Connect with us

Opini

Lawan Rencana Revisi Peraturan Sektor Minerba Oligarkis!

Published

on

Ibarat memancing di air keruh, saat masyarakat tercekam menghadapi wabah virus Covid-19, awal Maret 2020 Kementrian ESDM menerbitkan Permen ESDM No.7/2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan dan Pelaporan Kegiatan Pertambangan Minerba yang memihak swasta dan asing.

Permen ESDM No.7/2020 tersebut berisi ketentuan yang melanggar UUD 1945, TAP MPR No.IX/2001 dan UU Minerba No.4/2009. Oleh sebab itu Menteri ESDM dianggap telah dengan sengaja melakukan perbuatan melanggar hukum, sehingga layak untuk segera diproses secara hukum!

Saat ini pemerintah dan DPR sedang membahas RUU tentang Perubahan UU No.4/2009 dan juga RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Selain itu, pemerintah pun sedang memeroses Revisi Ke-6 PP No.23/2010. Namun karena penyelesaian RUU dan RPP berpotensi terkendala di satu sisi, serta di sisi lain, guna mengakomodasi kepentingan dan desakan para konglomerat kontraktor Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang kontraknya akan segera berakhir, maka pemerintah proaktif dan patut diduga terlibat KKN menerbitkan Permen ESDM No.7/2020.

Salah satu ketentuan prinsip yang tercantum dalam Permen Esdm No.7/2020 adalah Pasal 111 yang berbunyi: Dalam rangka menjamin pelaksaanaan kegiatan usaha mineral dan batubara serta iklim usaha yang kondusif, Menteri dapat menetapkan ketentuan lain bagi pemegang IUPK Operasi Produksi sebagai kelanjutan operasi Kontrak Karya (KK) dan PKP2B. Dengan Pasal 111 Permen ESDM No.7/2020 ini, seluruh kontraktor KK dan PKP2B otomatis akan mendapat perpanjangan kontrak dalam bentuk IUPK.

Padahal menurut UU Minerba No.4/2009 jika kontrak KK dan PKP2B berakhir, pemerintah berwenang untuk tidak memperpanjang kontrak. Seluruh wilayah kerja (WK) tambang yang dikelola kontraktor harus dikembalikan kepada negara. Negara berkuasa penuh atas WK tambang, yang kemudian dirubah menjadi wilayah pencadangan negara (WPN). Pengelolaan lebih lanjut atas WPN sudah pun telah diatur pada Pasal 75 UU No.4/2009.

Ayat 3, dan 4 Pasal 75 UU No.4/2009 menyatakan bahwa: (3) Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mendapat prioritas dalam mendapatkan IUPK; (4) Badan usaha swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk mendapatkan IUPK dilaksanakan dengan cara lelang WIUPK. Oleh sebab itu, sesuai konstitusi, kepentingan strategis negara, kebutuhan ketahanan energi, dan keadilan distribusi penerimaan negara bagi seluruh rakyat, maka pemerintah seharusnya menunjuk langsung BUMN dibanding melakukan tender.

Dengan memberi perpanjangan langsung melalui penerbitan Permen ESDM No.7/2020, pemerintah tidak saja menggagalkan hak konstitusional BUMN, tetapi juga dengan sengaja menghilangkan proses tender WPN yang berpotensi menambah penerimaan negara. Dengan gagalnya BUMN mengelola, maka potensi rakyat memperoleh distribusi penerimaan yang lebih besar, adil dan merata juga telah dengan sengaja dieliminasi oleh Pemerintahan Jokowi.

Disamping itu, Permen No.7/2020 juga melanggar Pasal 83, Pasal 169 dan Pasal 171 UU Minerba No.4/2009. UU Minerba tidak mengenal adanya skema perpanjangan KK/PKP2B secara otomatis. Pemerintah berargumentasi hak perpanjangan otomatis kepada kontraktor PKP2B dengan merujuk Pasal 47, 169 dan 171 UU Minerba No.4/2009, Pasal 30 Amandemen PKP2B, Pasal 112 PP No.23/2010 dan Pasal 112 PP No.77/2014. Ternyata dalam hal ini terjadi manipulasi penggunaan kata “dapat” pada Pasal 47 UU Minerba No.4/2009.

Sesuai tata urutan perundang-undangan Pasal 7 UU No.12/2011 posisi Permen ESDM jauh lebih rendah dibanding posisi UU. Oleh sebab itu otomatis dasar hukum “perpanjangan otomatis” batal demi hukum. Apalagi, jika mengacu pada Pasal 33 UUD 1945, TAP MPR No.IX/2001 tentang Pengelolaan SDA. Maka, Permen ESDM No.7/2020 ini sudah sangat jelas bertentangan dengan konstitusi, melanggar undang-undang, merampas hak rakyat untuk memperoleh pendapatan yang lebih adil dan merata melalui pengelolaan minerba oleh BUMN.

Peran Konglomerat & Asing
Oligarki penguasa-pengusaha dan para kontraktror swasta/asing PKP2B yang kontraknya akan segera berakhir berada di belakang upaya gencar perubahan peraturan sektor minerba, termasuk penerbitan Permen ESDM No.7/2020. Kontraktor-kontraktor dimaksud adalah PT Tanito Harum (kontrak berakhir: 1/2019), PT Arutmin Indonesia (11/2020), PT Kaltim Prima Coal (12/2021), PT Multi Harapan Utama (4/2022), PT Adaro Indonesia (10/2022), PT Kideco Jaya Agung (3/2022) dan PT Berau Coal (9/2025). Ketujuh kontraktor ini menguasai lebih dari 55% produksi batubara nasional, dengan keuntungan bersih lebih dari Rp 25 triliun/tahun!

Sesuai tulisan IRESS pada 2 Maret 2020, aset sumber daya batubara yang saat ini dikuasai kontraktor PKP2B adalah 3,17 miliar ton berstatus cadangan dan 20,7 miliar ton berstatus sumberdaya. Dengan terbitnya Permen ESDM No.7/2020 ini maka otomatis aset rakyat yang bernilai antara Rp 2.102 triliun (cadangan) hingga Rp 6.500 tiliun (sumberdaya) akan kembali dikuasai kontraktor swasta/asing. Jika itu terjadi, maka dominasi para taipan/asing berlanjut, dan rakyat tidak akan memperoleh distribusi kekayaan negara yang adil dan berkelanjutan.

Sepanjang pemerintahan Jokowi, rakyat telah mencatat deretan upaya konspiratif oligarki penguasa-pengusaha untuk terus mendominasi aset tambang batubara negara. Awalnya upaya dilakukan melalui revisi UU Minerba pada 2018. Lalu karena gagal, upaya dilakukan dengan mencoba menerbitkan Revisi Ke-6 PP No.23/2010. Karena penolakan publik dan intervensi KPK, revisi PP No.23/2010 pun kembali gagal. Selanjutnya upaya konspiratif busuk kembali dilakukan September 2019 melalui RUU Perubahan UU No.4/2009, bersamaan dengan RUU KPK, RUU KUHP, danRUU lainnya. Upaya ini pun gagal akibat penolakan para demonstran berhari-hari di depan Gedung DPR pada akhir September 2019.

Setelah mengalami deretan kegagalan seperti di atas, bersamaan dengan pembahasan RUU Minerba “super kilat” pada Februari 2020, ternyata upaya konspiratif secara diam-diam dilakukan oleh Pemerintah atas dukungan para konglomerat, sehingga lahirlah Permen ESDM No.7/2020. Pembuat dan penerbit Permen ESDM ini sangat sakti karena bisa menundukkan amanat konstitusi, TAP MPR, dan berbagai ketentuan UU yang hanya dapat tersusun atas adanya sidang-sidang dan kesepakatan MPR dan DPR.

Bisa saja Arifin berani melakukan pelanggaran hukum yang sangat serius tersebut karena telah mendapat arahan dan restu dari Presiden Jokowi. Alternatifnya, bisa pula Jokowi tidak tahu atau pura-pura tidak tahu tentang apa yang dilakukan oleh Arifin. Namun sebesar apapun kesaktian Menteri ESDM Arifin Tasrif seperti disebut di atas, sebagai negara hukum, kita menuntut agar hukum ditegakkan. Itu sebabnya rakyat harus menuntut agar Arifn segera diproses secara hukum.

Masalah seputar UU Minerba dan kontrak PKP2B telah dibahas secara terbuka sepanjang lima tahun terakhir. Karena itu jangan salahkan jika rakyat meyakini kalau Presiden Jokowi pun sangat paham tentang permasalahan dan kepentingan oligarki di balik berbagai upaya perubahan peraturan minerba. Rakyat tidak percaya kalau Presiden menyatakan tidak paham atau tidak terlibat. Karena kentalnya nuansa konspirasi oligarkis, terserah bagaimanapun status keterlibatan Presiden Jokowi atas terbitnya Permen ESDM No.7/2020, karena Permen ESDM tersebut telah resmi diterbitkan atas nama pemerintah, maka rakyat pun menuntut pula pertangunggjawaban Presiden Joko Widodo!

Pada kesempatan ini, IRESS kembali mengingatkan agar para konglomerat berhenti melanggar konstitusi dan UU, serta berprilaku bernuansa moral hazard. Pada saat yang sama demi rasa keadilan dan kemanusiaan, para konglomerat dituntut berminat untuk menunjukkan empati kepada rakyat yang sebagian besar hidup miskin. Sebagian dari taipan tersebut menjadi kaya dan masuk daftar terkaya karena selama ini telah menguasai dan mengkapitalisasi, untuk kepentingan kelompok/pribadi, kekayaan tambang batubara milik negara yang menurut konstitusi harus dikelola oleh BUMN.

Akhirnya, karena telah nyata melakukan perbuatan melanggar hukum, apalagi hal tersebut dilakukan dengan memalukan tanpa empati di tengah kondisi negara dan rakyat menghadapi pandemi Covid-19, maka kita menuntut agar Menteri ESDM Arifin Tasrif segera diproses secara hukum. Selain itu, kita meminta agar Permen ESDM No.7/2020 tersebut segera dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Karena menjadi penaggungjawab pemerintahan, kita juga menuntut Presiden Jokowi diproses sesuai Pasal 7 UUD 1945 tentang Pemakzulan, terutama dengan memberikan jalan bagi potensi perampokan aset minerba nasional melalui penerbitan Permen ESDM No.7/2020. Kita tidak ingin NKRI dikelola secara ugal-ugalan.

Oleh: Marwan Batubara, Direktur Eksekutif IRESS

Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opini

Pembagian Peran Regulator dan Operator Dalam Sistem Transportasi Nasional Perkretaapian

Published

on

By

PADA tahun 1992 pemerintah dengan persetujuan DPR menerbitkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992, tentang Perkeretaapian. Namun setelah diundangkan, Undang-undang tersebut belum mampu mengentaskan berbagai persoalan yang berlaku selama 15 tahun, 1992-2007. Karena belum mampu membangkitkan perkeretaapian, UU 13/1992 diganti dengan UU 23/2007 tentang Perekeretaapian.

Hadirnya UU 23/2007 saat itu dinilai relevan untuk menggantikan UU13/1992 yang saat itu sudah usang dan dianggap tak mampu memberdayakan perkeretaapian.

Undang-Undang yang diresmikan pada bulan Juli 2007 di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu telah melahirkan banyak karya bagi perkeretaapian, khususnya untuk pembangunan prasarana rel, persinyalan, terowongan, jembatan dan jaringan listrik atas KRL, maju pesat seiring perhatian pemerintah di sektor perkeretaapian.

Sebelum lahir UU 23/2007 pada 5 Agustus 2005, pemerintah telah berusaha menjelaskan dan memisahkan dengan jelas fungsi regulator yang fokus dengan fungsi Kebijakan Pengaturan dan Pengawasan Pengujian yang ada di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) di bawah Kementerian Perhubungan.

Dengan dibentuknya DJKA sebagai pembuat kebijakan & Policy yang diatur dalam UU 23 Tahun 2007, ingin menjelaskan dan berbagi peran yang jelas bahwa DJKA fokus pada fungsi regulator melaksanakan pembangunan prasarana.

Menurut Undang-Undang jelas bahwa pemerintah bertindak selaku regulator kebijakan dan pengaturan kebijakan perkeretaapian saja clear. Fungsinya umum dari regulator adslah fungsi pengatur dan prmbuat kebijakan dalam sebuah permainan layaknya wasit dan pengatur pertandingan agar semua pemain operator bermain dengan fair dan clear – clean yang selama ini sudah dijalakan dengan baik.

Pemerintah sebagai regulator perkeretaapian juga sebagai kuasa anggaran dari APBN untuk membangun prasarana perkeretaapian. Sebagai kuasa anggaran, regulator berkuasa untuk mensupport dan membangun prasarana, menentukan dan memberikan subsidi angkutan perintis dan susbsidi untuk angkutan perkotaan, KRL Jabotabek, KA jarak jauh serta KA Lokal serta LRT. Selain itu juga diharapkan KA Bandara dan KA Cepat yang semua merupakan penugasan penting dari negara dan rakyat pada BUMN saat ini di berbagai daerah.

Dukungan Anggaran Sebagai PSO

Dalam UU 23/2207 juga diatur untuk perawataan jalan. Karena prasarana jalan rel, persinyalan dan lainnya merupakan aset dan milik pemerintah, regulator wajib menyerahkan aset pada operator, merawat aset prasarana tersebut. Sehingga berbagi peran antara regulator dan operator sangat jelas sesuai ketentuan dalam Undang-Undang.

Selanjutnya regulator juga telah dengan baik menyiapkan anggaran pemeliharaan jalan rel yang dikenal dengan infrastrukur maintenance Operation (IMO) dan akan terus ditingkatkan sesuai kebutuhan dan riil sesuai dengan apa yang telah dilaksanakan di mana perawatan seluruhnya dilakukan oleh operator.

Dalam prakteknya pelaksanaan UU 23/2007 belum sepenuhnya sempurna dilaksanakan namun Alhamdulillah regulator yang telah berhasil membangun sejumlah proyek perkeretaapian di Jawa, Sumatera hingga Sulawesi Selatan selalu menjadi wasit yang baik untuk operator dan setiap prasarana yang dibangun diserah terima operasikan kepada badan usaha sebagai operator sebagaimana amanat Undang-Undang dengan tetap berfungsi sebagai regulator atau wasit yang baik yang tidak menjelma juga sebagai pemain. Regulator jelas pembuat kebijakan dan wasit agar permainan selalu fair.

Operator Terbaik
Saat ini kinerja PT KAI sedang pada masa yang terbaik sejak dirintis pada awal perubahan status Perumka menjadi Persero hingga era Transformasi zaman kepemimpinan di bawah Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dan juga dilanjutkan oleh kepemimpinan yang berkelanjutkan saat ini dalam masa puncak kemajuan dan pelayanan pada masyarakat dan siap ditingkatkan lagi.

Sebagai transformasi layanan secara digital dan terdapat aspek AI di dalamnya, PT KAI siap melaksanakan tugas sebagai operator kereta api terbaik di dunia. Bahkan banyak saksi dari warga negara asing yang menyaksikan pengelolaan kereta api di Indonesia bahkan mengalahkan layanan di negara adikuasa seperti Amerika Serikat.

Sebagai operator yang mengoperasikan sarana di atas rel milik pemerintah, di bawah kebijakan dan regulasi pemerintah dengan fungsi seperti diatur dalam Undang- Undang, PT KAI sudah menjalankan fungsinya sebagai operator dengan baik untuk melayani masyarakat dan negara dengan rekor mengangkut 421.7 juta penumpang dan 63 juta ton barang.

Dimana secara market share nasional cukup signifikan dalam mengatasi kelancaran traffic nasional dan menduking solusi sistem logistik nasional terutama di masa angkutan puncak long week end seperti angkutan Natal dan Tahun Baru serta angkutan Lebaran yang efisien.

Hal ini membuat masyarakat nyaman aman selamat sampai tujuan dan mengatasi solusi lingkungan terbaik dari operator terbaik di Indonesia. PT KAI sudah mampu jadi contoh dan pattern pola terbaik dalam pengelolaan dan layanan terbaik untuk moda angkutan lain di Asia Tenggara. Jadi tidak ada alasan untuk menghadirkan operator lain yang lebih sukses daripada PT KAI, juga tak ada alasan untuk perbaikan dari sisi manajerial. Karena justru manajemen moda angkutan lain banyak yang belajar dari transformasi manajemen perkeretaapian yang ada saat ini.

Pemerintah telah berhasil dan sukses membangun prasarana stasiun kereta api di Jabotabek dan di Jawa Sumatera dengan baik dan sukses. Regulator lebih dikenal sebagai pembuat kebijakan dan yang melaksanakan pembangunan prasarana yang dalam hal ini dibangun oleh Kementrian Perhubungan dan Kementerian PU yang selanjutnya diserahkan kepada BUMN sesuai ketentuan dalam Undang-Undang agar benar-benar terbagi dan pembagian yang jelas antara regulator dan operator.

Dan sebagai operator BUMN KAI saat ini memberikan pelayanan prima dengan produk-produk inovatifnya. Jelas di sini pemisahan dan pembedaan yang clear and clean antara regulator dan operator tidak ada campur tangan dan tiada intervensi apapun dan saling menjaga fungsi masing-masing.
Seharusnya regulator dan operator berperan secara jelas dalam pemisahan dan pembedaan, jangan ambigue atau saling intervensi.

Masih Belum Sempurna

Apakah Undang-Undang 23/2007 telah sesuai dengan peran masing-masing antara regulator dengan operator. Ada beberapa hal yang masih belum sempurna dari UU 23/2007, diantaranya perlu penegasan, pengaturan peran regulator dalam proyek pekerjaan sipil, sehingga regulagor tidak masuk ke wilayah operator. Regulator cukup memberikan arahan, kebijakan dan evaluasi dalam pembangunan dan pemeiliharaan prasarana perkeretaapian.

Sementara solusi untuk penugasan perawatan prasarana bahkan pembangunan bisa dikerjakan oleh holding BUMN atau badan usaha, badan penyelenggara atau operator yang terbaik. Saat ini yang berfungsi sebagai operator dan berintegritas yang tidak pernah berhadapan dengan persoalan hukum adalah PT KAI. Bila berbentuk badan layanan umum (BLU), belum tentu berjalan dengan baik dibandingkan hasil nyata oleh operator saat ini yang sudah punya kisah sukses panjang.

Dengan demikian peran regulator dalam proyek bisa didelegasikan, jadi regulator memberikan penugasan pada operator dan direvitalisasi serta dikuatkan dalam perusahaan BUMN sebagai holding yang terintegrasi. Pemeliharaan prasarana operasional saat ini dilaksanakan oleh KAI. Setiap tahun regulator melakukan penugasan pada operator terbaik saat ini yaitu KAI.

Solusinya KAI nantinya menjadi holding yang membawahi berbagai fungsi sebagai pengelola sarana, prasarana dan aset row semuanya dijadikan satu bagian dari operator terbaik saat ini. Kementerian BUMN saat ini sedang mempertimbangkan dan mengevaluasi untuk berusaha menggabungkan perusahaan satu kluster dalam holding BUMN di bawah koordinator KAI sebagai induk dan lead-nya.

Jadi kesimpulannya, regulator sudah menjalankan fungsi dengan baik dan BUMN Perkeretaapian juga sudah membuktikan experience nya dalam best praktisnya yang sudah berhasil dijalankan oleh operator saat ini Sehingga perlu terus dikaji dan direkomendasikan untuk dikuatkan pembentukan Badan Usaha Perawatan Sarana (BUPS), Badan Usaha Perawatan Prasarana (BUPP), dan BUP untuk Aset ROW eksisting dalam satu naungan manajemen Holding BUMN terbaik saat ini seiring pembenahan dengan solusi manajemen holdingisasi dari Kemetrian BUMN.

Sehingga regulator tidak perlu repot-repot terjun sebagai operator pemeliharaan prasarana, sarana dan aset ROW. Karena aspek manajemennya sudah dijalankan secara baik oleh operator dan cukup masing-masing menghormati sesuai dengan apa yang diatur dalam Undang-Undang.

Regulator sendiri sudah sangat sukses sebagai pengatur, pembuat policy and rule. Pemerintahan sebagai pembuat kebijakan (regulator) fokus di kebijakan dan Badan Penyelenggara yang sudah berjalam saat ini sebagai eksekusi kebijakan fokus sebagai operator yang sekarang sudah menjalankan fungsinya yang baik ditingkatkan dan dilanjutkan dengan dukungan pemerintah.

Demikian sekelumit wacana untuk perkeretaapain Indonesia yang lebih baik, modern, transformatif, adaptif dan semakin maju dalam melayani rakyat…. Merdeka.()

Oleh: Edi Suryanto, Presiden Federasi SP Perekeretaapian & Ketua Umum Serikat Pekerja Kereta Api

Continue Reading

Opini

Sebelum Presiden Prabowo, Bukan Hanya Koruptor yang Diampuni Tapi Juga Kejahatan Keuangan

Published

on

By

PROYEK tax amnesty merupakan proyek pengampunan para koruptor dan penjahat keuangan dalam skala raksasa. Proyek ini adalah kegiatan mengampuni koruptor dan mengampuni kejahatan keuangan terbesar dan menjadikan negara dan pemerintah sekaligus sebagai agen pencucian uang terbesar di dunia.

Proyek ini bermula ketika Menteri Keuangan Sri Mulyani mendeklare target pengampunan para koruptor dan pelaku kejahatan keuangan senilai sedikitnya 10.000 triliun. Uang ini ditargetkan akan masuk dalam program tax amnesty Indonesia. Namun evaluasi dan investigasi terhadap proyek pengampunan koruptor dan kejahatan keuangan melalui tax amnesty belum dilakukan.

Statemen utama tax amnesty adalah bahwa negara atau pemerintah tidak memperdulikan asal usul uang. Artinya semua uang yang masuk dalam proyek tax amnesty akan dilegalkan termasuk uang hasil korupsi dan seluruh kejahatan keuangan, dengan kewajiban membayar denda yang sangat kecil.

Proyek pengampunan korupsi dan pengampunan pelaku kejahatan keuangan telah membawa konsekuensi pada ketidak-pastian hukum indonesia, meningkatkan korupsi, dan meningkatkan kejahatan keuangan belakangan ini.

Akibat proyek pengampunan korupsi dan kejahatan keuangan tax amnesty telah membawa keresahan kepada pemerintahan baru Prabowo Subianto dalam menentukan strategi pemberantasan korupsi yang tepat saat ini dan ke depan. Mengingat kejahatan keuangan di Indonesia semakin longgar. Sementars itu, membiarkan hasil tax amnesty akan membawa dampak pada diampuninya harta hasil korupsi dan harta tersebut berada dalam lingkungan korupsi dan lingkungan kejahatan keuangan.

Akibat pengampunan para koruptor dan pelaku kejahatan keuangan juga telah membawa dampak pada melemahnya kepatuhan pajak dan ketaatan dalam pembayaran pajak makin rendah, data pajak yang makin kacau, biaya pemungutan pajak mahal, dan membuat peluang kementerian keuangan menjadi terbiasa secara kelembagaan dan oknum dalam memperjualbelikan hukum agar memudahkan melakukan pencucian uang.

Tax amnesty telah mencederai nama Indonesia sebagai salah satu negara yang menjalankan skema pencucian uang dalam usaha pemerintah mendapatkan uang bagi APBN dari pelaku korupsi dan pelaku kejahatan keuangan. Akibat program ini membuat kepercayaan internasional terhadap Indonesia melemah.

Presiden Prabowo yang terjebak pada hasil tax amnesty yang dijalankan Kementerian Keuangan pada periode sebelumnya, berusaha mencari strategi alternatif yakni pengembalian uang beserta seluruh hasil dan bunga uang itu.

Dalam kondisi kepercayaan yang rendah masyarakat terhadap Kementerian Keuangan termasuk aparat pajak, rencana Presiden akan menuai perlawanan karena dipandang akan berpotensi mengampuni korupsi dan kejahatan keuangan pasca tax amnesty.()

Oleh: Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi AEPI

Continue Reading

Opini

Setelah PPN 12 Persen Apa Lagi?

Published

on

By

HAMPIR dipastikan kenaikan PPN 12 Persen akan berdampak buruk pada perekonomian nasional. Konsumsi akan tertekan, investasi akan tertekan, belanja perusahaan akan tertekan, dan pada ujungnya belanja pemerintah pun akan tertekan. Kita akan lihat bahwa kenaikan PPN akan berdampak pada berkurangnya pendapatan negara dari PPN dan pajak lainnya.

Sebetulnya disaat kondisi perekonomian melemah kebijakan yang ditempuh pemerintah adalah melakukan berbagai pelonggaran agar perekonomian leluasa bergerak. Pelonggaran tersebut seperti menurunkan suku bunga bank, menurunkan pajak, atau insentif pajak lainnya. Karena ini secara langsung akan meningkatkan daya beli masyarakat.

Namun apa daya kebijakan PPN 12 Persen sudah diputuskan, sementara suku bunga di Indonesia sudah cukup tinggi. Selain harus membayar beban pajak mahal, masyarakat Indonesia sejak awal sudah tersandera oleh bunga bank yang tinggi. Bunga yang tinggi lagi-lagi dipicu oleh bunga surat utang negara yang lebih tinggi dari bunga bank. Maka bank untuk menimbun liquiditas harus menaikkan bunga. Kalau tidak semua uang akan disedot oleh obligasi pemerintah.

Perkiraan Tahun 2025 akan ada tekanan yang lebih berat kepada pendapatan negara dari pajak. Namun Menteri Keuangan tampaknya telah menjanjikan uang lebih kepada presiden. Masalahnya sekarang darimana uang itu akan diperoleh setelah kenyataan di depan mata bahwa kebijakan menaikkan PPN 12 Persen hanya bermodalkan keputusan politik dan tidak dilandasi oleh suatu kajian akademis yang memadai.

Kelihatanya pemerintah akan terfokus kepada usaha mengatasi dua masalah paling besar dalam APBN yakni subsidi dan kompensasi energi serta pembayaran bunga dan cicilan utang pemerintah. Kedua anggaran ini akan menelan sedikitnya sepertiga APBN Indonesia.

Melakukan penundaan pembayaran bunga utang dan cicilan utang tampaknya tidak akan berani dilakukan pemerintah, karena ini akan beresiko pada ketidakpercayaan pasar terhadap dagangan surat utang pemerintah. Kalau pemerintah mengajukan permohonan ini kepada pemilik uang maka bisa-bisa pemerintah mendapatkan ganjaran yang serius. Tentu saja pemeirntah takut akan hal ini.

Maka tinggal satu langkah yang dapat dilakukan pemerintah yakni mengurangi subsidi dan kompensasi energi. Kebijakan ini mungkin tidak akan dilakukan bersamaan dengan kenaikan PPN 12 persen. Diperkirakan kebijakan pengurangan subsidi energi akan dilakukan setelah 3 bulan pemerintahan ini berjalan dan menemukan kenyataan bahwa PPN 12 persen kontraporoduktif terhadap APBN. Karena memang sejak semula tidak ada kajian akademik mengenai manfaat kenaikan PPN 12 persen. Kebijakan yang berbasis angan-angan ini akan membuat pendapatan negara jeblok.

Apakah ada dampak politik jika pemerintah mengambil keputusan mencabut subsidi dan mencabut dana kompensasi energi? Tentu saja dampaknya akan sama dengan PPN 12 persen. Akan ada hiruk pikuk di masyarakat. Tapi semua itu memang akan dipaksakan karena beban APBN yang sudah berat, karena kegagalan pengelolaan keuangan negara, kegagalan pengelolaan penerimaan negara selama dua dekade terakhir. Kegagalan kementerian keuangan yang harus dibayar mahal oleh rakyat.()

Oleh : Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi AEPI

Continue Reading
Advertisement

Trending