Ekonomi
Kasus KKKS HCML Blok Selat Madura, SKK Migas Ikut Tanggung Jawab
Jakarta, HarianSentana.com – Direktur Eksekutif IRESS, Marwan Batubara mengatakan, bahwa SKK Migas sebagai lembaga pengawas dan pengendali kegiatan industri hulu migas nasional termasuk yang harus bertanggungjawab atas timbulnya masalah Floating Production Unit (FPU).
Seperti diketahui, SKK Migas pada tanggal 8 Mei 2017 telah merestui disepakatinya Kontrak No.332004438 antara Husky CNOOC Madura Limited (HCML) dengan Konsorsium PT Anugrah Mulia Raya (AMR) tentang Lease-Purchase of Floating Production Unit (FPU) bernilai kontrak US$ 386 juta dan jaminan pelaksanaan senilai US$ 19.31 juta itu. “Ironisnya, hingga saat ini sarana FPU tersebut tidak jelas progresnya, akibatnya negara dan rakyat berpotensi dirugikan triliunan rupiah,” kata Marwan dalam keterangan persnya yang diterima HarianSentana.com di Jakarta, Selasa (31/12).
Menurut Marwan, banyak pihak yang menduga ada masalah besar dalam kontrak pengadaan sarana migas tersebut. “Bahkan ditengarai, ada pejabat SKKMigas yang sengaja melindungi perusahaan yang telah nyata wan-prestasi, sehingga negara dan kontraktor KKKS HCML harus menanggung kerugian triliunan rupiah,” tukasnya.
Lebih jauh ia mengungkapkan, pada saat PT Duta Marine (DM) ditetapkan sebagai pemenang tender proyek FPU, nilai penawarannya adalah US$ 352,8 juta. Untuk itu DM juga menyerahkan jaminan berupa Bid Bond sebesar US$ 3,9 juta. “Namun berdasarkan laporan Audit BPK pada 2018, ternyata SKK Migas justru tidak mengenakan penalti atau mencairkan Bid Bond yang diserahkan DM kepada HCML/SKK,” sesalnya.
Padahal, lanjut dia, pencairan atau penyitaan Bid Bond atas proyek gagal merupakan hal yang lumrah dilakukan dalam pengadaan proyek sesuai proses tender. Dalam hal ini mantan Kepala SKK Amien Sunaryadi patut digugat karena membebaskan DM dari kewajiban membayar penalti akibat gagal menjalankan kontrak. “Pinalti sebesar US$ 3,9 juta tersebut merupakan kerugian negara yang telah lolos untuk bisa menjadi pendapatan negara,” ujarnya.
Lolosnya penalti Bid Bond diduga sarat moral hazard yang melibatkan Amien Sunaryadi, yang saat ini telah diangkat menjadi Komisaris Utama PLN. “Faktanya, mantan kepala SKK Migas Amin Sunaryadi memang pernah diperiksa oleh Bareskrim Polri pada Febuari 2018, namun tidak diperoleh informasi akurat tentang hasil pemeriksaan dan kelanjutan dari status Bid Bond senilai US$ 3,9 juta yang harusnya masuk menjadi pendapatan negara,” beber mantan Anggota DPD dari dapil DKI ini.
Ironisnya, kata dia, setelah dirugikan dalam kasus Bid Bond terse(but, negara pun harus menerima kenyataan bahwa proyek FPU untuk Blok Migas Madura Strait masih tetap gagal terwujud hingga sekarang. “Meskipun AMR merupakan pelaksana proyek yang telah wan-prestasi dan harus bertanggungjawab, termasuk menanggung penalti keterlambatan, namun SKK Migas tetap menjadi pihak yang juga harus ikut bertanggungjawab,” ulang Marwan.
Sebab, kata dia, keterlambatan atau gagalnya penyelesaian proyek FPU HCML bisa saja berpangkal dari penyimpangan proses pengadaan dan kelalaian pengawasan oleh pejabat SKK Migas, termasuk saat pelaksanaan proyek yang berlangsung hingga saat ini. “Karena ini bukan delik aduan, seharusnya Kementerian ESDM dan lembaga-lembaga terkait dapat terlibat aktif untuk mengusut kasus ini guna mengamankan kebijakan Presiden Jokowi yang sedang berupaya meningkatkan produksi migas guna mengurangi defisit neraca perdagangan dan defisit neraca transaksi berjalan,” tukasnya.
Ia menambahkan, keterlambatan atau kegagalan proyek FPU HCML tentu telah sangat merugikan negara, diantaranya komersialisasi lapangan tertunda, kesempatan memperoleh keuntungan tertunda, masa produksi sesuai kontrak berkurang, lifting migas turun, pendapatan negara turun, iklim investasi hulu migas terganggu dan kegiatan industri Jawa Timur terkendala. “Di samping itu, dengan lifting migas yang turun maka defisit neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan pun ikut meningkat,” katanya.
Karena besarnya kerugian negara akibat kegagalan proyek FPU, lanjut dia, maka pemerintah dan lembaga penegak hukum, terutama Polri dan KPK harus segera mengambil tindakan hukum. “Penyelidikan kasus KKKS Blok Selat Madura ini harus dimulai dari saat proses tender berlangsung pada 2016-2017, termasuk gagalnya pencairan Bid Bond dari MD dan ditunjuknya AMR secara otomatis sebagai pengganti, yang ternyata juga gagal menyelesaikan proyek sesuai kontrak, yang mestinya dikenakan sanksi,” pungkasnya.(sl)
.
Ekonomi
Langgar Aturan, Warga Tolak Pembangunan SUTET Priok-Muara Tawar. Bakal Bawa ke Jalur Hukum
pembangunan sutet tg.priok muara tawas bermasalah

Jakarta, hariansentana.com – WARGA keberatan dan menolak pembangunan SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) T.24 500 kV di Gg. Teladan IV, Kel.Tugu Selatan, Koja, Jakarta. Pasalnya, pembangunan SUTET tersebut dinilai melanggar ketentuan yang berlaku, tidak sesuai SOP dan diduga kuat ada “Permainan” oknum di lapangan.
Sebelumnya, diberitakan berbagai media (kompas dan ANTARA) tentang penolakan warga karena adanya pelanggaran prosedur dan atsu SOP pembangunan SUTET itu di beberapa titik jalur Priok-Muara Tawas.Melalui kuasa hukumnya, seorang warga yang terdampak pembangunan SUTET tersebut, Labuhan Ruku Parhusip, menolak pembangunan SUTET yang berjarak kurang dari 1 meter dari rumahnya.
Advokat dari Kantor Advokat “LEONARDO OMPU SUNGGU & Associates selaku kuasa hukum Labuan Ruku Parhusip telah melayangkan surat keberatan dan penolakan, setelah sebelumnya melayamgkan surat somasi.Dalam surat kepada Unit Induk Pembangunan (UIP) Jawa Bagian Barat dan ditujukan kepada Manager UPP (Unit Pelaksana Proyek) Jawa Bagian Barat 4, Eko Sukmawanto, JI. H. Adam Malik, Komp. PLN GI Petukangan, Pondok Aren, Tangerang Selatan.
Leonardo Ompu sunggu menguraikan berbagai alasan keberatan dan penolakan diantaranya; bahwa pembangunan SUTET tersebut melanggar Tata Ruang dan Zona Aman. Dalam surat itu juga disampaikan Keberatan dan penolakan Hasil Survei Tapak Tower T.24 Tugu Selatan yang dilakukan bersama BPN (Badan Pertanahan Negara) Jakut.
Adapun yang menjadi dasar dari keberatan dan penolakan itui adalah bahwa, pada pokoknya keberatan terhadap Hasil Survei Tapak Tower T.24 SUTET beserta lampiran-lampirannya.
Menurut Leonardo, terdapat ketidaksesuaian Data Survei dengan Kondisi Faktual, dimana dalam Peta/Denah Lokasi hasil survei, lokasi tanah dan bangunan milik Kliennya dalam peta ditunjukkan dengan nomor objek 01098 berada kurang dari ± 1 (satu) meter atau lebih tepatnya. adalah 97 cm dari Tapak Tower SUTET 500 kV (T.24), hasil survei menyebut lokasi sebagai “Gang Telaga IV”, padalah lokasi yang sebenarnya adalah Gang Teladan IV. serta menyatakan area di samping rumah milik kliennya sebagai “gang umum”, padahal merupakan tanah milik pribadi.
“Kesalahan ini melanggar Pasal 11 ayat (2) Peraturan Menteri ESDM No.13 tahun 2021 tentang Ruang Bebas Dan Jarak Bebas Minimum Jaringan Transmisi Tenaga Listrik Dan Kompensasi Atas Tanah, Bangunan, Dan/Atau Tanaman Yang Berada Di Bawah Ruang Bebas Jaringan Transmisi Tenaga Listrik, yang mewajibkan survei dilakukan secara akurat dan objektif sesuai kondisi nyata, serta melanggar Pasal 33 s.d Pasal 37, Peraturan Menteri ATR/BPN No.19 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan. Untuk Kepentingan Umum, yang menegaskan pentingnya validasi partisipatif dan keterbukaan proses pengukuran ulang,” terang Leonardo, Jumat (16/5/2025).
Terkait adanya dugaan Pelanggaran Terhadap Tata Ruang dan Zona Aman, kata Leonardo, hal itu juga didasari Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.777 tahun 2022 tentang Penetapan Lokasi untuk Pembangunan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 kV di Kota Administrasi Jakarta Utara dan Kota Administrasi Jakarta Timur. Bahwa penempatan infrastruktur bertegangan tinggi seperti SUTET harus memperhatikan kriteria jarak aman.
“Hal itu melanggar Pasal 11 ayat (2) Peraturan Menteri ESDM No.13 tahun 2021 tentang Ruang Bebas Dan Jarak Bebas Minimum Jaringan Transmisi Tenaga Listrik Dan Kompensasi Atas Tanah, Bangunan, Dan/Atau Tanaman Yang Berada Di Bawah Ruang Bebas Jaringan Transmisi Tenaga Listrik, yang mewajibkan survei dilakukan secara akurat dan objektif sesuai kondisi nyata, serta melanggar Pasal 33 s.d Pasal 37, Peraturan Menteri ATR/BPN No.19 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan. Untuk Kepentingan Umum, yang menegaskan pentingnya validasi partisipatif dan keterbukaan. proses pengukuran ulang,” tegasnya.
Lanjut Leonardo, kliennya pun tidak dilibatkan dalam Proses Inventarisasi dan Validasi.
“Klien kami awalnya menerima undangan sosialiasi, namun kemudian dikecualikan dari proses,” katanya.
Menutut dia, hasil survei dan pengambilan keputusan tanpa adanya forum klarifikasi bertentangan dengan; Pasal 13 ayat (1) Peraturan Menteri ESDM No.13 tahun 2021 mewajibkan keterlibatan masyarakat berdampak dan Pasal 9 s.d Pasal 12 UU No.2 tahun 2012 yang mengatur bahwa proses pengadaan tanah harus mencakup partisipasi warga yang memiliki hak dan terdampak.
“Juga Pasal 36 Peraturan Menteri ATR/BPN No.19 tahun 2021 pengukuran ulang harus diberitahukan dan disaksikan oleh warga terdampak,” ujar Leonardo.
Lebih lanjut dikatakan Leonardo, PLN haruslah memperhatikan hak Sosial dan Perlindungan terhadap kliennya dan warga sekitar.
“Klien kami sebagai warga yang terdampak langsung baik fisik dan psikologis seharusnya masuk dalam kategori penerima perlindungan dampak sosial, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No.62 Tahun 2018 tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan dalam Pengadaan Tanah, termasuk hak atas: Informasi yang transparan, Ruang pengaduan dan Kompensasi atau Relokasi jika terdampak langsung,” ujar dia.
Lagi kata Leonardo, berdasarkan Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan dan wajib diberlakukan berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 36 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia 0225:2011 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2011 (PUIL 2011) dan Standar Nasional Indonesia 0225:2011/Amd1:2013 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2011 (PUIL 2011) Amandemen 1 Sebagai Standar Wajib, berfungsi untuk menjamin keselamatan instalasi listrik serta perlindungan masyarakat dan lingkungan.
“Beberapa poin yang penting dari PUIL 2011 yang relevan: Jarak Bebas Minimum (Clearance). Pasal 7.9.1.2.3 PUIL 2011 berbunyi “Jarak minimum antara penghantar saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET) dengan bangunan hunian adalah 8 (delapan) meter secara horizontal dan 9 (sembilan) meter secara vertikal.” Artinya bahwa jarak minimum antara konduktor SUTET dengan bangunan permanen atau tempat hunian adalah minimal 8 (delapan) meter secara horizontal dan 9 (sembilan) meter secara vertikal,” jelasnya.
“Nah, ini jarak dari titik pancang SUTET dengan rumah klien kami kurang dari 1 meter,” sambungnya.
Kemudian, kata Leonardi, memperhatikan juga Zona Bebas (Right of Way/ROW), dalam proyek SUTET 500 kV, ROW yang disarankan adalah sekitar 20 (dua puluh) meter dari sumbu tower ke setiap sisi, jadi 40 (empat puluh) meter total (standar PLN dan rekomendasi Kementerian ESDM). Bangunan atau hunian yang berada di dalam zona ROW tersebut tidak diperbolehkan berdiri, kecuali dalam kondisi tertentu (misalnya jika dibebaskan atau diberi kompensasi).
“Bahwa Provek Tower SUTET 500 kV Priok Muara Tawar (T.24) ini termasuk kategori instalasi bertegangan sangat tinggi (Extra High Voltage Transmission). Jika dikaitkan kondisi yang terjadi di lokasi Proyek Tower SUTET 500 kV Priok Muara Tawar (T.24) dan jarak rumah Klien kami berada kurang dari ± 1 (satu) meter atau lebih tepatnya adalah 97 cm dari Struktur Tower SUTET 500 kV (T.24) dengan aturan PUIL 2011,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Leonardo menilai bahwa.lokasi Rumah kliennya terlalu dekat dengan Tower SUTET T.24 yakni hanya berjarak 97 Cm dimana itu mengancam keselamatan jiwa kliennya.
“Tidak memenuhi standar minimum jarak aman horizontal (8-12 meter) Berpotensi melanggar ketentuan Pasal 7.9.1.2.3 PUIL 2011, yang bisa mengakibatkan resiko kejutan listrik, gangguan elektromagnetik, hingga keselamatan kebakaran,” jelasnya.
Oleh karenanya, tegas Leonardo, pihak PLN harus memasukkan rumah kliennya kedalam Wilayah Right of Way (ROW).
“Bangunan rumah milik Klien kami wajib dikosongkan dan Klien kami berhak untuk di Relokasi sesuai dengan prinsip keselamatan instalasi dan hak atas rasa aman sebagai warga Negara dan berhak mendapat kompensasi,” tegasnya.
Potensi Pelanggaran oleh Pelaksana Provek.Lagi menurut Leonardo, jika proyek tetap berjalan tanpa mengakomodasi kondisi itu maka dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap standar teknis ketenagalistrikan, khususnya. PUIL 2011 yang berpotensi memicu sanksi administrasi dan Pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 54 Undang-undang No.30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.
“Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, kami menyatakan dengan tegas bahwa:Klien kami berada dalam zona terlarang dan berbahaya secara teknis maupun regulatif untuk pendirian Tower SUTET 500 kV Priok Muara Tawar (T.24) dan berhak atas relokasi atau pembebasan lahan serta kompensasi,” tegasnya.
Karena, kata Leonardo, Pembangunan Tower SUTET 500 kV Priok Muara Tawar (T.24) dalam jarak tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap standar teknis, peraturan menteri, dan perundang-undangan yang berlaku.
“Kami mendesak agar pihak PT. PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan (UIP) Jawa Bagian Barat, Unit Pelaksana Proyek (UPP) Jawa Bagian Barat 4 agar menghentikan proses Pembangunan Tower SUTET 500 kV Priok Muara Tawar (T.24) dan melakukan klarifikasi ulang serta verifikasi lapangan bersama dengan melibatkan langsung pihak klien kami,” tandasnya.
Dugaan Kuat Ada Permainan Oknum
LapanganSementara, anak dari Ruku Parhusip. pemilik rumah terdampak, Dominggus Parhusip menilai, banyaknya pelanggaran yang dilakukan pihak pembangunan tapak SUTET T.24 di samping rumahnya yang menabrak ketentuan, kuat dugaan karena ada oknum lapangan yang mencari keuntungan pribadi lewat proyek pembangunan SUTET.
“Salahsatu contohnya, warga yang rumahnya dilewati proses pembangunan tiang pancang SUTET hanya mendapatkan kompensasi Rp. 200 rb per warga sementara di tempat lain (titik SUTET lainnya) saya dengar ada yang mendapat Rp. 500 rb. kok bisa beda?,” kata Dominggus.
Dia sendiri, aku Dominggus, tidak menerima uang kompensasi dampak debu tersebut, padahal proses pengerjaan SUTET lewat jalur rumahnya.
“Saya menolak saat disodori uang kompensasi 200 rb itu karena saya merasa tidak menyerahkan KK (Kartu Keluarga) tanda persetujuan,” ungkapnya.
“Padahal rumah saya terdampak langsung. tembok rumah kotor cipratan lumpur dan adukan semen, pagar rumah rusal dan sebagainya,” tambahnya.
Investigasi Lapangan
Memperoleh informasi banyaknya keluhan masyarakat di beberapa titik pembangunan tapak tower SUTET. hariansentana.com melakukan investigasi untuk melihat dan mencari informasi faktual di lapangan.
Dari penelusuran, didapati fakta bahwa benar ada uang kompensasi dampak debu pembangunan tapak tower SUTET. Namun jumlah nominal yang diterima warga terdampak berbeda-beda di titik tower satu dengan yang lainnya.
Di titik tower Tugu Selatan, warga terdampak menerima uang kompensasi Rp.200 ribu, pun di Gg. Maduratna, Kel. Rawa Badak Selatan menerima Rp. 200 ribu sekali saja, bukan tiap bulan. lain lagi dengan warga terdampak di Kebon Bawang dan Warakas, Tg.Priok. di sana warga terdampak menerima uang kompensasi debu Rp. 500 ribu /KK tiap bulan.
Bukan hanya soal perbedaan uang kompensasi dampak debu. di lokasi titik pancang tower juga tidak diketemukan papan proyek. di beberapa titik baru dipasang papan (bentuk spanduk) proyek setelah pondasi tapak tower selessi dibangun.
Kemudian, area pengerjaan mulai dari pengeboran tanah, bangun pondasi tower hingga pemasangan rangkai tiang SUTET hanya dipagari seng, itu pun tidak menyeluruh melingkari ruang area pembangunan tower SUTET). Dampaknya, banyak rumah warga yang tembok rumahnya kotor terkena noda lumpur hingga tembok dinding rumah retak.
Ekonomi
Kepala NFA Arief Prasetyo Adi: Ketahanan Pangan Dimulai Dari Inovasi dan Keberagaman Produksi

Purwakarta, Hariansentana.com – Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA), Arief Prasetyo Adi, menegaskan bahwa mewujudkan ketahanan pangan yang kokoh dan berkelanjutan bukan hanya soal ketersediaan pangan dalam jumlah besar. Lebih dari itu, dibutuhkan benih yang berkualitas, inovasi yang berkelanjutan, serta keberagaman produksi guna menghadirkan ragam pangan bergizi, terjangkau, dan berkesinambungan bagi seluruh masyarakat.
“Untuk membangun ekosistem pangan yang tangguh, kunci utamanya adalah benih yang baik dan berkualitas. Hal ini tentu perlu didukung oleh riset dan pengembangan (Research and Development), agar terus lahir inovasi yang relevan, terutama di tengah tantangan global seperti perubahan iklim,” ujar Arief dalam sambutannya pada peringatan 35 tahun PT East-West Seed Indonesia (EWINDO) di Purwakarta, Jawa Barat, Rabu (14/5/2025).

Arief menambahkan, penganekaragaman pangan harus dimulai dari sisi produksi. Ketersediaan benih hortikultura unggul dan adaptif menjadi fondasi penting untuk memperluas pilihan komoditas pangan yang bisa dikembangkan di berbagai wilayah. Inovasi dalam benih tak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga membuat hasil panen lebih tahan terhadap penyakit dan perubahan iklim, sekaligus memenuhi selera pasar.
“Selain intensifikasi dan ekstensifikasi, diversifikasi pangan juga harus terus kita dorong untuk menjamin keberlanjutan ketahanan pangan nasional. EWINDO berperan penting dalam menyediakan benih hortikultura yang dibutuhkan,” tuturnya.

Arief juga mendorong agar ke depan pengembangan benih tidak hanya difokuskan pada hortikultura, tetapi diperluas ke komoditas tanaman pangan lainnya. “Hal ini penting sebagai bagian dari upaya mencapai swasembada pangan dan juga tentunya untuk kesejahteraan petani, sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto,” tambahnya.
Menyadur data Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat Nilai Tukar Petani Hortikultura (NTPH) Indonesia terus menanjak. Per April 2025, NTPH berada di indeks 128,25 dan melebihi indeks NTPH tertinggi di tahun 2024. Indeks NTPH 2024 tertinggi tercatat di Juni dengan torehan 125,66.
Sementara itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy, dalam sambutannya menyampaikan bahwa pemerintahan Presiden Prabowo telah menetapkan lima prioritas pembangunan nasional, yaitu: Program Makan Bergizi Gratis, swasembada pangan, air, dan energi, peningkatan layanan kesehatan dan pendidikan, serta hilirisasi industri.
“Semua program ini memerlukan benih unggul—bukan sekadar baik, tapi terbaik. Swasembada pangan adalah prioritas nasional jangka pendek maupun panjang. Pertanian harus menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi, sekaligus menopang ekosistem ekonomi sirkular melalui praktik pertanian adaptif terhadap perubahan iklim dan pengembangan benih unggul yang berkelanjutan,” jelas Rachmat.
Lebih lanjut, Arief mengapresiasi peran sektor swasta yang telah menyediakan akses benih unggul, membangun pusat pembelajaran budidaya, serta mendorong praktik pertanian yang efisien dan ramah lingkungan. Menurutnya, langkah ini selaras dengan upaya diversifikasi produksi pangan dalam negeri—tidak hanya fokus pada beras, tetapi juga buah, sayuran, umbi, dan sumber karbohidrat lokal lainnya.
Dari sisi konsumsi, Arief menekankan pentingnya membentuk pola makan masyarakat yang lebih beragam, bergizi seimbang, dan aman. “Edukasi pangan dan literasi gizi harus ditingkatkan agar masyarakat memahami bahwa ketahanan pangan bukan hanya soal ketersediaan, tetapi juga keberagaman dan kecukupan gizi,” ujarnya.
“Ketahanan pangan adalah tanggung jawab bersama. Kita harus bergerak dari hulu ke hilir—dari laboratorium benih hingga meja makan. Dengan kolaborasi dan inovasi berkelanjutan, kita bisa membangun masa depan pangan Indonesia yang lebih sehat, mandiri, dan tangguh,” pungkas Arief.
Dalam kesempatan yang sama, Managing Director PT East West Seed Indonesia, Glenn Pardede, menegaskan komitmen perusahaannya dalam mendukung pertanian melalui benih hortikultura berkualitas.
“Hingga kini, kami telah memproduksi dan menjual sekitar 187 juta kemasan benih dari 296 varietas yang dikembangkan. Ini adalah hasil kerja keras lebih dari 900 karyawan kami, bersama para mitra, untuk memastikan benih sampai ke tangan para petani Indonesia,” ungkap Glenn.
Ekonomi
Peta Jalan Pengembangan Tenaga Kerja Hijau Indonesia Langkah Strategis Masa Depan Berkelanjutan dan Inklusif

JAKARTA, HARIANSENTANA.COM – Kementerian PPN/Bappenas dengan dukungan kerja sama pembangunan dari Pemerintah Jerman, Australia, dan Bank Dunia meluncurkan Peta Jalan Pengembangan Tenaga Kerja Hijau Indonesia dalam rangka Indonesia’s Green Jobs Conference (IGJC) 2025: Turning Vision Into Action.
Acara peluncuran peta jalan ini dihadiri Wakil Menteri PPN/Wakil Kepala Bappenas Febrian Alphyanto Ruddyard dan menegaskan peluncuran peta jalan ini merupakan bagian dari upaya kolektif untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045.
“Visi Indonesia Emas 2045 secara jelas telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024. Ini adalah bentuk komitmen bersama seluruh komponen bangsa untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju dan sejahtera,” jelas Wakil Menteri Febrian dalam sambutannya, Selasa (29/4).

Peta jalan ini dirancang sebagai panduan strategis dalam menyiapkan SDM untuk menghadapi tantangan transisi menuju ekonomi hijau. Dokumen ini menjadi acuan nasional dalam menyusun regulasi, program, dan investasi SDM secara terintegrasi dan inklusif.
Terdapat delapan sektor prioritas, mulai dari energi terbarukan hingga ekonomi sirkular yang dinilai memiliki potensi besar dalam mendukung transformasi ekonomi rendah karbon dan penciptaan pekerjaan hijau berkualitas. Pendekatan yang digunakan dalam peta jalan berfokus pada identifikasi tugas dan kompetensi yang berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan.
Hal ini memastikan pekerjaan hijau dapat dijabarkan menjadi kebutuhan keterampilan yang spesifik dan dapat dilatih secara sistematis.
Pada 2025, jumlah tenaga kerja hijau di Indonesia diperkirakan mencapai 4 juta orang atau 2,7 persen dari total tenaga kerja, dan dapat meningkat menjadi lebih dari 5,3 juta orang atau 3,14 persen pada 2029, dalam skenario pertumbuhan ekonomi tinggi.

Sementara itu, jumlah pekerjaan yang berpotensi menjadi hijau diproyeksikan mencapai 56 juta pada 2025 dan meningkat menjadi 72 juta pada 2029. Ini menunjukkan mayoritas tenaga kerja Indonesia memiliki potensi besar untuk bertransformasi menjadi tenaga kerja hijau, dengan dukungan teknologi, keterampilan, dan kebijakan pemerintah yang tepat. Meski begitu, proses transformasi ini juga menghadapi tantangan, seperti rendahnya partisipasi perempuan, tingginya proporsi pekerjaan informal, dan kesenjangan dalam pengupahan, serta perlindungan sosial.
Untuk itu, strategi jangka pendek dan menengah yang dirancang dalam peta jalan mencakup penyesuaian sistem pelatihan dan pendidikan vokasi agar sejalan dengan kebutuhan nyata pasar kerja hijau.
Peta jalan ini merupakan hasil kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan, termasuk Kementerian Ketenagakerjaan, kementerian/lembaga terkait lainnya, swasta, serikat pekerja, OMS, serta mitra pembangunan internasional seperti GIZ dan PROSPERA.
Peluncuran peta jalan ini juga menjadi bagian dari peringatan 50 tahun Kerja Sama Pembangunan Jerman di Indonesia. “Dukungan Pemerintah Jerman merupakan bagian dari upaya yang lebih luas untuk mendukung Indonesia dalam memajukan transisi yang adil, inklusif, dan berkelanjutan menuju ekonomi hijau.
Memajukan keterampilan tenaga kerja Indonesia menuju hijau menjadi salah satu faktor kunci,” jelas Duta Besar Jerman untuk Indonesia, ASEAN, dan Timor-Leste Ina Lepel.
Keberhasilan implementasi peta jalan bergantung pada sinergi dan kolaborasi multipihak meliputi pemerintah, swasta, akademisi, komunitas, hingga mitra pembangunan internasional. Melalui peta jalan ini, Indonesia menegaskan transformasi menuju ekonomi hijau harus ditempuh dengan menempatkan SDM sebagai pusat perubahan untuk mencapai tenaga kerja terampil, inklusif, dan siap menghadapi masa depan.
“Saya membayangkan dan bahkan bermimpi, bahwa dalam lima tahun ke depan, ketika seseorang ditanya ‘apa pekerjaan Anda?’, jawabannya tidak hanya soal gaji, tapi juga ‘seberapa hijau pekerjaan Anda?’ Mungkin itulah impian bersama kita: pekerjaan hijau sebagai ciri peradaban baru Indonesia,” pungkas Wakil Menteri Febrian.
-
Ekonomi3 days ago
Langgar Aturan, Warga Tolak Pembangunan SUTET Priok-Muara Tawar. Bakal Bawa ke Jalur Hukum
-
Ibukota17 hours ago
Tri Krisna Mukti Terpilih Sebagai Ketua Rw 02 Kelurahan Pademangan Barat Termuda
-
Polhukam5 days ago
Dipanggil Polisi Soal Ijazah Jokowi, Ini Kata Mikhael Sinaga
-
Ibukota2 days ago
Kelola Parkir Liar Wisma Atlet Pademangan, Ormas di Jakut Raup Rp 90 Juta Per Bulan