Opini
COVID-19, Merdeka Belajar dan Kesehatan Bumi
Covid-19 telah dideklarasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai Wabah Pandemi. Seluruh dunia dibuat ketakutan atas kehadiran virus yang bermula dari Wuhan di China ini. Indonesia menjadi salah satu negara yang tidak luput dari terjangan Covid-19. Pemerintah kemudian menetapkan Covid-19 sebagai bencana nonalam nasional, dan sudah memberlakukan keadaan darurat kesehatan untuk menekan laju penyebarannya.
Banyak sektor yang terdampak Covid-19 seperti kesehatan, transportasi, perdagangan dan lain-lain, termasuk juga sektor pendidikan. Dampak Covid-19 terhadap sektor pendidikan memberikan efek berantai pada sektor lain. Ekonomi yang terkait dengan industri pendidikan juga tidak berputar. Belanja siswa, guru, mahasiswa, dosen dan tenaga kependidikan juga merosot tajam karena sekolah dan kampus diliburkan serta proses belajar mengajar dilakukan dari rumah secara online.
Kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang program Merdeka Belajar hendaknya dimaknai sebagai peluang untuk menumbuhkembangkan kreativitas yang terkait dengan inovasi pembelajaran. Guru dan dosen sebagai pilar strategis harus terus mengembangkan berbagai model pembelajaran yang dapat menumbuhkan kreativitas peserta didik. Sebagai contoh, kegiatan perkuliahan di perguruan tinggi pada umumnya masih berlangsung secara konvensional, dimana proses perkuliahan dilakukan di dalam ruang kelas, bersifat satu arah dari dosen kepada mahasiswa dan boros dalam penggunaan energi fosil. Model pembelajaran seperti ini tidak banyak berdampak pada peningkatan eksplorasi minat dan pemahaman mahasiswa.
Kuliah konvensional tidak mendorong minat mahasiswa untuk berkreasi menumbuhkembangkan kemampuan mereka, karena secara psikologis mahasiswa berada dalam posisi yang tidak bebas dan rileks. Mahasiswa harus disuguhkan dengan suasana kuliah yang menyenangkan dan diposisikan tidak dalam suasana yang tertekan. Suasana yang variatif dan rileks diharapkan dapat membantu mengoptimalkan daya serap materi yang disampaikan oleh dosen kepada mahasiswa. Covid-19 mendorong pembuktian bahwa kebijakan program merdeka belajar merupakan sebuah gagasan besar dan cerdas. Pembelajaran online dapat dimaknai sebagai suatu bentuk implementasi merdeka belajar. Siswa dan guru serta mahasiswa dan dosen bersama-sama menyepakati model pembelajaran online yang paling layak dan menyenangkan untuk diaplikasikan. Selain terbangun demokrasi dalam kegiatan pembelajaran, para pihak juga menikmati proses ini.
Pelajaran dan Hikmah di Balik Pandemi COVID-19
Sektor pendidikan merupakan sektor yang unik karena menjadi sektor terdampak langsung maupun tidak langsung akibat Covid-19. Menjadi sektor terdampak langsung karena akibat Covid-19 membuat belanja siswa, guru, mahasiswa, dosen dan tenaga kependidikan merosot tajam yang berdampak pada perputaran uang terkait aktivitas sektor pendidikan. Banyak pertemuan ilmiah baik tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional mengalami penundaan. Meskipun begitu industri pendidikan diproyeksikan mampu bersinerji melakukan peran sebagai penghela pemulihan ekonomi pasca Covid-19 melalui bergairahnya kembali industri MICE (Meeting, Incentive , Converence dan Exhibition). MICE merupakan bisnis yang terus mengalami pertumbuhan.
Sementara itu dampak tidak langsung Covid-19 terhadap sektor pendidikan terjadi pada kegiatan pembelajaran. Meskipun aktivitas proses belajar-mengajar tetap dilakukan, tetapi guru, siswa, dosen dan mahasiswa tetap berada di rumah. Belajar dan kuliah dari rumah dapat dimaknai sebagai salah satu wujud merdeka belajar. Guru dan siswa serta mahasiswa dan dosen bersama-sama mengembangkan inovasi pembelajaran yang menyenangkan untuk semua. Disamping menumbuhkan kreativitas dalam memanfaatkan teknologi pembelajaran online, proses pembelajaran dengan metode ini juga dapat merangsang pengembangan kreativitas siswa dan mahasiswa karena ketiadaan sekat secara fisik antara guru dan siswa serta antara dosen dan mahasiswa. Siswa dan mahasiswa secara psikologis lebih merdeka menerima materi pembelajaran maupun berimprovisasi dalam mengemukakan pendapat. Covid-19 mampu mendorong transformasi tatanan baru dalam proses pembelajaran.
Kesehatan Bumi
Beban bumi dari waktu ke waktu semakin berat karena berbagai bentuk pencemaran. Pembelajaran secara konvensional yang mengharuskan adanya tatap muka secara fisik antara guru dan siswa serta dosen dan mahasiswa berkontribusi terhadap peningkatan pencemaran. Mobilisasi menuju sekolah dan kampus dengan menggunakan kendaraan bermotor menjadi sumber polusi udara, kebisingan dan kemacetan. Polusi udara yang meningkat berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat. Untuk itu, pasca Covid-19 perlu dipertimbangkan menerapkan proses pembelajaran online dari rumah secara berkala sebagai upaya nyata menyehatkan bumi, terutama di kota-kota besar. Skema yang bisa ditempuh adalah dengan memberlakukan pembelajaran online dari rumah dua kali dalam satu semester pada tahap awal implementasinya. Pada tahapan berikutnya, dapat dilakukan dalam rentang waktu sebulan sekali.
Melalui kegiatan pembelajaran dari rumah secara online, sektor pendidikan telah berkontribusi nyata dalam membantu menyehatkan bumi. Segala dampak negatif terhadap lingkungan bumi yang ditimbulkan jika kegiatan pembelajaran berlangsung secara konvensional di sekolah ataupun di kampus, merosot drastis. Pencemaran karena polusi udara, polusi suara, kemacetan mengalami penurunan yang signifikan. Pada peringatan hari bumi kali ini yang jatuh pada tanggal 22 April 2020, bumi akan lebih menikmatinya karena telah diberikan kesempatan untuk memulihkan diri dari berbagai dampak dan tekanan akibat kerusakan yang dilakukan oleh manusia. Covid-19 memberikan pelajaran berharga kepada kita semua bahwa bumi sebagai planet tempat kita berpijak sekali waktu juga akan menuntut relaksasi untuk memulihkan diri dengan caranya sendiri.
Oleh: Dr.Ir.Ishak Tan, M.Si
Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti; Pegiat Lingkungan
Opini
Menyoal Rencana Penerapan Skema Power Wheeling Dalam RUU EBET
RANCANGAN Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) merupakan RUU inisiatif DPR. Sesuai Keputusan DPR Nomor 8/DPR RI/II/2021-2022, RUU ini termasuk RUU prioritas, seperti tercantum Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2022 melalui Keputusan DPR RI Nomor 8/DPR RI/II/2021-2022. Artinya, RUU ini telah berumur lebih dari 1 tahun, untuk akhirnya mungkin dapat diundangkan oleh DPR periode 2019-2024.
Sesuai namanya, RUU EBET dimaksudkan memuat berbagai ketentuan tentang energi baru dan energi baru terbarukan. Energi baru bisa berarti energi “bentuk baru” yang dihasilkan dari sumber-sumber energi “lama”, seperti gas hasil gasifikasi batubara. Energi terbarukan adalah energi yang berasal dari proses alam yang berkelanjutan, seperti tenaga surya, tenaga angin, arus air, proses biologi, dan panas bumi. Dalam hal ini, dibanding energi baru, IRESS cenderung mendukung agar UU ini lebih fokus memuat norma terkait energi terbarukan.
Kita memang sudah mempunyai UU tentang energi atau panas bumi. Namun kedua UU ini mungkin belum memadai mengakomodasi berbagai hal guna memenuhi kebutuhan energi bersih, terutama energi listrik ke depan. Apalagi dengan target emisi karbon nol pada 2060. Karena itu, kita berharap DPR dan pemerintah akhirnya bisa segera menghasilkan UU EBET yang sesuai konstitusi, kepentingan stake holders energi/listrik dan pemenuhan kebutuhan energi bersih berkelanjutan ke depan.
Sesuai nama, UU EBET harus memuat ketentuan/norma energi, energi baru, energi terbarukan dan aspek-aspek yang terkait. Sehingga terbangun dan tersedia energi guna memenuhi demand secara efektif, efisien, andal, berkelanjutan, emisi karbon minimal, transisi energi berlangsung mulus, dan ketahanan energi nasional pun tercapai.
Tahun 2023 yang lalu konsumsi listrik nasional adalah 285 TWh. PLN memproyeksikan konsumsi tersebut naik menjadi 468 TWh pada 2033. Dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PLN periode 2024 – 2033, PLN menargetkan 75% pembangkit listrik adalah berbasis EBT, dan sisanya 25% gas. Untuk itu dibutuhkan dana investasi sekitar US$ 150 miliar. Dengan kondisi demikian, dipahami bahwa upaya optimal perlu dilakukan Indonesia agar target tersebut dapat dicapai, termasuk menyelesaikan RUU EBET.
Terlepas apakah relevan dengan kepentingan negara, BUMN dan rakyat, salah satu norma penting yang akan diatur dalam EBET adalah tentang skema power wheeling. Itu pula sebabnya mengapa power wheeling menjadi “kata kunci” dalam judul acara webinar ini. Minimal agar norma hukum skema tersebut dapat ditetapkan tanpa merugikan negara/BUMN dan rakyat.
Komisi VII DPR bersama Kementerian ESDM telah menuntaskan pembahasan 574 daftar inventarisasi masalah (DIM) di dalam RUU EBET. Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengatakan RUU EBET akan mengakomodir skema power wheeling dalam RUU EBET dan diharapkan tuntas tahun 2024 ini (8/5/2024). Sedangkan Kementerian ESDM mengatakan mengatakan pemerintah tidak pernah ragu dan mendorong masuknya skema power wheeling dalam RUU EBET (8/5/2024).
Power wheeling merupakan mekanisme transfer energi listrik dari pembangkit swasta ke fasilitas operasi milik negara/PLN dengan memanfaatkan jaringan transmisi/distribusi PLN. Menurut Menteri ESDM Arifin Tasrif, skema power wheeling dapat dijalankan selama ada pihak yang mau membangun mekanisme tersebut dan memiliki pasar tersendiri, sepanjang tidak mengganggu sistem yang sudah ada. Kata Arifin: “Misalnya, dia mau bangun dan ada demand sendiri, mau bangun pembangkit kan bisa,” 22/3/2024).
Skema power wheeling mungkin dapat memberi manfaat bagi kelistrikan Indonesia, terutama guna memenuhi demand listrik yang tinggi di satu sisi dan kebutuhan investasi di sisi lain. Investor memang perlu diberi insentif. Namun tidak berarti kebutuhan investasi ini, dan cara memeperolehnya dilakukan at any costs. Jika skema power wheeling adalah salah satu cara meraih minat investor, maka tetap saja ketentuan/norma yang mengatur penerapannya harus tunduk pada prinsip-prinsip moral, berkeadilan bagi seluruh rakyat, bebas moral hazard, sesuai prinsip GCG, bebas bebas praktik pendekatan kekuasaan otoriter, bebas kepentingan oligarkis, serta tunduk kepada amanat konstitusi dan perintah UU.
Kita sangat concerned dengan pendekatan-pendekatan anti demokrasi, anti keadilan, melanggar azas-azas moral, dan anti konstitusi/UU berlaku, baik dalam proses pembentukan (formil) maupan dalam menetapkan norma RUU EBET (materil). Belajar dari praktik telah berlangsung selama ini, pendekatan kekuasaan oligarkis dan diduga sarat KKN telah banyak terjadi pelanggaran prinsip-prinsip berbangsa dan bernegara tersebut.
Salah satu pelanggaran sangat prinsip adalah diabaikannya hak prinsip natural monopoly BUMN/PLN yang diamanatkan dan dijamin Pasal 33 UUD 1945. Sektor strategis dan menyangkut hidup orang banyak, dikuasai negara/BUMN untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Selain itu, pelanggaran juga terbukti dari Putusan MK atas dua kali judicial review UU Kelistrikan (No.20/2002 dan No.30/2009 dangan Putusan MK No.1/2003 dan No.111/2015), yang dikabulkan oleh MK, namun tidak digubris atau malah diabaikan oleh pemerintah.
Dampak dari pelanggaran-pelanggaran tersebut antara lain tidak optimalnya ketahanan energi nasional, tingginya tarif listrik bagi rakyat dan industri, besarnya beban operasi BUMN dan tingginya beban subsidi dan kompensasi listrik di APBN. Hal ini terjadi antara lain karena pelanggaran-pelanggran UU/peraturan terkait penyediaan listrik oleh Independent Power Producer (IPP), penyusunan dan penerapan RUPTL, skema power wheeling (sesuai PP No.14/2012 dan skema take or pay (TOP), dll.
Seperti disebut di atas, pelanggaran terhadap konstitusi dan UU berlaku dalam industri listrik nasional sudah umum terjadi. Ketentuan power wheeling dalam PP No.14/2012 telah melanggar Pasal 33 UUD, serta menyabot hak monopoli dan menggerogoti bisnis BUMN. PP ini bisa saja tetap berlaku. Memperhatikan rencana pemerintah dan DPR yang demikian antusias mendorong penerapannya dalam RUU EBET, tampaknya status ketentuan skema power wheeling akan meningkat menjadi ketentuan UU.
Kebijakan IPP, TOP dan power wheeling versi PP No.14/2012 masih menyisakan nestapa dan kerugian bagi negara/BUMN, konsumen listrik dan APBN hingga saat ini dan masa depan. Kerugian tersebut berpotensi akan bertambah jika norma tentang power wheeling diatur sesuai kepentingan oligarki kekuasaan dan perburuan rente.
Karena itu, Pemerintah dan DPR harus menjamin prinsip-prinsip bernegara menjadi pegangan utama pembahasan RUU EBET. DPR dan pemerintah harus menjamin azas-azas keterbukaan, demokrasi dan partisipasi publik, serta berjalannya proses pembentukan (formil) UU EBT dan penetapan ketentuan (material) sesuai konstitusi dan UU PPP (UU No.12/2011 atau UU No.15/2019). Dalam hal ini publik/rakyat diminta untuk ikut berperan aktif.
Pemerintah pernah mencoba memberi “peluang bisnis” kepada pengusaha pada tahun 2021 melalui rencana penerbitan peraturan tantang PLTS Atap. Diyakini peraturan tersebut sarat moral hazard, tidak adil, serta akan merugikan BUMN dan sebagian besar konsumen listrik. Namun karena advokasi perlawanan publik dan berbagai pihak, upaya tersebut akhirnya dibatalkan. Memperhatikan profil kekuasaan oligarki saat ini, tampaknya peran partisipasi publik dalam pembentukan UU EBET ini sangat dibutuhkan.
Kita memahami pentingnya memenuhi target-target pemenuhan demand energi, investasi, net zero emission, ketahanan energi dan Pembangunan nasional. Namun, berbagai target ideal tersebut harus dicapai dengan tetap memperhatikan aspek-aspek konstitusional, legal, keadilan, kebersamaan, keberlanjutan pelayanan publik dan berbagai kepentingan strategis nasional. Maka, IRESS menuntut agar pembentukan UU EBET harus tetap berpegang pada prinsip-prisnsip bernegara dan kepentingan nasional tersebut.(*)
Oleh: Marwan Batubara, Pengamat Energi dari Indonesia Resources Studies (IRESS), mantan Anggota DPD
Opini
Maluku di Persimpangan Jalan
DUNIA saat ini sedang berubah dengan sangat cepat. Bersamaan dengan itu dunia juga dihadapkan pada situasi disrupsi dalam hampir semua sektor kehidupan. Yang pasti dunia sekarang melirik kawasan Asia Pasifik yang menjadi pusat pertumbuhan dunia yang baru. Pertumbuhan ekonomi dan kemajuan peradaban berpusat di kawasan ini.
Maluku yang sudah dikenal dunia sejak abad 17 mestinya mampu mereposisi perannya selain sebagai penghasil rempah, kini juga sebagai penyokong perikanan dan hasil laut serta akan menjadi pelopor energi bersih ramah lingkungan. Maluku berpotensi menjadi magnet pertumbuhan di timur Indonesia jika dikelola secara cerdas dan inovatif. Isu global seperti pangan, energi, lingkungan sangat nyata bersinggungan dengan eksistensi dan profil Maluku Masa Depan.
Perlu ada lompatan inovasi dan langkah konkrit yang cerdas untuk membawa Maluku keluar dari berbagai ketertinggalan selama ini. Satu langkah strategis yang bisa dilakukan yaitu dengan membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Maluku (MPRM). MPRM diisi oleh tokoh-tokoh yang sudah selesai dengan personal and family interest yang dapat berasal dari Tokoh Lintas Agama, Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat, Cendikiawan, Akademisi, Inovator, Pebisnis, Pengamat, Wartawan serta Politisi yang berasal dari Maluku dan saat ini berkarya di Maluku maupun di luar Maluku.
MPRM menjadi mitra Pemerintah Daerah dan juga Pemerintah Pusat. Maluku juga harus mempunyai wakil di Kabinet Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Upaya ini bermaksud untuk meningkatkan Posisi Tawar Maluku di Tingkat Nasional maupun Internasional. Ini sangat penting dan strategis untuk dapat lebih cepat membawa Maluku keluar dari himpitan rantai kemiskinan ditengah potensi sumberdaya alam berlimpah.
Potret Kondisi Maluku
Provinsi Maluku masuk dalam kategori daerah 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal). Kondisi afirmasi ini harus dimaknai sebagai sebuah tantangan, bukan hambatan. Sebagai sebuah tantangan, harus direspon melalui gagasan-gagasan besar dan lompatan inovasi cerdas.
Kehadiran lembaga pendidikan vokasi dan juga akademik yang berbasis keteknikan dan kewirausahaan seyogianya diakomodir dengan jumlah dan sebaran yang proporsional di seluruh Maluku untuk menjawab tantangan tersebut dalam konteks pengelolaan sumber daya alam yang ada. Investasi pendidikan tidak bisa sim sala bim dapat dilihat hasilnya. Pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang perlu ditopang oleh konsistensi dan kepedulian yang tinggi.
Badan PBB untuk pembangunan (UNDP) merilis laporan tentang Indeks Pembangunan Manusia (IPM), memperlihatkan bahwa pembangunan manusia tidak dapat dilepaskan dari pembangunan ekonomi dan pemerataan hasil pembangunan. IPM mengukur kemajuan jangka panjang dari tiga dimensi utama pembangunan manusia yaitu usia hidup panjang dan sehat, akses pada ilmu pengetahuan, serta standar kehidupan yang layak.
Kualitas pendidikan merupakan salah satu variabel penyebab kemiskinan. Pembangunan pendidikan yang proporsional antara kuantitas dan kualitas menjadi suatu keniscayaan. Pendidikan yang tidak berkualitas akan menghasilkan luaran yang sulit mengakses pekerjaan formal.
Fokus Pembangunan
Mendorong terbangunnya Poros Ekonomi Maluku menjadi hal yang sangat penting. Poros Ekonomi Maluku dibangun melalui pendekatan gugus pulau dengan mengedepankan potensi unggulan lokal yang dimiliki masing-masing wilayah.
Pembangunan Poros Ekonomi Maluku juga dapat dikoneksikan dengan pembangunan poros ekonomi yang ada di provinsi yang berbatasan dengan Maluku diantaranya Maluku Utara, Papua dan Papua Barat serta seluruh provinsi di pulau Sulawesi plus Bali. Pada tataran global, Poros Ekonomi Maluku juga dapat dikoneksikan dengan Australia, Timor Leste dan negara-negara Pasifik yang kini sedang menjadi perhatian garapan kementerian luar negeri Indonesia.
Salah satu pilar penting dan strategis yang juga perlu dibangun adalah budaya melayani birokrat. Pada era globalisasi dengan disrupsi akibat revolusi industri 4.0, perubahan iklim dan digitalisasi penyelenggaraan pemerintahan seperti sekarang ini, berkonsekuensi terhadap layanan birokrasi yang dapat mempercepat atau sebaliknya menghambat investasi.
Menyediakan karpet merah kepada investor untuk berinvestasi akan memberikan dampak positif berantai untuk akselerasi pertumbuhan ekonomi yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Bahwa birokrat sebagai petugas negara bersikap melayani, bukan dilayani adalah filosofi global yang seharusnya melekat menjadi budaya birokrasi di Maluku.
Sementara itu, ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi kiblat masa depan dunia. Kultur entrepreneurship harus dibangun pada semua lini. Maluku sangat membutuhkan kepemimpinan non interest, visioner, kolaboratif dengan kualifikasi intelektual berwawasan kebangsaan, memiliki jejaring komunikasi luas yang terkoneksi tidak saja di tingkat nasional tetapi juga internasional. Kemampuan untuk melakukan lompatan inovasi, kreativitas serta konektivitas menjadi penentu masa depan Maluku.()
Oleh: Dr. Ir. Ishak Tan, M.Si, Ph.D Kebijakan Publik Universiti Utara Malaysia; Alumni Diktannas Lemhanas; Mantan Rektor Universitas Iqra Buru Maluku
Opini
Anggaran Pendidikan Aduhay…
Oleh : Djafar Badjeber
JAKARTA, HARIANSENTANA.COM — Sejak tahun 2009 pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan 20 % di APBN dan APBD ditingkat Propinsi, Kabupaten dan Kota. Tentunya anggaran ini cukup besar untuk peningkatan SDM anak didik.
Komitemen Pemerintah ini patut diapresiasi oleh kita semua, karena anggaran pendidikan Indonesia terbesar di Asia. Meskipun anggaran pendidikan Indonesia cukup besar, Human Capital Index Indonesia tahun 2020 hanya mencapai 0,54. Singapura mencapai 0,88, Vietnam 0,69 dan Malaysia 0,61. PISA (Programme for Internasional Student Assessment) maupun HCI sangat tergantung pada kualitas tenaga pendidik/guru.
Konon peringkat Indonesia kalah dengan negara diatas, karena kualitas pendidik/guru kurang memadai. Guru yang PNS-pun kompetensinya kisaran Skor 50-an dari 100 dan hanya 4 % guru yang dapat Skor 70.
Baru-baru terungkap anggaran Pendidikan dalam APBN Rp 665 Trilyun/satu tahun. Alokasi untuk kepentingan Pendidikan hanya 15% atau Rp 98 Trilyun. Sisanya untuk operasional Diknas dan Depag. Bagaimana akuntabilitas pendidikan dan anggarannya ?
Sebenarnya belanja operasional Diknas dan Depag bisa dihemat atau dipotong dengan lebih memprioritaskan UKT (Uang Kuliah Tunggal ) yang belakangan ini naik gila-gilaan. Kebijakan UKT ini tentu memberatkan Mahasiswa (orang tua).
Apakah kenaikan UKT ini akibat new liberalisasi dan kapitalisme di Kampus, sehingga Pendidikan ikut menjadi korban Liberalisasi dan Kapitalisasi.
Harusnya Pemerintah meringankan beban Mahasiswa, bila perlu subsidi seluruhnya alias gratis.
Saat ini kita sedang dilanda Bonus Demografi, kelompok Milenial dan Gen Z yang membutuhkan lanjutan pendidikan. Mereka punya cita-cita, punya impian, punya mimpi, ingin berhasil, maka jawabannya beri kesempatan yang luas.
Penerintah punya tanggung jawab kepada kelangsungan SDM Indonesia yang kompetitif agar bisa bersaing dipasar Internasional.
Penulis:
- Anggota MPR RI 1987-1992
- Wakil Ketua DPRD DKI 1999-2004
-
Ibukota3 days ago
Tokoh Masyarakat Koja Pertanyakan Tidak Adanya Dana pemilihan LMK
-
Polhukam6 days ago
Bolone Mase Demak Terus Bergerak Mensolidkan Pasukan Untuk Mas Edi
-
Seni Budaya7 days ago
Koops Udara I Siap Ikuti Lomba MTQ ke-XXIII dan MHQ ke-XIII Tingkat TNI AU Tahun 2024
-
Ekonomi5 days ago
PetroChina Raih Penghargaan Bergengsi Subroto Award 2024 Terkait Kepatuhan Kewajiban terhadap Penerimaan Negara