Opini
COVID-19 dan Merdeka Belajar
PEMERINTAH telah menetapkan pandemi virus corona (Covid-19) sebagai bencana nonalam nasional. Untuk menahan laju penyebarannya, pemerintah juga telah memberlakukan darurat kesehatan. Bahkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk membatasi secara ketat penyebaran Covid-19 ini.
Sebagai konsekuensinya, penanganan Covid-19 melibatkan semua unsur pemerintahan mulai dari pusat sampai daerah. Seluruh elemen bangsa ini sudah saatnya bahu-membahu berpartisipasi dan pro-aktif dalam menghadapi musibah ini sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas yang dimiliki masing-masing.
Banyak sektor yang terdampak Covid-19 seperti kesehatan, transportasi, pariwisata, perdagangan dan lain-lain, termasuk juga sektor pendidikan. Dampak Covid-19 terhadap sektor pendidikan juga memberikan efek berantai pada sektor lain. Ekonomi yang terkait dengan industri pendidikan tidak berputar.
Belanja siswa, guru, mahasiswa, dosen dan tenaga kependidikan juga merosot tajam karena sekolah dan kampus diliburkan serta proses belajar mengajar dilakukan dari rumah dalam bentuk pembelajaran online. Belum bisa dipastikan sampai kapan kegiatan belajar mengajar berlangsung dari rumah mengingat Covid-19 masih terus menampakkan peningkatan kasus dari hari ke hari.
Program Merdeka Belajar
Kegiatan perkuliahan di perguruan tinggi pada umumnya masih berlangsung secara konvensional, dimana proses pembelajaran dilaksanakan di dalam ruang kelas, bersifat satu arah dari dosen kepada mahasiswa dan boros dalam penggunaan energi fosil. Model pembelajaran seperti ini tidak banyak berdampak pada peningkatan kreativitas mahasiswa dalam mengeksplorasi minat dan pemahaman mereka terhadap materi kuliah maupun pengembangannya.
Program merdeka belajar yang diinisiasi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim merupakan angin segar yang dapat mendobrak tradisi lama perkuliahan yang sudah berlangsung puluhan tahun. Filosofi konsep merdeka belajar adalah bagaimana menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan bahagia.
Kebijakan tentang program merdeka belajar khususnya di perguruan tinggi, hendaknya dimaknai sebagai sebuah peluang untuk menumbuhkembangkan kreativitas yang terkait dengan inovasi pembelajaran. Dosen sebagai pilar penting dan strategis civitas akademika di perguruan tinggi harus terus mengembangkan berbagai model pembelajaran yang dapat mendorong peningkatan kreativitas mahasiswa.
Kuliah konvensional satu arah tidak mendorong minat mahasiswa untuk berkreasi sekaligus menumbuhkembangkan kemampuan mereka, karena secara psikologis mahasiswa berada dalam posisi yang tidak bebas dan rileks, bahkan tertekan. Mahasiswa harus disuguhkan dengan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan diposisikan tidak dalam suasana yang tertekan. Menciptakan suasana pembelajaran yang variatif dan rileks diharapkan dapat membantu mengoptimalkan daya serap materi yang disampaikan oleh dosen kepada mahasiswa.
Disamping itu, mahasiswa sebagai calon pemimpin bangsa di masa depan perlu diarahkan untuk menumbuhkembangkan kreativitas dan kepekaan sekaligus kepedulian mereka terhadap masalah dan tantangan yang dihadapi saat ini dan masa yang akan datang.
Hikmah di Balik COVID-19
Covid-19 telah menggemparkan dunia sejak Desember 2019. Berawal dari Wuhan di China, kemudian menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Jika dimaknai sebagai sebuah fenomena, Covid-19 akan memperoleh label sebagai pembawa bencana dengan berbagai dampak negatif merugikan yang mengikutinya.
Sektor yang paling terbebani akibat Covid-19 ini tentunya sektor kesehatan. Meskipun begitu, sektor lain juga menjadi terdampak yang cukup dalam akibat pandemi covid-19 ini diantaranya sektor pariwisata, transportasi, perdagangan. Bahkan sektor keuangan turut terkena dampaknya. Kurs mata mata uang rupiah mengalami tekanan dan terdepresiasi cukup dalam.
Sektor pendidikan merupakan sektor yang unik karena menjadi sektor terdampak langsung maupun tidak langsung akibat pandemi Covid-19 ini. Menjadi sektor terdampak langsung karena akibat Covid-19 membuat belanja siswa, guru, mahasiswa, dosen dan tenaga kependidikan merosot tajam. Kondisi ini berdampak pada perputaran uang terkait aktivitas industri pendidikan, yang juga memberikan efek domino terhadap sektor lainnya. Banyak pertemuan ilmiah baik tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional mengalami penundaan.
Sementara itu dampak tidak langsung covid-19 terhadap sektor pendidikan terjadi pada kegiatan pembelajaran. Meskipun aktivitas proses belajar-mengajar tetap dilakukan, tetapi guru, siswa, dosen dan mahasiswa tetap berada di rumah.
Proses pembelajaran untuk siswa dan perkuliahan untuk mahasiswa dilangsungkan secara online. Kebijakan ini sangat penting dan strategis sebagai salah satu cara untuk memutus rantai penyebaran virus corona yang mematikan itu.
Belajar dan kuliah dari rumah dapat dimaknai sebagai salah satu wujud merdeka belajar. Guru dan siswa serta mahasiswa dan dosen bersama-sama mengembangkan inovasi pembelajaran yang menyenangkan untuk semua.
Disamping menumbuhkan kreativitas dalam memanfaatkan teknologi pembelajaran online, proses pembelajaran dengan metode ini juga dapat merangsang pengembangan kreativitas siswa dan mahasiswa karena ketiadaan sekat secara fisik antara guru dan siswa serta antara dosen dan mahasiswa.
Siswa dan mahasiswa secara psikologis lebih merdeka menerima materi pembelajaran serta dapat berimprovisasi dalam mengemukakan pendapat. Hikmah yang dapat dipetik dari fenomena Covid-19 ini adalah semakin menguatkan gagasan cerdas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang merdeka belajar sebagai inovasi strategis untuk mengantarkan kualitas pendidikan Indonesia sejajar dengan negara-negara maju lainnya di dunia.
Pak Menteri mengingatkan kita semua dan mengamini bahwa suatu bangsa dan negara akan maju hanya jika bangsa dan negara tersebut mampu menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas.
Oleh: Dr.Ir.Ishak Tan, M.Si
Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti
Opini
Mengapa Amandemen UUD 1945 Berkaitan Dengan Kemunduran Ekonomi
BANYAK yang mengatakan bahwa ekonomi Indonesia pada era reformasi lebih bagus dibandingkan dengan jaman UUD 1945 Asli. Ya itu bisa saja benar, tapi itu adalah pandangan yang sangat awam, tidak perlu pembuktian akademis, atau pandangan asal dibunyikan saja untuk menanggapi debat di WA group.
Mumpung Prabowo sedang di China, saya ingin memberi contoh atau perbandingan ekonomi Indoneaia dan China. Ini hendak membuktikan bahwa sistem negara dan pemerintahan itu berkaitan erat dengan ekonomi, pertumbuhan dan kecepatan kemajuan material ekonomi sebuah negara.
Pada tahun 1997 sebelum Indonesia melakukan reformasi, GDP perkapita Indonesia adalah 1054,35 USD. Berapa GDP perkapita China pada saat itu? Sebesar 780,74 USD, jauh tertinggal dibandingkan Indonesia. Anehnya elite Indoneaia tidak sabar, tepropokasi oleh pihak luar, lalu dengan sembarangan melakukan amandemen UUD 1945. Secara mendasar dan keseluruhan isi daripada UUD kemerdekaan 1945 berubah.
Apa sebetulnya inti daripada amandemen UUD 1945 tersebut? Yakni transfer of power atau transfer kekuasaan dari tangan negara kepada tangan oligarki swasta. Ini diawali dengan transfer uang melalui KLBI dan BLBI seluruhnya senilai 639,13 triliun atau 6 kali APBN Indonesia waktu itu. Selanjutnya dilanjutkan dengan transfer otoritas moneter dan fiskal kepada oligarki swasta melalui perubahan seluruh UU di bidang ekonomi, moneter dan sumber daya alam.
Maka apa yang terjadi kemudian? Ekonomi Indonesia menuju kemunduran, secara terstruktur, sistematis dan masif dilemahkan. Oleh siapa? Oleh sistemnya sendiri yang didesain secara utuh oleh pihak luar, oleh pihak asing melalui berbagai utang, bantuan, untuk mengubah semua UUD dan UU. Sementara China tetap seperti dulu hanya modifikasi sistem, tidak meninggalkan fondasinya. Kekuasan negara dan pemerintahannya utuh, tidak didikte asing.
Hasilnya bagaimana? Kita bisa lihat sekarang. Tahun 2023 GDP perkapita China mencapai 12.614 USD, jauh meninggalkan Indonesia yang hanya memiliki GDP perkapita senilai 4
940 USD. GDP perkapita Indoneia hanya sepertiga dari apa yang diraih China dalam waktu 25 tahun. Itulah yang dihasilkan oleh transfer kekuasaan oleh Indonesia ke tangan oligarki swasta dan asing yang sekarang mengendalikan negara Indonesia.
Perjalanan ke China mudah-mudahan menjadi pelajaran penting bagi Presiden Prabowo untuk belajar apa yang dia lihat dan apa yang dia saksikan tentang dampak pemindahan kekuasaan Indonesia kepada oligarki keuangan swasta yang bekerja sama dengan rezim internasional, telah membuat Indonesia kehilangan kesempatan untuk mencapai kemajuan sebagaimana yang dicapai oleh kawan kita China.
Jangan minta uang ke China, tapi kembalikan kekuasaan yang direnggut oligarki swasta dan asing di negara kita sendiri. Kalau sudah terlanjur? Balikin ya..
Oleh: Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi, Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI)
Opini
BRICS!! Siapa Pemegang Amanah, Indonesia atau Petro Dollar?
KTT BRICS 2024 yang berlangsung pada tanggal 22-24 Oktober di Kazan, Rusia. Negara-negara BRICS akan membuat terobosan baru yakni penciptaan mata uang yang kemungkinan akan “didukung emas”, sebagai alternatif terhadap dolar AS. Ini dipandang sebagai usaha kemandirian oleh negara anggota BRICS. Karena uang merupakan faktor kunci dominasi AS terhadap seluruh Dunia. Namun Rusia dan China telah berhadapan dengan AS dalam perang ekonomi.
Kita ketahui sistem saat ini didominasi oleh dolar AS, yang menyumbang sekitar 90 persen dari seluruh perdagangan mata uang. Sampai saat ini, hampir 100 persen perdagangan minyak dilakukan dalam dolar AS; namun, pada tahun 2023, seperlima perdagangan minyak dilaporkan dilakukan menggunakan mata uang non-dolar AS. Ada pergeseran, dimulai dari minyak. Kembali ke pergeseran awal dari Bretton Woods system yakni mulai dari minyak, yang melahirkan Petro Dollar. Suatu sistem uang kertas printing dengan padananan komoditas minyak.
Benarkah demikian? Benarkah China dan Rusia akan mengakhiri petro dollar? China adalah pembeli terbesar surat utang AS yang berarti mereka memiliki cadangan devisa terbesar dalam US Dollar. Russia sendiri masih memperdagangkan minyak mereka dengan dollar AS. Jadi dimana letak konflik fundamental BRICS dengan dollar AS? berdasarkan data keuangan China dan Rusia bagian dari petro dollar system, mereka mencoba bertahan dengan posisi berhadapan dengan Amerika Serikat di depan publik. Sistem petro dollar bekerja dengan cara seperti itu yakni ada persaingan, ada konflik dan pertentangan, perang jika perlu.
Namun apa yang terjadi dengan petro dollar? Sistem ini tengah sekarat. The Fed sudah tidak lagi memegang atoritas dalam memprinting uang. Selama ini uang diprint begitu saja, lalu diutangkan kepada Pemerintah AS, selanjutnya Pemerintah AS mengutangkan uang kertas tersebut ke seluruh negara di dunia. AS adalah korban terarah dari sistem ini. Nah sekarang The Fed tidak bisa lagi print uang. AS terpaksa harus menaikkan suku bunga untuk mendapatkan aliran uang dari luar membeli obligasi pemerintah AS. Utang tapi tidak lagi pada The Fed.
Lalu siapa yang akan memprinting uang bermodalkan kertas dan tinta ini? Benarkah usaha BRICS membuat mata uang bersama adalah legitimate? Uang printing yang akan dijadikan sebagai alat pertukaran perdagangan diantara anggota anggotanya? Ini memang terlihat berbeda dengan dollar namun secara substansi sama, yakni uang kertas printing yang padananannya menggunakan instrumen lama, cara lama.
Apa itu? Masih minyak dan gas ternyata. Jika Rusia yang printing maka namanya petro Rubble, Jika China yang printing namanya Petro Yuan. Bagaimana nilainya akan dibentuk? Sama dengan petro dollar, yakni propaganda krisis, perang adalah cara dari alat tukar ini akan dapat bekerja. Tanpa minyak, tanpa perang, tanpa ketidakpastian, tanpa kekhawatiran, maka uang itu tidak akan bernilai. Ini adalah uang yang sama. Uang yang dibuat sihir dan propaganda ketakutan.
Secara kasat mata China dan Rusia bagian dari petro dollar system, mereka mencoba bertahan dengan posisi berhadapan dengan Amerika Serikat di depan publik. Sistem petro dollar bekerja dengan cara seperti itu. Lalu bagaimana BRICS? Mereka hendak membuat mata uang bersama. Uang printing yang akan dijadikan sebagai alat pertukaran perdagangan diantara anggota anggotanya. Ini memang terlihat berbeda dengan dollar namun secara substansi sama, yakni uang yang padananannya menggunakan instumen lama. Padahal dengan siapa sebenarnya mereka berhadapan sekarang? Yakni dengan digitalisasi yang melahirkan cripto currency, dan dengan climate change yang melahirkan green currency. Siapa yang akan menang? Wallahualam.
Baik BRICS currency maupun US Dollar currency keduanya adalah dua sisi currency petro dollar dihidupkan dari krisis minyak, propaganda perang, krisis, unbalance, ketidakpastian, kesemuanya adalah cara dari alat tukar ini akan dapat bekerja. Tanpa minyak, tanpa perang, tanpa ketidakpastian, tanpa kekuatiran, maka uang keras itu tidak akan bernilai. Ini adalah uang yang sama. Uang yang dibuat dengan cara tertutup di ruang gelap, dibuat bernilai dengan sihir dan propaganda.
Padahal uang itu amanah, uang memegang fungsi kemanusiaan paling tinggi. Uang yang tidak berdiri di atas amanahnya akan dimusnahkan. Ingat uang tidak amanah ditengelamkan bersama pemiliknya Qorun dan tak ada yang menemukannya sampai sekarang. Amanah sendiri tetap terjaga, historis dan murni. Jelas asal usulnya dan terjaga kemurnianya. Jika ada yang keluar dari amanah maka dia akan musnah. Sirno ilang kertaling bumi.()
Oleh : Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi, Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI)
Opini
Capai Pertumbuhan 8 Persen, Prabowo Gibran Butuh APBN 7000 Triliun Rupiah
INTERNATIONAL Monetary Fund atau IMF yang merupakan organisasi internasional yang menangani masalah kebijakan keuangan sebelumnya menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan berada pada angka 5 persen dalam periode 2024-2029, dan rancangan kabinet Merah Putih memang masih mengambil posisi aman pertumbuhan 5 persen.
Namun Presiden Prabowo Subiyanto dan wakilnya Gibran Rakabuming Raka telah bertekad untuk mencapai pertumbuhan double digit, atau setidaknya 8 persen dalam masa pemerintahannya. Hanya saja angka itu akan sulit didapat jika kondisi yang sebenarnya dalam ekonomi indonesia terutama masalah paling puncak adalah masalah keuangan tidak terselesaikan.
Keuangan itu adalah masalah kunci yang tidak ada satu pihak pun yang kredibel membongkar masalah tersebut sampai saat ini. Apa itu? yakni jumlah uang yang dimiliki oleh negara memang sangat sedikit untuk dapat menggerakkan ekonomi. Akibatnya negara tidak memiliki kemampuan ekspansi sedikitpun untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi meskipun cuma tambahan satu persen saja.
Sementara untuk mencapai pertumbuhan 8 persen dari keadaan sekarang yang hanya tumbuh 5 persen, maka diperlukan tambahan kapasitas ekonomi dua kali lipat. Kalau tidak bertambah 2 kali lipat maka pertumbuhan 8 persen itu tidak bisa menjadi mimpi, bahkan menjadi khayalan siang bolong pun tidak bisa!
Apa saja yang harus ditambah? Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang oleh konsumsi maka harus ada tambahan uang yang dipegang oleh rata rata masyarakat 2 kali lipat dari rata rata yang dipegang sekarang. Jika APBN adalah instrumen utama penggerak ekonomi maka nilai APBN harus bertambah 2 kali lipat dari nilai yang ada sekarang.
Berapa Uang Negara
Uang yang diterbitkan secara resmi oleh negara melalui otoritas penerbitan uang negara tergambar dalam jumlah uang kartal. Nilainya sangat kecil, jauh dari jumlah yang diperlukan bagi sirkulasi ekonomi secara kuat.
Menurut data terbaru yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengambil data dari Bank Indonesia (BI) jumlah uang kartal atau uang yang sebenarnya dicetak oleh negara Republik Indonesia (RI) adalah sebesar 954,4 triliun rupiah. Jumlah yang sangat kecil dibandingkan ukuran kapasitas yang dimiliki bangsa Indonesia.
Mengapa dikatakan kecil? Jumlah penduduk Indonesia seluruh nya adalah 270 juta jiwa. Jika jumlah uang yang dibuat negara dibagikan dengan jumlah penduduk Indonesia maka setiap orang hanya memegang uang 3,5 juta rupiah per tahun atau hanya 9.800 rupiah per hari. Jumlah sebesar itu hanya setengah USD atau kurang dari 2 dollar Purchasing Power Parity (PPP). Ini berarti jika diukur berdasarkan uang yang dipegang tersebut maka seluruh rakyat Indonesia itu termasuk dalam kategori kemiskinan absolut.
APBN Harus Riel
Data Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa total belanja negara tahun 2025 mencapai sebesar Rp 3.621,3 triliun, termasuk sebesar Rp 1.541,4 triliun belanja non-K/L pada belanja pemerintah pusat. Defisit APBN 2025 ditetapkan sebesar 2,53 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau sebesar Rp 616,2 triliun.
Nilai APBN tersebut di atas bagi kebanyakan orang awam Indonesia mungkin kelihatanya sangar besar. Tapi benarkah ada uang APBN sebanyak itu? Benarkah uang itu nyata yang bisa diedarkan kepada masyarakat dan menjadi alat untuk belanja? Tentu saja uang itu tidak ada sebesar itu. Karena itu hanyalah rencana belanja yang belum tentu ada uangnya.
Jadi dengan demikian maka ada dua masalah dalam APBN Indonesia, yakni pertama jumlah uang yang dirancang senilai 3.261,3 triliun rupiah itu tidak nyata atau tidak pernah ada uang sebesar itu yang bisa berbedar ke dalam masyarakat melalui belanja publik atau melalui belanja pemerintah. Karena itu cuma angka-angka atau rencana-rencana. Kedua, jumlah yang direncanakan sebesar 3.261,3 triliun rupiah adalah rancangan pertumbuhan 5 persen. Artinya bahwa rancangan itu sendiri tidak mencukupi jika menghayalkan pertumbuhan 8 persen.
Dari Mana Uangnya?
Ada rencana utang pemerintah ditambah sebesar 616,2 triliun rupiah. Tapi sekali lagi itu kecil dan sulit didapatkan dalam keadaan sekarang. Kecuali bunga surat utang negara dinaikkan lagi. Berarti akan semakin jauh lebih tinggi di atas bunga rata-rata perbankan. Jadi Bunga SUN berada di atas bunga bank. Maka makin kurus kering ekonomi karena disedot APBN. Seharusnya APBN menjadi instrumen penggerak ekonomi, malah menjadi mesin sedot vacuum cleaner. Jadi malah kontra produktif.
Cara lain dengan menaikkan pajak juga akan kontra produktif. Mengapa? karena pertumbuhan ekonomi 8 persen akan ditopang oleh peningkatan konsumsi. Tidak masuk akal meningkatkan konsumsi dengan menaikkan pajak. Masyakat sudah berhadapan dengan bunga bank yang mencekik akibat SUN, lalu dipungutin pajak tinggi, sudah diburu, dipepet, dijepit pula. Kere.
Cara mendapatkan uang 7000-8000 triliun rupiah itu gampang gampang susah. Pemerintah hanya perlu merenungi bagaimana keadaan ini bisa terjadi, lalu membuka pikiran lebih luas dari biasanya, lalu bayangkan setelah itu presiden Prabowo punya niat baik untuk membuat nol kemiskinan, mengadakan 3 juta rumah dan membuat jutaan pekerjaan buat rakyat. Jika semua itu dilandasi oleh untuk menjalankan Amanat Penderitaan Rakyat, maka uang 7.000 sampai 8.000 triliun rupiah adalah Amanah yang akan diterima Indonesia. In syaa Allah.()
Oleh : Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi, Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI)
-
Opini1 day ago
Mengapa Amandemen UUD 1945 Berkaitan Dengan Kemunduran Ekonomi
-
Bodetabek6 days ago
Sekber Wartawan Bogor Akan Menggelar Raker 7, 2024
-
Polhukam4 days ago
Panglima Koops Udara I Hadiri Rakornas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
-
Ibukota4 days ago
Wakapolres Metro Jakut Hadiri Rapat Basos dan Makan Gratis dalam Rangka Dirgahayu Korp Marinir Ke-79