai penerima produk jadi dari negara industri maju. Kesempatan yang dimiliki Indonesia cuma itu. Sumber daya alam atau bahan mentah dikeruk, dijual murah, dan tidak perlu ada industrialisasi di Indonesia.

Bahkan ada pandangan yang lebih konyol lagi dalam menanggapi mengapa kita tidak dapat mengolah bahan mentah menjadi produk jadi atau setengah jadi? karena nanti orang-orang di Tiongkok, di Jepang, di Korea, dan di Eropa serta Amerika akan menjadi pengangguran. Kalau kita buat produk jadi sendiri, negara-negara itu bisa rusuh katanya. Itu diyakini para pengurus ekonomi Indonesia.

Bahkan ada mitos yang lebih menyakitkan lagi bahwa Indonesia memang takdirnya menjadi negara terbelakang dalam industri. Kapasitas Indonesia terutama manusianya tidak dapat mencapai level kapasitas manusia di negara-negara industri tersebut. Jadi bagi Indonesia sulit menjadi ekonomi bernilai tambah, memiliki banyak akumulasi uang dan capital, dan lebih jauh memiliki daya dan membentuk kekuatan materialnya.

Benarkah seperti itu, begitu lemahkah perkembangan sejarah masyarakat Indonesia sehingga harus beku dalam segala indikator ketertinggalan? Mari kita lihat apa saja yang pernah terjadi di Bumi Nusantara dan apa yang pernah dilakukan banyak orang di sini. Ulasan kali ini akan panjang lebar. Bahwa mitos yang selama ini berkembang itu kurang berdasar dan mudah untuk dijebol.

Indonesia berada dalam satu mata rantai industri tertua di dunia. Perdagangan bahan baku industri yang berasal dari Indonesia merupakan awal sejarah peradaban modern. Negeri di Nusantara ribuan tahun lalu telah bisa mengolah, menghasilkan emas, menempa perunggu, besi dan tembaga. Negeri di Nusantara telah mampu mengolah kapur barus, mengolah rempah-rempah yang diperdagangkan ke seluruh dunia.

Keberadaan industri tertua yang masih kita lihat sampai saat ini adalah industri tembakau. Industri tembakau di Indonesia memiliki sejarah yang panjang dan rumit. Tembakau diperkenalkan ke Indonesia oleh Belanda pada abad ke-17, dan industri ini mulai berkembang pada abad ke-19. Budidaya dan produksi lokal akhirnya menghasilkan industri yang berkembang pesat. Industri tembakau Indonesia berada pada level yang sama baik dalam hal sejarah maupun eksistensinya dengan perusahaan multinasional seperti Philip Morris, British American Tobacco, dll.

Sekarang Indonesia menjadi salah satu produsen dan konsumen tembakau terbesar di dunia. Industri ini didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar seperti HM Sampoerna, Bentoel International Investama, Djarum, dan Gudang Garam. Rokok kretek yang beraroma cengkeh sangat populer di Indonesia dan menguasai sebagian besar pasar.

Bukan hanya dalam industri pangan, industri manufaktur Indonesia berada dalam periode yang sama dengan perkembangan industri di barat. Penemuan ladang-ladang minyak di Indonesia adalah yang pertama di dunia. Penemuan minyak pertama di Indonesia dilakukan pada tahun 1871 oleh seorang pedagang Belanda bernama Jan Reerink. Ia menemukan rembesan minyak di Majalengka, dekat lereng Gunung Ciremai di Jawa Barat. Reerink mengebor empat sumur, menghasilkan total 6.000 liter minyak, menandai produksi minyak pertama Indonesia. Penemuan minyak yang kemudian menjadi bahan bakar utama perkembangan industri di Eropa.

Dalam hal industri minyak Indonesia adalah pioneer. Membangun salah satu kilang minyak pertama di dunia, Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM), didirikan oleh Belanda pada tahun 1894 di Pangkalan Brandan, Sumatera Utara. Kilang minyak pertama dibangun pada tahun 1859 di Titusville, Pennsylvania, AS, tak lama setelah sumur minyak pertama berhasil dibor. Kilang ini menggunakan teknik penyulingan sederhana untuk menghasilkan minyak tanah, yang sangat dibutuhkan untuk penerangan.

Pada masa Pendudukan Jepang: Selama Perang Dunia II, pasukan pendudukan Jepang memperbaiki dan memperluas fasilitas minyak untuk mendukung upaya perang mereka. Pasca-Kemerdekaan: Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, industri minyak dinasionalisasi, dan PT. PERTAMINA didirikan pada tahun 1968 untuk mengelola sumber daya minyak dan gas negara.

Perkembangan Modern
Saat ini, Indonesia memiliki beberapa kilang utama, termasuk Cilacap, Balikpapan, dan Dumai, dengan proyek-proyek yang sedang berlangsung untuk memperluas dan memodernisasi fasilitas-fasilitas ini.

Dalam industri petrokimia Indonesia yang dulu adalah Hindia Belanda adalah yang cukup tua usianya. Industri ini mulai terbentuk pada awal abad ke-20 selama masa kolonial Belanda, awalnya berfokus pada produksi kimia dasar untuk mendukung sektor pertanian. Sekarang pun telah berkembang dengan sangat baik. Indonesia masih memiliki kemampuan dalam membangun dan mengembangkan industri petrochemical.

Dalam hal industri transportasi, Indonesia adalah yang cukup tua dan modern yakni hadirnya transportasi kereta api. Sejarah kereta api di Indonesia bermula dari era kolonial. Jalur kereta api pertama di Indonesia diprakarsai oleh Gubernur Jenderal Baron Sloet van den Beele pada 7 Juni 1864 di Desa Kemijen, Semarang, Jawa Tengah. Jalur ini mulai beroperasi pada 10 Agustus 1867, menghubungkan stasiun pertama di Semarang dengan Tanggung, yang menempuh jarak 25 kilometer. Jalur kereta api ini dioperasikan oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) dan menggunakan ukuran standar 1.435 mm. Seiring berjalannya waktu, jaringan kereta api ini meluas secara signifikan, menghubungkan kota-kota besar dan daerah-daerah di seluruh Jawa dan pulau-pulau lainnya.

Sebagai catatan kereta api umum pertama di dunia yang menggunakan lokomotif uap untuk layanan barang dan penumpang adalah Kereta Api Stockton dan Darlington, yang dibuka pada tanggal 27 September 1825. Lokomotif Locomotion No. 1, yang juga dibangun oleh George Stephenson, menarik kereta pertama di jalur ini.

Dalam hal transportasi yang berbasis mesin motor bakar memang Indonesia tidak memiliki basis sejarah perkembangan yang kuat. Meskipun merupakan negara penghasil minyak. Akan tetapi sejarah membuktikan bahwa kepemilikan saham atas perusahaan otomotif raksasa dunia sahamnya dimiliki oleh raja Jawa. Hal yang sangat jarang diceritakan. Pasca kemerdekaan sampai sekarang ini Indonesia adalah pangsa pasar yang paling penting bagi industri otomotif raksasa dunia.

Usaha Indonesia mengembangkan industri otomotif menuai kendala dan sangat rumit dikarenakan masalah-masalah politik, pergantian kekuasaan, dan konsistensi dalam perencanaan. Tampaknya ada usaha-usaha untuk menghambat tumbuh dan berkembangnya industri otomotif Indonesia meskipun sulit dibuktikan, namun yang jelas ini telah menghasilkan ketergantungan yang tinggi kepada impor.

Walaupun demikian impor terbesar Indonesia masih didominasi impor bahan bakar. Dari 10 impor barang terbesar Indonesia, 3 urutan teratas adalah bahan bakar yakni Refined Petroleum: $23.2 billion, Crude Petroleum: $10.1 billion, Petroleum Gas: $4.92 billion. Ketiganya nilainya mencapai 38-40 miliar dolar atau mencapai 620 triliun rupiah setahun.

Sementara impor produk manufaktur yang lain juga berada pada posisi teratas meskipun masih kalah besar dengan impor bahan bakar yakni impor Motor Vehicles and Parts: $4.19 billion, Broadcasting Equipment: $4.01 billion, Machinery including Computers: $3.9 billion, Electrical Machinery and Equipment: $3.5 billion, Iron and Steel: $3.2 billion, Plastics and Plastic Articles: $2.9 billion dan Organic Chemicals: $2.5 billion. Ketergantungan yang sangat besar terhadap impor manufaktur ini memperlihatkan suatu level ketergantungan yang besar.

Apa pelajaran sejarah yang dapat dipetik dari uraian panjang lebar di atas; Pertama, keuangan yang dibentuk oleh perekonomian Indonesia selama ratusan tahun gagal diselamatkan sebagai sumber modal nasional. Artinya sumber keuangan itu diambil pihak lain.

Kedua, industri Indonesia yang seharusnya berkembang secara alami dihalangi secara destruktif sehingga perkembangan sejarah terputus.

Ketiga, ekonomi Indonesia terutama industrinya didesain sedemikan rupa mulai dari menanamkan mitos-mitos sebagai filosofinya, brainwash para pemikir dan aktivis sebagai juru bicara de-industrialisasi, mendesain program dan menyuap dengan berbagai program untuk terus berada dalam jalur de-industrialisasi.

Mengakhiri mitos memang tidak mudah karena mitos-mitos itu telah menjadi nikmat tersendiri bagi para pengurus negara dan menjadi ilmu yang mereka bisa ceritakan sebagai dongeng-dongeng pengantar tidur kepada masyarakat khalayak ramai.

Mengakhiri mitos hanya bisa dilakukan dengan tegangan listrik yang besar yang dialirkan ke kepala setiap orang sehingga membuat mindblowing, ledakan otak karena terkejut oleh sesuatu yang tidak mereka duga-duga.

Itulah Maung yang ditunggangi Presiden Prabowo Subianto. Mobil gagah perkasa seperti penunggangnya yang diproduksi oleh PT Pindad. Konon 100 persen desain mobil dilakukan oleh anak bangsa. Maung adalah kejutan bagi bangsa Indonesia yang merupakan kejutan pertama dari Presiden ke-8 Republik Indonesia. Maung akan menjadi keyakinan baru bahwa Indonesia bisa membangun industri. Maung itu adalah bangun jiwanya dan bangun raganya. This is our capacity.()

Oleh : Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi, Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI)

Continue Reading
Advertisement

Trending